"Kita putus!"
"putus?"
"ya. aku mau kita menjadi asing. semoga kita bisa menemukan kebahagiaan sendiri-sendiri. aku pergi,"
"Silahkan pergi. tapi selangkah saja kamu melewati pintu itu ... detik itu juga kamu akan melihat gambar tubuh indahmu dimana-mana,"
"brengsek!"
"ya. itu aku, Sayang ..."
***
Bagai madu dan racun, itulah yang dirasakan Eva Rosiana ketika jatuh dalam pesona Januar Handitama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Rosita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
"Beib, gue besok ada acara di Bandung."
Setelah adegan ciuman pasca baikan tadi, Janu dan Eva duduk santai di balkon. Menikmati pemandangan sore.
"Ada acara apa?" tanya EVa tanpa menoleh ke belakang, dimana Janu memeluknya.
"Ulang taun temen. Mau ikut?"
Eva menggeleng, menolak ajakan Janu. Sudah pernah bertemu dengan teman-teman Janu yang lain. Pacarnya ini cukup banyak teman ternyata. Cuma yang paling dekat memang Evan.
"Temen yang mana? Rumahnya emang di Bandung?"
Kali ini janu yang menggeleng, Eva bisa merasakannya karena dagu si Janu menempel di atas kepalanya. "Di Jakarta juga. Tapi mau rayain di Bandung katanya. Ceweknya kuliah disana," terang Janu. "Ikut aja yuk!" ajaknya.
Sebenarnya Janu enggan datang, tapi tidak enak juga karena yang punya acara ini teman di tongkrongan juga. Teman beda kampus tapi sering nongkrong bareng.
Teman tongkrongan yang kenal dari kecil karena orangtua mereka juga berteman. Bisa dikatakan circle nya anak hedon semuanya.
Kali ini Eva menoleh. "Nggak bisa, Janu. Gue ada presentasi besok,"
Sebagai mahasiswa yang di sokong dari beasiswa, Eva tidak bisa mangkir dari tugas seperti anak-anak lain. Tidak bisa sesuka hati bolos atau titip absen.
Dia dituntut untuk belajar dengan benar agar pihak kampus tidak sia-sia berikan bantuan.
Janu mencebik. Sudah ada bayangan jika mengajak pacarnya pasti lebih asyik. Bisa sekalian jalan-jalan mengingat pacarnya ini yang sok sibuk kesana kemari. Yang nugas lah, nyari duit lah.
"Yaudah. Tapi malam ini nginep ya? Gue besok siang berangkatnya,"
"Kenapa harus nginep? Kan berangkatnya masih besok isang?"
"Mau puasin meluk lo. Besoknya kan nggak ketemu,"
"Kan pagi masih bisa ketemu, Jaaan,"
"Enggak mau. Nggak puas ketemu bentaran doang. Pokoknya lo harus nginep. No debat!"
Eva mencebik. Si paling keras kepala dan si paling manja si Janu-Janu ini. Kalau di tolak pasti bakalan ngambek.
"Oke,"
Jawaban Eva membuat Janu tersenyum senang. Semakin mengeratkan pelukannya dan mengecupi pipi pacarnya.
"Acaranya malem?" tanya Eva yang tak risih sama sekali pipinya jadi sasaran Janu.
Sudah biasa dia menerima sikap Janu yang begini. Janu itu love language nya physical touch pakai banget.
"Heum,"
"Lo nginep apa langsung balik?"
"Nginep. Nggak apa kan?"
"Pasti acaranya di club ya?" tebak Eva.
Janu berhenti mengecupi pipi pacarnya. "Iya, di club."
Eva yabg awalanya duduk menghadap depan membelakangi Janu, sekarang berganti posisi menjadi duduk menyamping. Sampai belakang lututnya ada di atas paha Janu. Ingin lebih lekat menatap pacarnya.
"Mabok pasti?"
"Ya namanya minum pasti mabok, Beib. Masa ke club mau nyangkul?" Janu mendengus geli merasa lucu dengan pertanyaan pacarnya.
Eva anggukkan kepala pelan. "Habis mabok terus nggak sadar bungkus cewek? Jadi deh tuh ONS," sarkasnya.
Meski datang dari desa, Eva bukan gadis yang polos-polos juga. Pernah mendatangi tempat yang seperti itu karena ajakan dari Rena. Dan biasanya para anak orang-orang kelebihan duit ini pasti akan party yang berujung tidur dengan cewek-cewek disana.
Apalagi pacarnya Eva ini selain tampan juga bau-bau kekayaan. Outfitnya saja sudah bau duit. Wajar kalau Eva khawatir Janu akan bertingkah sama dengan remaja yang sering dia lihat di tempat penuh musik dan gemerlap lampu itu.
"apa lagi lo sang*an, Jan!" lanjutnya yang semakin tak tenang.
"Hahaha." janu terpingkal sampai kepalanya nyundul-nyundul di lengan Eva.
Berdecak kesal si Eva. Jika dia menunjukkan posesifnya, Janu selalu merespon seperti ini. Coba saja jika kondisinya dibalik, janu yang posesif tapi ditanggapi tawa oleh Eva. Heuh, bisa tantrum tidak jelas si Janu.
"Pacar gue lucu amat sih?"
"Nggak lucu, Jan!"
Melihat wajah pacarnya yang sudah merengut dengan bibir yang mengerucut, Janu hentikan tawanya. Mengecup sekali tapi dengan kuat karena gemas.
"Dengerin, Beib. Gue kesana cuma mau minum doang kok. Nggak sampe mabok banget. habis itu balik hotel--"
"Ck, di hotel lagi nginepnya," gerutu Eva yang memotong ucapan Janu.
"Dengerin dulu, Sayaang."
Ah, gemas sekali Janu jika pacarnya ini merajuk karena cemburu. Janu merasa dicintai dengan sangat oleh gadis ini. Senang sekali rasanya.
Janu pegang pipi pacarnya, bawa untuk menatapnya. "Tempat nginepnya emang di hotel. Tapi gue tidur sendiri dan janji, enggak bakalan bungkus-bungkus cewek. Gue bukan cowok yang murahan gitu, Beib, meski doyan main ke club," kata Janu dengan lembut. "Kalau sampe hotel, kita video call ya?"
Eva tak mau menjawab, tapi bibir manyunnya sudah berganti dengan bibir yang mencebik.
"Lagian ngapain sih, bungkus cewek? Cewek gue lebih cantik dan lebih seksi dari cewek mana pun!" lanjutnya membuat Eva meraup wajah Janu.
"Pret, Jan!" cibir Eva. "Lo sang*an orangnya. Kena alkohol terus di pepet ama cewek bohay, apa enggak geter lo?" tuduhnya yang membuat Janu berdecak tak terima.
"Gue sang*an ama lo doang padahal," elak Janu yang tak bohong.
Sudah sering nongkrong di tempat seperti itu. Memang tak mau menampik jika banyak para betina yang sengaja datang di meja tempat dia berkumpul dengan temannya. Ada yang memang terang-terangan menawarkan jasa, ada juga yang memang berniat mendekatinya.
Ada juga yang tak sengaja berkenalan dan berakhir di bungkus.
Bukan kah sudah biasa tempat seperti itu di isi oleh manusia manusia yang seperti itu?
Teman Janu pun banyak yang tujuannya datang biar bisa celap celup. Tapi Janu tidak begitu, dia datang ke tempat itu memang pyur karena doyan mabok.
Biasanya jika ada perempuan yang datang menggoda, Janu akan diam saja. Karena lirikan tajamnya sudah seperti kalimat pengusiran untuk perempuan penggoda itu.
Janu itu tidak suka menyentuh perempuan sembarangan. Menurut Janu, terlalu mahal tangannya untuk melakukan itu. Terlebih lagi dia sudah punya gadis yang amat teramat dia cintai sekarang.
"Heleh, cangkemmu, Jan, Jan!"
Janu melotot. Jika pacarnya ini sudah mengeluarkan bahasa jawanya, pasti artinya dia sedang mengumpat.
"Ini bandel, ini. Kebiasaan suka ngumpatin pacar sendiri. Minta di hukum, heum?" seru Janu dengan nada gemas dan geregetan.
Kedua tangannya semakin menakan di kedua pipi Eva, membuat bibir pacarnya itu semakin monyong. Lantas di kecupi dengan gemas oleh Janu. Tak puas dengan kecupan, Janu lumat dan berikan gigitan gigitan kecil disitu.
"Janu, ih!" sungut Eva setelah berhasil mendorong dada pacarnya.
"biarin. itu hukuman karena berani ngomong kasar sama pacar sendiri," elak Janu.
"DIh, kaya situ kagak aja. Mulut lo tuh yang lebih kasar kalo gilanya kumat!"
"Oh, minta di hukum lagi rupanya?"
Kali ini bukan ciuman yang Janu berikan, tapi gelitikan di perut Eva. Pacarnya itu sampai tertawa terbahak-bahak dan berseru ampun.
***
Karena menginap di tempat Janu, Eva bangun lebih pagi. Pacarnya itu lebih suka sarapan dengan masakannya katanya.
Eva masak sedikit di lebihkan, sekalian mau bawakan bekal untuk bestinya. Si Ajeng. tadi sudah berkirim pesan dengan Ajeng yang mengatakan akan membawakan sarapan. Kebetulan Ajeng juga ada kuliah pagi hari ini.
Sudah selesai masak, Eva melirik pintu kamar Janu yang masih belum terbuka.
"Pasti belum bangun deh," katanya. Mencuci tangan sebelum menuju kamar pacarnya.
Benar dugaan Eva, sampai dikamar dia melihat Janu yang bertelanjang dada tidur dengan posisi tengkurap. Cuma pakai boxer doang.
Eva geleng-geleng melihat celana jeans panjang dan kaos tadi malam yang di pakai Janu tergeletak di lantai. "Kebiasaan cowok banget," gerutunya yang sudah memungut pakaian Janu, lalu meletakkan ke keranjang kotor.
Fyi, meski menginap tapi mereka tidurnya di kamar yang berbeda ya. Satu kamar di apartemen ini sudah seperti kamar Eva sendiri karena seringnya dia menginap.
Eva masih waras untuk tidak nina ninu tanpa ada ikatan yang halal. Kalau soal kiss kiss mah, ya sudah lah ya, dia manusia biasa yang tak luput dari dosa. Anjay.
Eva buka gorden warna abu, membuka jendelanya membuat kamar ini lebih terang karena cahaya mentari yang masuk.
"Jan, bangun!" Eva duduk di tepi ranjang, menggoyang-goyangkan lengan Janu. "Jadi anterin gue ke kampus nggak?"
"Januuu!!" sedikit berteriak, karena pacarnya ini bisa mendadak budek kalo sudah tidur. Susah dibangunkan.
"eungg," Janu hanya menggeliat dan malah mengambil bantal untuk menutup telinganya.
"Jan, kalo lo nggak bangun. Gue pulang sendiri deh!"
Eva bisa mendengar suara decakan dari pacarnya.
"Lima menit lagi, Beib," kata Janu dnegan suara serak khas orang baru bangun.
"Nggak ada. Lo tidur aja deh, nggak papa. Gue udah masak, dimakan ya nanti. Gue balik dulu," baru mau berdiri, tangannya sudah di cekal oleh Janu.
Menyeringai si Eva, tadi dia hanya pura-pura. Ternyata berhasil ancamannya untuk membangunkan Janu.
Janu memutar badan untuk tidur terlentang, wajahnya meringis terkena sinar mentari. Mengerjap pelan, lantas mengucek matanya sendiri.
"Jam berapa sih ini?" tanyanya.
"Jam setengah 7," jawab Eva. Bibirnya tersenyum melihat wajah pacarnya yang tetap tampan meski baru bangun.
Janu berdecak lagi, tangannya menarik lagi tangan Eva membuat gadis itu jatuh di pelukannya.
"Jan!"
"Masih ada waktu. Bentar, Beib. Ngumpulin nyawa dulu," jawab Janu yang matanya kembali terpejam karena merasa nyaman memeluk pacarnya. "Wangi banget lo, Beib. Makin demen gue,"
Eva terkekeh. Kepalanya mendonga ingin kembali memandang wajah si pacar yang guanteng itu.
Meski matanya terpejam, tapi Janu bisa merasakan jika Eva sedang memandanginya. Kepalanya sedikit menunduk sebelum matanya terbuka lagi.
"Gitu banget natapnya," kata Janu yang sudah bertemu tatap dengan Eva. "Ganteng ya gue?"
Eva mencebik dan mencubit pipi Janu. "GR banget. Ada belek tuh dimata lo!"
Tangan yang memeluk punggung Eva, dilepaskan oleh Janu. Tangan itu terangkat, ujung telunjuknya menyentuh ujung mata. Lantas dilihat oleh Janu ujung telunjuknya yang memang benar ada belek dari matanya.
Dengan santai ujung telunjuk itu ia usapkan ke lengan Eva, membuat gadis itu memekik tak terima.
"Januuu. Jorok bego!" tuh kan, Jan. Misuh-misuh pacarmu.
Janu terkekeh, "HAAHH" isengnya bertambah, dengan sengaaj dia berikan napas pagi harinya didepan wajah Eva.
Memang tidak terlalu bau karena Janu rajin gosok gigi dan membersihkan giginya ke Dokter. Tapi ya tetap saja ada aroma-aroma khas baru bangun.
"Anjir! JIGONG LO JANU!"
Makin terbahak Janu. Tangannya kembali mendekap Eva yang sudah mau kabur. Sekarang si Janu malah berikan hujan kecupan di seluruh wajah Eva.
Begini kalo udah akur mereka.
kak kenapa ga di fizo aja sih novel ini..