Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Rumah itu terasa terlalu sepi.
Terlalu sunyi.
Sunyi yang bukan sekadar tidak ada suara… melainkan sunyi yang membuat Keyla merasa sedang diawasi, bahkan ketika ia sendirian.
Hujan sudah berhenti sejak beberapa jam lalu, tapi aroma lembap menusuk hidung, seperti sisa ketakutan yang menempel di udara. Keyla duduk di sofa ruang keluarga dengan selimut di pangkuannya. TV menyala, tapi ia tidak mendengar apa pun. Semuanya hanya menjadi suara latar yang tak berarti.
Tangannya terus menggenggam ponsel—dan setiap beberapa detik, matanya melirik layar, seolah pesan lain bisa muncul kapan saja.
Kamu tidak bisa bersembunyi dariku, Dira.
Pesan itu masih ada.
Ia tidak sanggup menghapusnya.
Tidak bisa menolak kenyataan lagi—pria itu benar-benar datang kembali.
Dan ia tidak akan berhenti.
Keyla meraih bantal dan memeluknya erat. Lututnya merapat, tubuhnya sedikit bergetar. Sesuatu terasa salah. Rumah ini, yang seharusnya menjadi tempat aman… terasa seperti perangkap.
Kenny belum pulang.
Dan ia tidak tahu apakah ia ingin Kenny cepat pulang atau tidak—karena satu bagian dirinya ingin perlindungan Kenny, tapi bagian lainnya takut Kenny terseret terlalu jauh.
Terlalu berbahaya.
Ketukan kecil terdengar dari jendela.
Tik.
Keyla langsung menegakkan badan.
Tik… tik… tik…
Seperti sesuatu dilempar pelan ke kaca. Ia bangkit perlahan, jantungnya berdetak menyakitkan.
Siapa di luar?
Dengan langkah gemetar, ia mendekat ke jendela.
Perlahan.
Perlahan.
Ia mengintip dari sela tirai—
Gelap.
Kosong.
Tidak ada siapa pun.
Keyla menutup mulutnya, napasnya kacau. “Ini… cuma ranting. Mungkin angin.”
Tapi bahkan ia sendiri tidak percaya dengan kata-katanya.
Ia kembali ke sofa, tapi belum sempat duduk, pintu depan tiba-tiba berbunyi klik.
Keyla membeku.
Klik.
Seolah ada seseorang menyentuh gagangnya dari luar.
Tangannya terangkat menutupi mulut.
“B-bodyguard…” gumamnya.
Tapi tidak. Bodyguard Kenny selalu memberi kode.
Sekarang tidak ada kode.
Tidak ada suara langkah.
Hanya bunyi gagang pintu yang seperti dicoba… pelan… dan sangat hati-hati.
Seperti seseorang ingin memastikan apakah pintunya terkunci.
Atau… ingin masuk.
Keyla melangkah mundur.
Klik… klik…
“Berhenti… tolong berhenti…” bisiknya tanpa suara.
Akhirnya suara itu berhenti.
Tapi ketakutan yang menggigit tubuhnya tidak berhenti sama sekali.
Ia berlari ke kamar, menutup pintu, mengunci, dan menarik napas panjang.
Tidak boleh panik. Tidak boleh…
Namun pikirannya kacau.
Ia meraih telepon dan mencoba menghubungi Kenny.
Satu kali.
Tidak diangkat.
Dua kali.
Tidak diangkat.
Tiga kali…
Masih tidak diangkat.
“Kenapa kamu tidak jawab…” air mata turun. “Dimana kamu…”
Keyla memeluk dirinya sendiri, tubuhnya mulai lemas. Ia duduk di lantai, punggungnya bersandar pada ranjang. Dalam keheningan itu, rasa takut menyelimuti seluruh tubuhnya.
Sementara itu…
Kenny — Di Tempat Lain
"He’s looking for her."
Kalimat itu terus terngiang di telinga Kenny. Ia berdiri bersandar pada mobil di sebuah area parkir basement yang remang. Di depannya berdiri seorang pria berjas abu-abu—teman lamanya di intelijen swasta, Arven.
Kenny mengepalkan rahang. “Jelaskan lebih detail.”
Arven menyodorkan map hitam. “Nama pria itu belum jelas. Jejaknya selalu bersih. Tapi dia punya beberapa alias. Salah satunya—Rath.”
“Rath…” Kenny bergumam, menyimpan nama itu dalam memorinya.
Arven menatapnya serius. “Kenny, kamu harus tahu satu hal. Pria ini… bukan penguntit biasa. Ini jenis pria yang jika dia menginginkan sesuatu, dia tidak akan berhenti sampai dia dapatkan.”
“Dia ingin Keyla.”
Arven mengangguk berat. “Atau seseorang yang dia panggil… Dira.”
Nama itu membuat Kenny tersentak. “Dira? Dia bilang begitu?”
“Ya.”
Kenny mengepalkan tangan. “Aku tidak akan biarkan dia menyentuh istriku.”
Arven menghela napas. “Kamu pikir kamu bisa melindungi dia? Pria itu sudah mematikan tiga bodyguard profesional hanya untuk menyampaikan pesan ke targetnya.”
Kenny terdiam.
Tiga bodyguard?
Ia baru benar-benar menyadari tingkat bahaya yang sedang mengintai istrinya.
Arven menepuk pundaknya. “Aku bantu. Tapi kamu harus jujur padaku. Siapa Keyla, sebenarnya?”
Kenny menatapnya, kebingungan bercampur frustasi. “Aku tidak tahu masa lalunya. Dia… tidak pernah mau cerita.”
Arven memegang bahu Kenny. “Kalau kamu terlambat mencari tahu, kamu bisa kehilangan dia.”
Reno — Di Tempat Lain Juga
Reno berdiri di depan gedung tua yang sudah lama ditutup. Tangannya memegang foto lusuh seorang gadis muda—masih remaja—dengan mata yang penuh luka, rambut panjang berantakan, dan liontin setengah bulan di lehernya.
Dira.
Reno mengusap wajahnya dengan keras. “Kamu masih hidup… dan kamu kembali disiksa oleh masa lalu yang sama.”
Ia meremas foto itu.
Sambil memandang gedung gelap itu, ia bergumam, “Kalau pria itu benar-benar mengejarmu lagi… kali ini aku tidak akan tinggal diam.”
Reno kemudian mengeluarkan ponsel dan menekan nomor Kenny.
Kembali Pada Keyla
Suara vibrasi ponselnya mengagetkannya.
Ia langsung mengangkat dengan panik. “Kenny?!”
Ternyata bukan.
Di layar tertulis: Reno
Keyla terdiam sejenak sebelum menjawab. “Reno…?”
Suara pria itu terdengar mendesak. “Dira—Keyla—aku butuh bicara denganmu sekarang.”
“Nggak… aku nggak bisa. Aku sendirian di rumah. Kenny belum pulang.”
“Kamu sendirian?” suara Reno langsung berubah gelap. “Dengar aku baik-baik. Kunci semua pintu. Tutup tirai. Jangan mendekat ke jendela. Jangan—”
“Reno, berhenti. Kamu bikin aku semakin takut.”
Reno mengambil napas panjang. “Karena kamu memang harus takut. Orang itu… dia tidak hanya ingin menemukanmu. Dia ingin mengambilmu.”
Keyla meremas ponsel. “Kenapa? Kenapa dia melakukan ini padaku? Aku bahkan tidak ingat dia!”
Reno terdiam beberapa detik.
“Kamu ingat,” katanya akhirnya. “Kamu hanya mencoba menguburnya.”
Sebelum Keyla sempat menjawab, suara derit halus terdengar dari ruang tamu.
Keyla langsung menutup mulut dengan kedua tangan.
“Reno…” bisiknya, ketakutan. “Ada… ada suara.”
Reno langsung fokus. “Dari mana?”
“Dari ruang tamu…”
“Keyla, dengar aku. Pergi ke kamar mandi. Kunci diri di sana. Jangan bersuara. Jangan turun ke lantai bawah.”
Keyla berdiri perlahan. “O-oke…”
Ia berjalan pelan menuju kamar mandi.
Namun sebelum ia sempat mencapai pintu, suara tap… tap… tap… terdengar dari arah tangga.
Langkah kaki.
Langkah kaki seseorang yang sedang naik ke lantai dua.
Tubuh Keyla membeku.
“Reno… dia ada di dalam rumah,” bisiknya, suara pecah.
Reno mengumpat pelan dari seberang. “Keyla, sembunyi! Sekarang!”
Keyla berlari ke kamar mandi, mengunci pintu, menahan napas dalam gelap.
Langkah kaki itu semakin dekat.
Tap… tap… tap…
Mendekati pintu kamarnya.
Berhenti di depan kamar mandi.
Keyla menutup mulut dengan kedua tangannya, tubuhnya bergetar hebat.
Kemudian…
Ada suara napas.
Tepat di depan pintu.
Tidak keras.
Tidak terburu-buru.
Hanya… mengamati.
Napas yang pelan.
Dalam.
Seperti seseorang yang sedang menikmati ketakutan korbannya dari balik pintu tipis.
Reno masih di telepon. “Keyla… kamu masih dengar aku? Keyla?”
Tapi Keyla tidak bisa menjawab.
Karena tepat di balik pintu, pria itu akhirnya berbicara.
Dengan suara rendah yang sama seperti di telepon.
“Dira…”
Detiknya itu saja sudah cukup untuk menghancurkan seluruh sisa ketenangan yang masih ia miliki.
Pintu kamar mandi menggoyang sedikit.
Seolah pria itu menyentuh gagangnya.
Mencoba merasakannya.
Keyla membeku.
“Dira…” suara itu mengulang, lebih lembut… lebih dekat.
“Aku sudah menemukanmu.”