“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 - Ketegangan
“Bisa regangkan sedikit pelukanmu? Ini terasa tidak nyaman,”ucap Zea pada William yang kini tatapan lelaki itu telah fokus sepenuhnya pada Giovanni.
“Tetaplah di pelukanku, dan kau akan aman.”
Zea mendengus, bukannya aman, Zea malah merasa terlibat sebagai beban di sini. Hanya melihat perseteruan dua pria yang memperebutkan dirinya tanpa alasan yang tidak diketahui Zea.
“Bagaimana jika rencananya .. begini saja, kau lepaskan aku, dan aku akan kabur menyusup dari dalam hutan-hutan untuk berjalan maju ke depan. Sedangkan kau bisa bertarung dengan Giovanni Altezza. Saat Kau menang, kau bisa menjemputku dan kita bisa pergi ke kota bersama-sama.” Zea tersenyum kuda setelah mengatakan rencananya, walaupun jika diamati lebih dalam, rencana itu sangatlah merugikan William.
Lelaki itu menyipitkan matanya, “Ide yang brilian tapi itu buruk.”
Pang.
Ditolak mentah-mentah.
Zea kembali membelah nafas, memikirkan apa lagi yang harus dia lakukan untuk keluar dari cengkraman William dan juga Giovanni Altezza. Zea benar-benar tidak menyangka hidupnya akan berurusan dengan dua manusia itu.
“William Romano, lepaskan Zea Calista,” ucap Gio dengan nada tajam.
“Bagaimana jika kita buktikan siapa yang pantas berada di sisi gadis ini.” ucapan William tak kalah tegas, dia kini mengeratkan pelukannya pada Zea, lalu tangan kanannya terangkat untuk mengacungkan pistol ke arah Giovanni.
“Kau benar-benar menguji batas kesabaranku.” Gio menarik kembali pelatuknya.
Setelah itu terjadi pertarungan tembak antara Giovanni dan William.
DOR
DOR
DOR
Giovanni menembak dengan tubuhnya meliuk menghindari serangan dari lawan. Intensitas tembakannya teratur dan rapi serta sebisa mungkin tidak mengenai Zea.
Sementara William mengeratkan pelukannya pada Zea dengan tangan kanannya terus menerus menambak, getaran balik yang terjadi akibat tembakan beberapa saat membuat tubuh William bergetar.
Sementara Zea yang mendengarkan suara dentingan peluru yang tiada habisnya merasakan jantungnya berdebar-debar.
Sialan. Zea harus pergi dari sana!
DOR.
Satu tembakan tepat mengenai tulang radius William di tangan kirinya, begitu dalam hingga memuncratkan darah. Lengan lelaki itu seketika melemas dan turun ke bawah, memberikan akses Zea untuk beranjak.
Zea yang melihat itu terbelalak sejenak karena kaget tapi segera melihat momentum. Dia mendorong tubuh William hingga mundur ke belakang, sementara dia berlari menjauh.
“Jangan kabur, Zea! Akh ...”pekik William di sela-sela rasa sakit di lengannya.
Zea menghiraukan panggilan William dan coba mengayunkan kakinya untuk berlari pergi dari kedua pria itu. “Maaf tapi aku tidak bisa terus-menerus berada di sekitar kalian, Aku butuh kebebasan.”
Zea terus berlari hingga membuat William berbalik dan hendak menembak gadis itu. Tapi, sebelum berhasil melakukannya, Giovanni telah lebih dulu menembak bahu William hingga lelaki itu merasa kesakitan yang luar biasa.
William berdecak, giginya menggertak kesal. Dia merasa keadaan sudah tidak menguntungkan lagi, Daerah itu adalah kekuasaan Giovanni. Jika William terus berada di sana, itu sama saja memberi makanan untuk harimau yang lapar. Dia segera masuk ke dalam mobil, mengendarainya dan melaju kencang menabrak mobil Giovanni. Kembali pada kebiasaannya berkendara tanpa menutup diri lagi.
Sementara Giovanni membiarkan William pergi, bertengkar dengan musuhnya sekarang bukanlah saat yang tepat. Fokus utama Giovanni adalah Zea Calista yang sekarang berlari kabur darinya.
“Kau akan mengetahui akibatnya karena berani kabur dariku.”
Dengan langkah yang mantap, Giovanni bergerak. Berjalan setengah berlari sambil memperhatikan jejak setapak yang ditinggalkan oleh Zea.
“Kau tidak akan bisa kabur dariku.”
Langkah demi langkah, gerak kaki Giovanni bergesekan dengan tanah padat bercampur rerumputan. Matanya dengan liar mengawasi sekitar seperti seorang predator yang mencari mangsanya.
Sementara Zea terus berlari yang di mana arah itu sama saja seperti membawanya kembali ke arah mansion milik Giovanni alteza. Tapi dia tidak punya pilihan lain, daripada harus menyaksikan pertempuran dua orang yang tidak ada habisnya. Zea tidak peduli lagi pada kakinya yang telah lecet, sesekali dia terjatuh tersandung batu. Tapi Zea bangkit kembali dan terus berlari. Nafasnya memburu, dia terjatuh sekali lagi hingga lututnya berdarah.
Zea meringis kesakitan, tapi gadis itu bangkit kembali untuk berlari sambil menahan rasa perih di lututnya. Jantungnya terus berdebar-debar, perasaannya tidak enak seperti sebuah sinyal yang mengirimkan tanda siaga untuk Zea karena keberadaan Giovanni tampak begitu dekat dengannya.
Saat itu, sejenak Zea berpikir. Sejak kematian orang tuanya, mengapa hidup gadis itu tidak pernah tenang. Seolah penderitaan memang telah digariskan untuknya. Kenapa harus dia? Kenapa harus Zea?
Duka trauma malam kematian orang tuanya bahkan masih terekam jelas di kepalanya, perlakuan buruk paman dan bibinya juga masih terasa sakitnya, ditambah sekarang dia harus berurusan dengan seorang mafia yang begitu mengerikan dan tidak ragu untuk membunuh orang lain.
Zea mengepalkan tangannya, tekadnya untuk kabur semakin kuat. Dia harus pergi dari sana. Sejauh-jauhnya, dari semua orang : pamannya, bibinya, bahkan Giovanni alteza.
Zea ingin bebas.
Dia tidak ingin dikurung seperti burung di dalam sangkar.
Tekadnya sudah bulat.
Tidak peduli Bagaimana rasa sakitnya, Zea akan berlari menjauh. Kedua tangannya mengepalkan tinju semangat, alisnya bertaut penuh tekad. Namun, saat Zea setelah berniat melakukannya. Dia mendengar suara Giovanni alteza jadi jarak 15 meter.
“Sebaiknya Kau kembali sebelum aku benar-benar marah dan menangkap mu.”
Suara itu menggema ke seluruh hutan, pohon-pohon di sana seolah mengerti kedatangan sosok mengerikan bernama Giovanni alteza yang tenang tapi menghancurkan.
Zea pun merasakan nafasnya kembali memburu.
Dia sudah bertekad tidak akan kembali lagi pada Giovanni.
Dia akan pergi, dia akan kabur ... sejauh-jauhnya dari lelaki itu.
Setelah itu, Zea menghiraukan ucapan Giovanni dan berlari menjauh dengan sedikit terseok-seok karena lututnya terasa perih.
“Aku tidak akan kembali lagi padanya, nggak tahu dia mungkin akan menjualku atau malah membunuhku, Aku tidak ingin kembali padanya,"ucap Zea pada dirinya sendiri.
Langkah kaki terseok Zea beradu dengan langkah kaki besar milik Giovanni. Ketegangan memenuhi udara, di siang hari yang tertutup oleh pohon-pohon tinggi. Semilir angin tak mampu menenangkan detak jantung Zea yang berdebar kencang serta rasa paniknya yang nyata.
Zea hanya bisa berlari.
Terus berlari.
Hingga gadis itu menemukan sebuah pohon besar, Dia segera bersembunyi di balik pohon itu dan mengatur irama nafasnya serta debaran jantungnya yang tak terkontrol lagi.
Di sana Zea sudah tidak mendengar suara Giovanni lagi. Dia tersenyum lega, “Kau berhasil.”
Kedua sudut bibirnya naik menciptakan Sirat kelegaan yang luar biasa.
Namun baru beberapa detik merasa tenang. Tiba-tiba Giovanni mendorong tubuh Zea dan membekapnya membuat gadis itu kehilangan kesadaran. Apa yang terjadi pada Zea? Saat mencium bau kloroform dari sapu tangan yang disodorkan oleh Giovanni, kesadarannya menghilang sepenuhnya.