Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7
Dua siswi yang bergosip tadi berjalan mendekati sumber suara. Mereka khawatir ada yang menguping pembicaraan rahasia itu.
"Tidak ada apapun di sini," gumam salah satunya heran. Tak ada binatang yang lewat atau benda apapun terjatuh di sana.
"Sebaiknya kita pergi, bel akan berbunyi sebentar lagi."
Keduanya berlarian keluar kamar mandi, melewati Viona yang tengah bersembunyi di balik dinding. Viona menatap keduanya dengan tajam, mereka atau salah satunya saja?
Ia masuk ke dalam, memeriksa kamar mandi satu per satu. Selama ini, dia hanya fokus membersihkan saja tanpa memeriksa dengan detail. Viona tertegun saat membuka pintu kamar bagian terakhir. Ada banyak coretan yang tak pantas di dinding dan di balik pintu. Semuanya tentang Merlia, anaknya.
Menetes air matanya membaca setiap tulisan itu. Betapa selama ini Merlia begitu kuat menahan semua kesakitan seorang diri. Dia tidak pernah bercerita apapun selain temannya yang bernama Desi. Gadis kaya yang sangat baik terhadapnya.
"Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus menghapusnya," katanya seraya keluar mengambil spon khusus untuk menghilangkan noda tersebut sebelum mengecat ulang dinding.
Dengan perasaan penuh luka, ia menggosok setiap kata meluapkan amarah.
"Bagaimana Merlia bisa menahan semuanya selama ini sendirian? Dia tidak pernah bercerita apapun padaku. Aku kira selama ini dia baik-baik saja," racau nya sembari terus menggosok setiap kata dinding.
Mungkin banyak derita yang dilalui Merlia selama belajar di sekolah tersebut. Ia mengambil cat di gudang, memperbaharui dinding kamar mandi tersebut.
"Mungkin tak hanya di sini, aku harus memeriksa kelasnya," gumam Viona seraya beranjak keluar.
****
Siang hari tiba, di mana semua siswa akan mendapat jatah makan gratis dari sekolah. Viona yang selama ini tidak pernah tertarik dan memilih pergi melakukan pekerjaan lainnya, kali ini dia sendiri datang membantu. Suara gadis itu masih terngiang di telinga, dia hanya ingin melihat dengan jelas wajahnya.
"Kau tidak pergi bekerja? Di mana Merlia?" tanya salah seorang pekerja saat Viona datang membantu.
Di balik maskernya dia tersenyum, terlihat dari kedua sudut matanya yang menyipit.
"Dia sakit," jawabnya singkat.
Ia berdiri di bagian lauk pauk dan sayur, menunggu antrian siswa-siswi yang datang mengambil jatah makan mereka. Viona menatap awas setiap wajah itu.
"Besok adalah pertandingan basket antar sekolah, apa kau akan melihatnya, Feny?" Suara seorang siswi bertanya kepada temannya.
"Tentu saja, aku harus menontonnya."
Deg!
Suara itu lagi, Viona melirik ke samping. Seorang gadis yang wajahnya terlihat familiar sedang mengantri mengambil makanan. Jantungnya berdebar tak karuan, emosi bergejolak dan terus memuncak. Dia ingin mencabik-cabik wajah angkuhnya saat itu juga.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Cepat taruh ikannya di atas piringku!" hardik Feny saat ia menyodorkan piring ke hadapan Viona, tapi tak mendapat respon baik.
Wanita yang mengenakan masker itu justru menatap tajam seolah-olah ingin melahapnya dengan kejam.
Viona mengambil ikan dan meletakkannya ke atas piring Feny.
"Sedalam-dalamnya bangkai disembunyikan, pasti akan muncul juga ke permukaan. Saat itu, semua orang akan dapat mencium busuknya," gumam Viona sembari mengambil sayur dan menaruhnya di atas piring Feny.
Ia tersenyum saat pandangan mereka bertemu. Wajah Feny mengernyit tak senang, tapi hatinya reflek bergetar mendengar gumaman Viona.
"Apa maksudmu?" tanyanya ketus, wajah angkuh Feny semakin terlihat memuakkan di mata Viona.
"Apa maksudku? Kau lebih tahu jawabannya," katanya seraya memanggil siswa lain untuk datang mengantri tanpa mempedulikan Feny yang masih menatapnya penuh benci.
"Seorang pekerja rendahan sepertimu seharusnya tahu diri jika masih ingin bekerja di sini," sengit Feny dengan berani.
Viona tersenyum, sangat terlihat dia sedang mengejek meski wajahnya tertutup masker.
"Ku rasa aku tidak perlu bersikap sopan di hadapanmu, bukan? Kau bukan siapa-siapa di mataku," ketus Viona mengedipkan sebelah matanya.
Feny menggeram, tak ingin lagi meladeni wanita aneh itu. Dia menarik piringnya dan berlalu dari hadapan Viona.
Feny! Akan aku cari tahu siapa dirimu? kau lihat saja, semua kesakitan yang dialami anakku akan kau rasakan secara perlahan.
Viona mengancam di dalam hati, dia akan tahu apakah Feny benar terlibat atau itu murni miliknya yang terjatuh.
****
Jam pulang sekolah pun berbunyi, Viona bersembunyi di belakang tembok pos jaga. Dia hanya ingin melihat siapa yang akan datang menjemput Feny
Beberapa saat menunggu, sebuah mobil jenis sedan yang mewah muncul dan berhenti di hadapan Feny. Dia tersenyum bangga, menunjukkan mobil mewah tersebut kepada teman-temannya.
Seorang laki-laki berseragam supir turun, bejalan memutar membukakan pintu mobil untuknya. Dari jendela belakang, kaca itu diturunkan. Wajah seseorang muncul dengan senyum khas melekat di bibir.
Viona bereaksi, tubuhnya menegang seketika dengan bola mata membesar. Hatinya serasa dicubit, sakit tak berdarah. Tanpa sadar tangan Viona mengepal kuat, rahang ikut mengeras. Gigi-gigi saling beradu menimbulkan bunyi gemelutuk yang samar.
"Viona!"
kyknya Peni yg terakhir.. buat jackpot bapaknya.. si mantan Viona..!! 👻👻👻