karya ini murni imajinasi author jika ada kesamaan nama itu hal yang tidak di sengaja
Galang Bhaskara adalah anak yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri waktu masih bayi. Setelah Galang tepat berumur tujuh belas tahun, Galang bermimpi bertemu kakek tua bungkuk yang mengaku sebagai leluhurnya.
Bagaimana perjalanan Galang untuk menjadi pahlawan kota? Dan, akankah Galang menemukan keluarga kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mendapatkan teratai emas
"Ayo, Lang!" ucap Kemuning, yang melesat dan diikuti oleh Galang. Mereka berpura-pura bertarung.
Secara bergantian, Galang dan Kemuning terpental semakin mendekati teratai tersebut. Setelah beberapa menit, Galang dan Kemuning hampir sampai.
Galang dan Kemuning saling menatap, lalu mengangguk. Galang melesat dengan sangat cepat ke arah teratai emas. Kemuning mengeluarkan tombak dan memutar-mutar ke atas. Nampak angin berputar-putar di atas Kemuning dengan debu yang sangat banyak, dan langsung dilekatkan ke arah Galang.
"Dumm!" Seketika debu berterbangan di area teratai emas tersebut.
"Di situ, Tuan!" ucap Singokolo.
Galang langsung mengambil teratai emas tersebut dengan bantuan penglihatan Singokolo yang sangat tajam. Galang menyembunyikan teratai tersebut di jaketnya dan membuang teratai emas palsu yang sudah dari tadi disembunyikan oleh Galang dari balik bajunya dengan gerakan yang sangat cepat. Galang berpura-pura terpental akibat angin milik Kemuning.
"Yah, teratai emas palsu tersebut dibuat oleh Kemuning menggunakan teratai biasa, lalu dicat berwarna emas. Kemuning sangat tahu teratai tersebut seperti apa karena dia pernah melihatnya dan dibuat sama persis."
Orang-orang melihat ke arah tersebut. Nampak Galang yang berpura-pura terpental dan jatuh ke dalam air. Orang-orang melihat ke kepulan debu, termasuk Nenek Rumi dan Sutarjo. Setelah beberapa detik, debu tersebut hilang. Nampak teratai emas palsu tersebut ada dengan posisi tidak seperti sebelumnya, tetapi orang-orang tidak perduli.
Dan kembali bertarung satu sama lain, membuktikan siapa yang pantas mendapatkan teratai itu. Galang tenggelam di sungai dan melompat kembali menyerang Kemuning.
"Mereka berdua beradu pukul. Apa berhasil, Lang?" tanya Kemuning.
Galang mengangguk cepat. "Tendang aku, Kemuning!"
Galang ditendang Kemuning hingga sangat jauh, sampai keluar area sungai. Kemuning langsung menyusul. Mereka berdua kembali berpura-pura bertarung, bergantian terpental hingga hampir sampai di pinggir desa.
Tiba-tiba, tiga gondoruwo mengangkat gadahnya tinggi-tinggi ke arah Galang dan Kemuning. Kemuning akan menghindar, tetapi Galang mengangkat tangannya ke arah gadah yang diayunkan. Seketika, muncul tameng berwarna merah terang menangkis tiga gadah tersebut.
"Dumm!" Bunyi gadah dan tameng mistik.
"Tebas kepala mereka, Kemuning!" ucap Galang.
Kemuning mengangguk dan kembali mengeluarkan tombaknya. Kemuning melompat dan "Slassss!" Kemuning menebas kepala tiga gondoruwo tersebut. Seketika, tiga kepala jatuh dan tubuhnya lebur tertiup angin bersama kepalanya.
Galang dan Kemuning melihat orang-orang yang bertarung. Mereka tidak mencurigakan mereka berdua.
"Ayo, kembali ke rumah, Lang!" ucap Kemuning, sambil melesat.
Galang mengikuti Kemuning dari belakang.
"Aghhhhh!" teriak Sutarjo, sambil menebaskan siluet berwarna hitam berbentuk bulan sabit ke arah Nenek Rumi.
Nenek Rumi menghindar. "Duar!" tebasan tersebut meledak.
Sementara itu, anggota Perguruan Iblis Merah dan beberapa gondoruwo serta orang-orang sudah banyak yang tewas akibat perebutan Teratai Emas.
Melihat murid-muridnya banyak yang tewas, Sutarjo marah. Ia membaca mantra dan mengangkat kerisnya ke atas. Seketika, jiwa-jiwa orang yang tewas masuk ke keris tersebut. Nampak keris tersebut memancarkan aura hitam yang sangat pekat.
Ki Sutarjo menusukan kerisnya sendiri ke tubuhnya. "Aghhhh!" rintih Sutarjo.
"Gawat!" Nenek Rumi langsung melesatkan tujuh paku ke dada Sutarjo. Nenek Rumi membelalakan matanya karena pakunya tidak mampu menembus kulit Sutarjo.
"Hahahaha! Terlambat, kau akan mati di sini, Rumi!" ucap Ki Sutarjo. Sutarjo mengambil kekuatan dari jiwa-jiwa orang yang sudah mati dan dimasukkan ke tubuhnya.
Sutarjo mencabut keris itu dari tubuhnya. Seketika, keris tersebut lebur dan luka di perut Sutarjo menutup dengan sendirinya.
"Hehehe, apa kau pikir aku takut denganmu?" Nenek Rumi membaca mantra. Tiba-tiba, tongkatnya menyatu dengan tubuh Nenek Rumi.
"Kau yang akan mati, Sutarjo!" teriak Nenek Rumi.
"Sepertinya ini akan sangat sulit," gumam Sutarjo dalam hati.
Mereka berdua melesat. Sutarjo memukul, dan Nenek Rumi juga memukul. "Bang!" debu bertebaran di mana-mana.
Sutarjo membuat jarak dari Rumi. "Sial, kuat sekali ternyata! Benar, tongkat itu bisa membuat tubuh sekeras karang," gumam Sutarjo dalam hati.
"Tidak ada waktu untuk berpikir, tua bangka!" ucap Rumi, yang sudah di belakang Sutarjo, dan memukul punggungnya.
Sutarjo terhempas puluhan meter hingga berhenti saat menabrak pohon. Rumi kembali akan menyerang, tetapi Sutarjo melompat dan menendang Rumi.
Rumi menyilangkan tangannya dan hanya mundur beberapa langkah. Rumi menangkap kaki Sutarjo, diputar-putar, lalu dihempaskan.
"Akkhh! BAJINGAN!" teriak Sutarjo. Dan langsung melompat, memukul udara secara membabi buta. Nampak bola-bola hitam keluar sangat banyak.
Tiba-tiba, mata Nenek Rumi berubah merah. Nampak bayangan gondoruwo sangat besar di belakang Nenek Rumi, sambil mengayunkan gadahnya. Bola-bola hitam tersebut langsung berbelok dan meledak di sekitar.
"Ini kah kekuatan anggota Gen Petir?" gumam Sutarjo dalam hati.
Sementara Nenek Rumi dan Sutarjo yang bertarung mati-matian, Galang sedang bersantai di rumah Kemuning.
"Hahaha, bodohnya mereka!" ucap Kemuning.
"Hahaha, kau benar, Kemuning. Bahkan mereka tidak ada yang curiga pada kita," ucap Galang.
"Aku berterima kasih padamu, Ning. Karena kamu, aku bisa dapat Teratai ini," ucap Galang.
"Tidak masalah, Lang. Kau ini teman pertamaku," ucap Kemuning.
"Apa kau tidak punya teman, Ning?" tanya Galang.
"Tidak, aku dari dulu tidak punya teman. Kehidupanku dagang dari pagi sampai sore, terus nyuci baju di sungai, lalu tidur," jawab Kemuning.
"Lang, aku boleh tanya, ga?" tanya Kemuning.
"Tanya apa?" tanya Galang.
"Kamu kan tinggal sama ibu kamu, apa aku boleh tinggal bareng kamu dan ibu kamu? Aku ga punya temen di sini. Tenang aja, aku ga bakal ngerepotin kalian kok," ucap Kemuning.
"Kalau aku sih boleh aja, tapi aku ga tau ibu aku mau ga. Tenang aja, aku bakalan usahain biar ibu aku ngebolehin," ucap Galang.
"Makasih, yah, Lang!" ucap Kemuning.
"Lihat, Tuan. Mungkin dia suka padamu, Tuan," ucap Singokolo dengan telepati.
"Diam!" ucap Galang.
Galang tahu Kemuning bisa mendengar telepati Galang dan Singokolo. Kemuning hanya tersenyum mendengar itu.
"Apa ini langsung dimakan aja, Ning?" tanya Galang sambil mengeluarkan Teratai Emasnya.
"Iya, itu dicuci dulu pake air bersih sana," ucap Kemuning sambil menunjuk ke arah dapur.
Galang menuju ke arah dapur. Nampak banyak barang dagangan dan piring-piring yang tertata rapih. Galang langsung mencuci Teratai tersebut. Setelah merasa Teratai tersebut bersih, Galang kembali ke ruang tamu dan duduk. Tanpa berlama-lama, Galang langsung memakan Teratai tersebut. Sedangkan Kemuning hanya memperhatikan.
Galang merasakan sedikit pahit dan lembut. Galang memakan Teratai tidak ada reaksi apa-apa, tetapi setelah beberapa menit, Galang merasakan aliran hangat yang di setiap aliran darahnya.
Singokolo keluar dari tubuh Galang.
"Bagaimana rasanya, Tuan?" tanya Singokolo.
"Rasanya seperti daun singkong, sedikit pahit," jawab Galang.
"Hay, Steven, apa kau mau berlatih denganku?" tanya Lana yang tiba-tiba keluar dari tubuh Kemuning.
"Maaf, Dada Jeruk, aku hanya menurut perintah Tuan," ucap Singokolo.
"Namaku bukan Dada Jeruk, namaku Lana! Kau harus ingat itu!" ucap Lana dengan perasaan sedikit kesal.
"Sekali lagi, maafkan aku. Aku tidak bisa membedakanmu dengan saudara-saudaramu. Muka kalian sama dan besar, dada kalian juga sama. Hanya pakaian saja yang berbeda," ucap singokolo. sedangkan galang menahan tawa mendengar ucapan Singokolo.