Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. TujuBelas
Suara pecahan kaca memenuhi ruangan. Cermin kecil yang ada di meja rias retak, sisa pecahannya berserakan di lantai. Viona menghembuskan nafas kasar, matanya berkilat dengan penuh amarah.
Tangannya mengepal, tubuhnya bergetar menahan emosi. Enzio kembali menolaknya. Semua ini terjadi sejak kehadiran Anna—gadis menyebalkan yang tiba-tiba muncul dan menghancurkan segalanya.
Anna adalah batu besar yang menghalangi jalannya. Dia adalah duri dalam hubungannya dengan Enzio. Dan Viona bersumpah akan menyingkirkan gadis itu.
Dari balik pintu, suara langkah kaki mendekat. Seorang wanita paruh baya dengan pakaian elegan masuk ke dalam ruangan. Laras, ibunya, menghela nafas melihat kekacauan yang dibuat putrinya.
“Apalagi sekarang? Tidak seharusnya kamu menghancurkan semua barang-barang berharga ini. Untung saja papa kamu itu kaya. Kalau tidak, mama sudah memarahimu,” ucap Laras, matanya menyapu ruangan yang kini berantakan.
Viona berlari ke pelukan ibunya, menggigit bibir untuk menahan air mata. “Ma, minta papa mempercepat pernikahanku dengan Zio. Aku sangat mencintainya. Aku tidak mau kehilangan dia karena gadis miskin itu!”
“Gadis miskin?” Laras mengernyit.
“Anna! Namanya Anna!”
Laras membelai rambut Viona dengan lembut, meskipun pikirannya dipenuhi pertanyaan. Anna? Nama itu terdengar tidak asing. Tapi dia tidak bisa mengingatnya.
“Anna?” ulang Laras.
“Ya, gadis miskin itu membuat Enzio berpaling. Dia sangat manipulatif. Bantu aku menyingkirkannya, Ma,” lanjut Viona, suaranya penuh kebencian.
Laras menelan ludah. Viona benar-benar terobsesi dengan Enzio. Meskipun sudah berulang kali mencoba memisahkan mereka, nyatanya putrinya tetap kembali ke laki-laki itu.
Dan Laras tidak punya pilihan selain menyetujui hubungan mereka.
Viona dan Enzio tidak tahu satu hal—bahwa Laras adalah mantan istri Adrian, ayah Enzio. Begitu pula dengan Adrian yang tidak tahu bahwa Laras adalah ibu kandung Viona. Yang dia tahu, Laras hanya istri dari seorang rekan bisnisnya.
Laras menarik napas dalam, mencoba berpikir cepat. Jika dia ingin tetap menjaga rahasianya tetap aman, maka dia harus mendukung keinginan putrinya.
Namun sebelum Laras sempat membuka mulut, suara berat dan tegas terdengar dari ambang pintu.
“Papa tidak pernah mengajari kamu jadi gadis seperti ini, Viona!”
Laras dan Viona menoleh bersamaan.
Bima, suami Laras dan ayah Viona berdiri di sana dengan wajah tegang. Matanya menatap putrinya dengan kekecewaan yang mendalam.
“Papa?” Viona berbisik, kaget dengan kemunculannya.
Bima melangkah masuk, tatapannya semakin tajam. “Kalau kamu mencintai Enzio, kamu harus menerima segala konsekuensinya! Jika sampai kamu bermain kotor, papa tidak akan segan-segan mengusirmu!”
Viona terbelalak. “Papa! Kenapa jadi memarahiku?”
“Mas! Apa yang kamu katakan!” seru Laras, panik. Jika Bima mengusirnya, mereka akan jadi gembel.
Tapi Bima tidak menjawab. Dia hanya menatap istrinya sebentar, lalu berbalik dan keluar dari ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Ketegangan menggantung di udara. Laras menghela napas dan menatap putrinya. “Biar Mama yang bicara sama Papamu. Oke?”
Viona menggigit bibir bawahnya, tapi akhirnya mengangguk.
Ketika Laras keluar, meninggalkan putrinya sendirian, Viona perlahan berjalan ke depan cermin yang retak.
Wajahnya masih terlihat cantik meski matanya merah karena tangis. Dia menghapus air mata yang tersisa, lalu tersenyum tipis.
Air mata ini tidak lebih dari sandiwara.
Dia tidak akan membiarkan siapapun menghalanginya.
“Sebentar lagi, Zio akan jadi milikku seutuhnya,” gumamnya.
Viona menarik napas dalam dan memandang bayangannya di cermin dengan tatapan penuh tekad. Jika Anna pikir dia bisa mengambil Enzio, maka dia salah besar. Viona akan memastikan gadis itu menyesali hari ketika dia bertemu dengan Enzio.
Dan dia akan melakukan apapun untuk memastikan kemenangan ada di tangannya.
••••••
Enzio duduk di ruang keluarga bersama kedua orangtuanya. Adrian, sang ayah, duduk dengan ekspresi tegas, sementara Kania terlihat sibuk dengan persiapan pertunangan yang akan segera dilakukan.
Bima, rekan bisnis Adrian, baru saja menelpon, mendesak agar pertunangan antara Enzio dan Viona segera dilaksanakan.
“Bima ingin pertunanganmu dengan Viona dilakukan secepatnya. Ini akan menguntungkan bisnis kedua keluarga,” ujar Adrian, menatap putranya dengan penuh ekspektasi.
Enzio hanya diam, menanggapi semuanya dengan dingin. Tidak ada protes, tidak ada keberatan. Dia hanya duduk dengan tenang, membiarkan semuanya berjalan sesuai kehendak orang tuanya.
Kania menoleh ke arah Hana, asisten rumah tangga mereka. “Hana, persiapkan semuanya. Kita hanya punya beberapa hari sebelum pertunangan berlangsung.”
“Tentu, Nyonya,” jawab Hana patuh.
Di sudut ruangan, Anna yang tidak sengaja mendengar pembicaraan itu hanya bisa menarik napas dalam.
Sudah seharusnya dia sadar diri.
Dia dan Enzio tidak akan pernah bisa bersatu.
Anna menggigit bibirnya, menekan perasaan yang bergejolak di dadanya. Tak ada gunanya berharap. Enzio berasal dari keluarga terpandang, dan dia hanyalah seorang gadis biasa.
Dengan perasaan berat, Anna berbalik, berniat meninggalkan ruangan. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang tiba-tiba menarik tangannya dengan kuat.
Anna tersentak. Dalam sekejap, dia telah terpojok ke dinding, tubuhnya terkurung oleh lengan kuat Enzio.
Jarak mereka begitu dekat, dan Anna bisa merasakan nafas hangat pria itu menerpa wajahnya.
“Bagaimana perasaanmu?”
Anna berusaha mengatur nafasnya. “Perasaan apa?” balasnya dingin, menatap mata tajam pria itu.
Enzio tersenyum miring. “Aku akan bertunangan. Kamu tidak marah?”
Anna menahan tawa getir. Dengan tenang, dia mengangkat wajahnya, memberanikan diri menatap langsung ke mata pria itu.
“Untuk apa aku marah?” ujarnya dengan nada tenang. “Kalian memang sudah sepantasnya menikah. Viona berasal dari keluarga kaya, statusnya tentu bisa menaikkan derajat keluargamu. Sementara aku?” Anna tersenyum kecut. “Aku hanyalah gadis miskin yang tidak pantas bersanding denganmu, dan–”
Kalimatnya terputus begitu saja.
Dalam hitungan detik, bibir Enzio telah membungkamnya. Anna membelalak, terkejut dengan tindakan pria itu.
Kenapa Enzio selalu mencium bibirnya tanpa aba-aba?
Ciuman ini tidak kasar, tapi tetap mendominasi. Tidak terburu-buru, tapi cukup kuat untuk membuat tubuh Anna melemah.
Anna ingin menolak, tapi sentuhan hangat itu seolah menciptakan kekosongan dalam dirinya. Dia kehilangan kata-kata, kehilangan akal sehatnya.
Saat Enzio akhirnya melepaskan ciumannya, dia tetap berada dalam jarak yang sangat dekat.
Tatapan matanya lebih lembut, tapi tetap dingin dan misterius.
“Menikahlah denganku,” ucapnya pelan.
Anna membeku. Menatap pria di depannya dengan ekspresi tidak percaya.
“Enzio, apa yang kamu katakan? Jangan bercanda!”
Enzio menelusuri wajah Anna dengan jemarinya, menyentuh dagunya dengan lembut sebelum mengangkat wajah gadis itu agar mata mereka kembali bertemu.
“Aku tidak sedang bercanda. Kamu dan tubuhmu sudah membuatku candu. Aku tidak bisa terus-terusan memperlakukanmu seperti ini tanpa ikatan yang jelas. Aku ingin memilikimu,” bisiknya.
“Ini konyol!” seru Anna.
“Ya anggap saja begitu. Tapi ingat, jika kamu berani pergi dariku, aku akan membuatmu kembali dengan caraku sendiri,” ucap Enzio sebelum melangkah pergi meninggalkan Anna.
Anna menyentuh dadanya. Jantungnya berdebar semakin kencang. Dia tahu, jika dia menerima lamaran ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
“Astaga, aku tidak menyangka dia akan melamarku.” Anna menepuk pipinya sendiri berulang kali.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️