Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.
Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.
Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Album Foto
Ruang kerja Kolonel Pratama masih terasa asing bagi Kinanti. Meski sudah beberapa minggu berlalu sejak kemunculan mengejutkannya - setelah bertahun-tahun dianggap telah meninggal - dia masih belum terbiasa dengan kehadiran kakek Reza ini. Dinding-dinding ruangan dipenuhi foto-foto tua, medali, dan berbagai memorabilia militer yang menceritakan sejarah panjang perjuangan keluarga mereka.
"Masih sulit dipercaya Kakek ada di sini," kata Reza pelan, seolah membaca pikiran Kinanti. "Selama ini kami mengira..."
"Maafkan Kakek," Kolonel Pratama tersenyum sedih. "Bersembunyi selama puluhan tahun bukanlah keputusan mudah. Tapi itu perlu dilakukan untuk melindungi kalian semua."
Kinanti menatap foto besar di dinding - foto dua orang pria muda dalam seragam pejuang kemerdekaan. "Itu kakek buyut kami?"
"Ya," Kolonel Pratama mengangguk. "Ayahku dan kakek buyutmu, dua sahabat seperjuangan. Mereka berjuang bersama untuk kemerdekaan, dan persahabatan itu berlanjut sampai anak-anak mereka."
Dia mengambil sebuah album foto usang dari laci mejanya. "Seperti aku dan Kartika."
"Bibi Kartika," Kinanti mengoreksi lembut. "Kakak nenek."
"Benar. Dia selalu memintaku memanggilnya 'Mbak Tika', meski usianya beberapa tahun di atasku," Kolonel Pratama tersenyum mengenang. "Kami tumbuh bersama, Kinanti. Keluarga kita begitu dekat... sampai malam itu."
Dia membuka album foto itu perlahan. Halaman demi halaman menampilkan potret kebahagiaan dua keluarga yang begitu erat: piknik bersama di Kaliurang, perayaan lebaran, upacara militer. Di setiap foto, selalu ada Kartika dengan senyum riangnya, sering berdampingan dengan Kolonel Pratama muda.
"Lihat ini," Kolonel Pratama menunjuk sebuah foto. "Ini pesta ulang tahunku yang ke-20. Kartika yang mengorganisir semuanya."
Dalam foto itu, Kartika tampak cantik dalam kebaya hijau, tertawa sambil menyodorkan kue pada Kolonel Pratama muda yang tersenyum malu-malu.
"Kalian... dekat sekali ya, Kek?" tanya Reza hati-hati.
"Sangat," jawab sang kolonel, matanya menerawang. "Dia seperti kakak perempuan yang tidak pernah kumiliki. Selalu melindungiku, membimbingku... sampai akhirnya dia harus melindungi sesuatu yang lebih besar dari persahabatan kami."
Dia membalik ke halaman terakhir album. Foto yang ada di sana membuat Kinanti dan Reza terkesiap - foto yang menangkap momen Kartika menyerahkan sebuah bungkusan pada ayah Kolonel Pratama, sehari sebelum menghilangnya.
"Ayahku tidak pernah menceritakan apa isi bungkusan itu," kata Kolonel Pratama. "Tapi malam itu, aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka. Kartika menangis, memohon pada ayahku untuk menjaga 'dokumen-dokumen' itu dengan nyawanya. Keesokan harinya... dia menghilang. Begitu juga dokumen itu."
"Dan kakek buyutku mengira keluarga Pratama yang bertanggung jawab?" tanya Kinanti lirih.
"Ya. Sementara ayahku yakin ada pengkhianat di keluargamu yang membocorkan keberadaan dokumen itu. Perpecahan tidak terelakkan. Dua sahabat seperjuangan... berakhir dalam kecurigaan dan kebencian."
"Tapi tunggu," kata Reza, yang sedang mengamati foto-foto lain dengan seksama. "Ada sesuatu di foto-foto ini. Lihat sudutnya..."
Kinanti mendekat. Di setiap foto, tercetak angka-angka kecil yang nyaris tak terlihat.
"Koordinat," bisik Kinanti. "Kartika meninggalkan petunjuk di setiap foto!"
"Dan lihat polanya," Reza mengeluarkan notes-nya, mencatat setiap koordinat. "Mereka membentuk semacam rute."
"Yang berakhir..." Kolonel Pratama menunjuk koordinat di foto terakhir, "di suatu tempat yang sangat spesial bagi Kartika."
"Itukah alasan Kakek muncul kembali sekarang?" tanya Reza. "Karena waktunya sudah tepat untuk mengungkap semuanya?"
Kolonel Pratama mengangguk berat. "Rekan-rekan lamaku mulai menghilang satu per satu. Mereka yang tahu tentang dokumen itu... dibungkam. Aku tidak bisa bersembunyi lebih lama. Kalian harus menyelesaikan apa yang Kartika mulai."
"Tapi bagaimana dengan pengkhianatnya?" tanya Kinanti cemas.
"Masih ada di sekitar kita," kata Kolonel Pratama serius. "Mungkin lebih dekat dari yang kita kira. Karena itu..." dia menatap Kinanti dan Reza bergantian, "kalian harus sangat berhati-hati dengan siapa yang kalian percaya."
Reza secara naluriah menggenggam tangan Kinanti, membuat Kolonel Pratama tersenyum tipis.
"Kalian mengingatkanku pada diriku dan Kartika dulu," katanya lembut. "Selalu bersama menghadapi bahaya. Tapi ingat: kadang musuh terbesar adalah orang yang paling dekat dengan kita."
Setelah pertemuan itu, dalam perjalanan pulang, Kinanti tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Reza... menurutmu kenapa Kolonel Pratama bersembunyi selama ini? Kenapa baru muncul sekarang?"
Reza terdiam sejenak. "Entahlah. Tapi kurasa... dia merasa bersalah. Pada Kartika, pada keluargamu... dan mungkin ada sesuatu yang dia sembunyikan untuk melindungi kita semua."
Ponsel Kinanti bergetar - pesan dari Arya tentang temuannya di balik lukisan Pangeran Diponegoro. Reza melirik nama pengirim pesan itu, rahangnya mengeras.
"Kita harus memberitahu yang lain soal koordinat ini," kata Kinanti hati-hati.
"Ya," Reza mengangguk. "Tapi Kinanti..." dia berhenti melangkah, menatap gadis itu serius. "Berjanjilah satu hal: apapun yang terjadi, kita hadapi ini bersama. Seperti Kartika dan kakekku dulu."
Kinanti tersenyum, menggenggam tangan Reza lebih erat. "Aku janji."
Di kejauhan, radio tua di kamar Kinanti kembali berdetak dalam kode morse:
SEJARAH BERULANG. JAGA HATIMU, NAK. PENGKHIANAT TIDAK SELALU TERLIHAT SEBAGAI MUSUH.
aku selalu suka sama orang yang yg jago menempatkan diksi dalam tulisan, jadi suka sama narasinya gak monoton
Penyampaian katanya bagus, alurnya apalagi😭
susah ditebakkk, daebak!!
Semangat update ya thor! Awas aja kalo sampe hiatus lagi😭