Fandi, seorang mahasiswa jurusan bisnis, memiliki kemampuan yang tak biasa—dia bisa melihat hantu. Sejak kecil, dia sudah terbiasa dengan penampakan makhluk-makhluk gaib: rambut acak-acakan, lidah panjang, melayang, atau bahkan melompat-lompat. Namun, meskipun terbiasa, dia memiliki ketakutan yang dalam.
BENAR! DIA TAKUT.
Karena itu, dia mulai menutup matanya dan berusaha mengabaikan keberadaan mereka.
Untungnya mereka dengan cepat mengabaikannya dan memperlakukannya seperti manusia biasa lainnya.
Namun, kehidupan Fandi berubah drastis setelah ayahnya mengumumkan bahwa keluarga mereka mengalami kegagalan panen dan berbagai masalah keuangan lainnya. Keadaan ekonomi keluarga menurun drastis, dan Fandi terpaksa pindah ke kos-kosan yang lebih murah setelah kontrak kos sebelumnya habis.
Di sinilah kehidupannya mulai berubah.
Tanpa sepengetahuan Fandi, kos yang dia pilih ternyata dihuni oleh berbagai hantu—hantu yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga sangat konyol dan aneh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DancingCorn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 : Senior
Begitu Antonio menghilang sepenuhnya, suasana di dalam rumah itu terasa jauh lebih ringan. Seolah beban yang selama ini menekan dada mereka akhirnya lenyap.
Dimas menghela napas panjang, tubuhnya sedikit goyah karena kelelahan yang menyerang sekaligus. Raka dengan sigap menahan bahunya sebelum dia benar-benar ambruk.
"Pelan, bro. Jangan pingsan dulu," ujar Raka, setengah bercanda.
"Kalau gue pingsan sekarang, biarin aja," gumam Dimas. "Udah kebanyakan mikir otak gue."
Fandi tertawa kecil. "Ayo keluar. Yang lain pasti udah nungguin kita."
Mereka bertukar pandang, lalu serentak melangkah keluar dari rumah itu. Pintu kayu tua itu berderit pelan saat mereka melewatinya, seolah mengucapkan salam perpisahan.
Begitu mereka sampai di luar, Pak Kromo, Mbak Lili, Dek Anis, Parto, Alya, Blue, dan Rinjani sudah menunggu di sana. Begitu melihat mereka keluar, Mbak Lili langsung berjalan cepat mendekati Dimas.
"Astaga, Nak Dimas!" serunya cemas, menatap wajah Dimas yang pucat. "Kamu kelihatan capek banget. Duduk dulu, sini!"
Sebelum Dimas sempat menjawab, Mbak Lili sudah menarik tangannya dan memaksanya duduk di bangku kayu di dekatnya.
"Gapapa, Mbak. Aku masih hidup, kok," kata Dimas lemah.
"Tapi muka lo kayak orang yang abis dihajar setan," sela Raka.
"Secara teknis, gue emang abis diuji sama hantu, jadi nggak salah juga," balas Dimas.
Semua tertawa kecil mendengar itu. Bahkan Pak Kromo pun tersenyum tipis.
"Yang penting Dimas sudah selamat," ujar Pak Kromo tenang. "Kerja bagus, Fandi."
Dek Anis mengangguk semangat. "Aku tahu Kak Fandi pasti bisa!"
Parto menyeringai. "Tentu saja, kalau tidak aku tidak akan sangat ingin mengikutinya."
"Tapi si Dimas pinter amat." Kata Arief tiba-tiba.
Dimas mendelik. "Maksud lo apa, hah?"
"Santai, bro," kata Arief, menepuk punggungnya. "Gue serius. Gue aja nggak paham di banyak pengetahuan umum dan Sejarahnya."
"Kalau itu, sih. Fandi bantuin gue jawab." Kata Dimas dengan tenang.
"Oke, jangan bahas itu. Mending kita pulang." Kata Fandi dengan santai. Dia masih membawa pena antik di sakunya. "Rinjani, tolong."
Rinjani mengangguk, dia melirik Raka dan Arief yang telah kehilangan minat padanya Dengan alis terangkat. "Sepertinya tidak mungkin membuat Fandi tinggal." Gumamnya yang bisa di dengar Blue.
Blue hanya meliriknya sebentar lalu mengabaikannya.
Dengan gerakan anggun, dia melemparkan gelang Baswara. Lalu seperti sebelumnya, udara di sekitar mereka bergetar. Cahaya biru keunguan mulai berputar di depan mereka, membentuk lingkaran bercahaya yang semakin lama semakin besar.
Portal menuju dunia manusia telah terbuka.
Blue melangkah ke depan dan menoleh ke arah mereka.. "Aku akan memimpin jalan."
Mereka semua saling bertukar pandang, lalu serempak mengangguk.
"To, Lo nunggu Blue nyari Lo untuk ke tempat gue. Dan... Rinjani, makasih udah bantuin. Sampaikan salam gue ke ayah Lo." Setelah mengucapkan perpisahan sederhana, Fandi melangkah ke portal.
Satu per satu, mereka melangkah memasuki portal, meninggalkan dunia gaib yang telah menjadi saksi petualangan mereka.
Begitu mereka melewati cahaya portal yang menyilaukan, tubuh mereka terasa ringan, seolah ditarik lembut oleh kekuatan yang tak terlihat. Sensasi aneh itu hanya berlangsung sekejap, dan tiba-tiba...
Mereka sudah berdiri di halaman kos.
Suasana masih gelap, namun ayam jantan mulai berkokok. Udara malam terasa sejuk, dan suara jangkrik mengisi keheningan.
Raka menatap sekeliling, lalu mengerutkan kening. "Tunggu... bukannya kita udah berhari-hari di dunia gaib?" Lalu segera membuka ponselnya.
Arief juga melihat jam di ponselnya dan terkejut. "Gila... ini masih malam yang sama waktu kita pergi."
Alya mendengus. "Jadi selama ini, di dunia manusia cuma satu malam yang lewat?"
Dimas menatap langit dengan wajah kosong. "Gue rasanya udah privat selama berhari-hari."
Mereka semua terdiam sejenak, lalu serentak tertawa.
"Fix, dunia gaib emang nggak ngerti konsep waktu," kata Raka sambil menggelengkan kepala.
Fandi menghela napas dan mengusap tengkuknya. "Udahlah, yang penting Dimas selamat. Sekarang, gue mau tidur."
Dimas langsung mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Makasih karena kalian nggak ninggalin gue." Katanya dengan suara tangis, lalu dia melihat Raka. "Rak, ijinin gue tidur di kamar Lo, ya. Besok gue mau minta cuti kampus terus pulang." Katanya.
Raka juga menyadari kalau Dimas mungkin tidak ingin menyentuh buku untuk beberapa saat dan masih ketakutan. Dia mengangguk tanda persetujuan.
"Kalau gitu, gue sama lo, Fan." Kata Arief dengan bercanda.
Fandi memutar matanya, "kagak." Lalu segera pergi ke kamarnya.
Blue pergi entah kemana sejak mereka kembali. Pak Kromo, Dek Anis dan Mbak Lili juga menghilang. Alya melihat kalau sudah tidak ada keseruan juga kembali ke rumahnya.
Ups... Dia sepertinya masih punya kelas hari ini.
Mereka semua berjalan masuk ke kos dengan perasaan lega. Petualangan di dunia gaib mungkin sudah berakhir untuk sekarang, tapi entah apa lagi yang akan menunggu mereka di masa depan.
Yang jelas, mereka akan tidur dengan tenang.
—————
Keesokan harinya, Raka menemani Dimas untuk mengurus cuti kuliahnya. Melihat kondisi Dimas yang lemah dan terlihat sakit, dosennya langsung menyetujui permintaan cuti selama satu bulan. Lagipula, Dimas termasuk mahasiswa pintar, jadi melewatkan beberapa kelas tidak akan menjadi masalah besar.
Setelah urusan selesai, Dimas kembali ke kotanya bersama Raka untuk beristirahat dan memulihkan diri.
Tiga hari kemudian, Raka akhirnya kembali ke kos. Namun, dia tidak sendirian.
"Fan," panggil Raka, melihat Fandi yang tengah duduk santai di teras. "Kenalin, senior kita. Kenan."
Fandi menoleh dan mendapati seorang pemuda berdiri di samping Raka. "Halo, Bang. Gue Fandi," katanya sambil mengulurkan tangan.
Kenan menyambutnya dengan anggukan kecil, matanya tampak sayu dan kelelahan. "Kenan."
Fandi mengerutkan kening. Aura pemuda itu terasa suram, seperti seseorang yang kurang tidur dan tengah menanggung beban berat.
maaf jika selama ini ada komen aku yg ga berkenan 🙏🙏🙏
cerita dr kak oThor bagus banget, cuma belom sempet buat baca kisah yg lain🙏🙏🙏 so sorry
eh mbak parti kmrn udh belom ya, sama.yg dia berubah punya sayap hitam 🤔...
Fandy dan yg lainnya msh jomblo, emang sengaja ga dibuatin jodohnya ya kak oThor?
kutunggu sll lanjutan ceritanya 😍🙏🙏
pemilik kos biasanya menyimpan rahasia yg tak terduga... apa iya Bu Asti bukan mnausia?
sosok ini berhubungan dg kehadiran dek Anis jg tayangga ...
siapakah sosok itu? apakah musuh Fandy dr dunia goib?
maaci kak oThor
normal nya liat Kunti ga sampai sedetik udh pingsan ato ga kabur duluan 😀 sereeemmm
tp Krn Arif gengnya Fandy jd beda