Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK35
Listrik di gedung kepolisian tiba-tiba padam. Suasana berubah mencekam dalam sekejap. Cahaya merah dari alarm darurat berkelip-kelip di sepanjang koridor, memberikan suasana yang lebih mengerikan.
"Damn! Ada apa ini?!" Max meraih radio di rompinya, mencoba menghubungi tim di ruang kontrol.
Tak ada jawaban.
Lalu, suara ledakan keras mengguncang pintu utama. Asap membumbung, kaca-kaca beterbangan. Beberapa polisi yang berjaga di luar berteriak sebelum suara rentetan tembakan membungkam mereka.
"Kita diserang!" Clara bergegas meraih pistolnya.
Bella yang sudah pergi dari ruangan Liam di kurung, tak menunggu aba-aba, ia mengokang senjatanya. "Kita harus keluar sebelum mereka menyudutkan kita di dalam."
Max mengangguk cepat. "Ikuti aku!"
Mereka bertiga berlari menuju pintu belakang. Namun, begitu keluar, mereka mendapati halaman parkir kantor polisi sudah penuh dengan pria bersenjata. Beberapa kendaraan polisi terbakar, asap hitam menutupi sebagian pandangan.
"Brengsek …!" Max merunduk, memberi isyarat pada Bella dan Clara untuk berlindung di balik mobil patroli.
Tembakan kembali menggema. Peluru menghantam body mobil, memercikkan serpihan logam.
Bella menembak balik, berhasil mengenai salah satu musuh di dada. Tapi, sebelum ia sempat berpindah tempat, rasa panas menjalar di bahunya. Bella tertembak.
"Akh!" Bella terdorong ke belakang, mencengkeram lukanya.
"Bella!" Max segera menarik wanita cantik itu ke belakang tubuhnya, menjadi perisai. "Clara, bantu dia!"
Clara buru-buru menekan luka Bella, berusaha menghentikan pendarahan dengan sobekan bajunya.
Sementara itu, Max dan para anggotanya melawan dengan sengit. Peluru beterbangan, suara dentuman tak henti-hentinya mengisi udara. Namun, jumlah musuh terlalu banyak, dan amunisi mereka semakin menipis.
KLIK! KLIK!
‘Sial...!’ Max mengutuk dalam hati. Senjatanya kosong. Dia menoleh ke arah rekan-rekannya yang tersisa, mereka terlihat sama putus asanya.
Musuh semakin mendekat. Salah satu pria bertopeng mengangkat senapannya, bersiap-siap untuk menghabisi mereka.
Namun—tiba-tiba saja, para penyerang mulai tumbang satu per satu.
Sebuah peluru bersarang di kepala salah satu dari mereka. Lalu, satu lagi. Dan satu lagi. Darah memercik ke dinding saat tubuh-tubuh bersenjata itu terjatuh, tak bernyawa.
Dari jarak yang jauh, di atas sebuah gedung bertingkat, Edwin menyesuaikan scope sniper-nya. Dengan tenang, ia menarik pelatuk, menembak dengan akurasi sempurna.
"Boom! Satu kepala lagi tumbang," gumamnya dengan nada dingin.
Di sampingnya, Abirama bertepuk tangan sambil terkekeh. "Kemampuan mu semakin berkembang, Kawan!"
Edwin tak menjawab, hanya mengincar target berikutnya. Dengan ekspresi dingin, ia menarik pelatuk lagi.
PSYUUUU!
Satu kepala lagi tumbang.
Abirama yang berdiri di sampingnya bersiul santai. "Boom! Itu dia!"
Sementara itu, di bawah, Max menyadari sesuatu. Musuh mereka satu per satu tumbang tanpa mereka harus menembak.
"Seseorang membantu kita!" seru Max.
Clara juga melihatnya. "Sniper!"
Peluru terus meluncur, menjatuhkan musuh satu per satu dengan presisi mengerikan. Situasi berbalik. Para penyerang mulai panik, mencari perlindungan.
Max dan yang lainnya mengambil kesempatan ini. Mereka meraih pistol dari rekan-rekan yang gugur, lalu berteriak, "SERANG!"
Dengan semangat baru, polisi yang tersisa maju, menembaki musuh yang tersisa. Tak berselang lama, semuanya selesai.
Musuh yang masih hidup melarikan diri, meninggalkan mayat rekan-rekan mereka di aspal yang bersimbah darah.
Max menatap ke arah sniper misterius di gedung tinggi itu, lalu tersenyum tipis. "Entah siapapun kau, terima kasih banyak."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di dalam sel nya, Ethan duduk santai dengan senyuman penuh arti.
"Ethan," suara Max dingin.
Hacker itu mendongak, mengangkat alisnya sebelah. "Yo, Kapten."
Max menatapnya tajam. "Liam sudah tertangkap, gue rasa, lo belum tau?"
Raut Ethan berubah. "Oh ya? Sayang sekali. Padahal selama ini gue udah bersusah-payah memainkan drama ini. —Pasti ... ini karena orang baru lo itu, ‘kan?"
Max tidak langsung menjawab. Ia menghujani Ethan dengan tatapan tajam. "Apa alasan lo nge-hianatin kami, Ethan?" desisnya.
"Alasan? Haha, nothing special! Gue cuma ... sangat membenci polisi," sahut Ethan santai. Tapi, Max bisa menangkap ada amarah di wajahnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi sama lo, Ethan? Ini bukan diri lo yang sebenarnya!" Ingin rasanya Max mencengkram bahu Ethan. Namun, sayang sekali, jeruji besi menjadi penghalang di antara mereka.
"Inilah diri gue yang sebenarnya, Max ...." Lirih Ethan sambil menatap dinding dengan tatapan kosong.
*
*
*
Thor buat cerita agent agent gitu dunk Thor dgn ruang rahasia dll 🫰
Terima kasih banyak Kak, atas karya luar biasanya ini 🙏🥰🥰