Anak Sultan Milik CEO

"bunda" panggil Fajri lembut ketika melihat Fajira terlelap di atas kasur. Padahal baru saja mereka mengobrol, tetapi ibu muda itu sudah terlelap setelah mematikan sambungan telefonnya.

Mata Fajri berkaca-kaca melihat keadaan wanita yang paling ia cintai. Perlahan ia mengganti bajunya dengan pakaian santai yang pastinya ia melakukan itu dengan pelan agar tidak mengganggu tidur sang ibunda ratu.

Setelahnya ia mencuci tangan kaki dan wajah, tak lupa mengunci pintu kembali sebelum naik ke atas tempat tidur. Fajri menatap Fajira dengan lembut, perlahan air matanya jatuh karna sudah tidak mampu lagi untuk membendung emosi yang sudah ia tahan sekuat tenaga.

Pria kecil itu belum pernah mendapati ibundanya terbaring sakit seperti ini, sehingga kondisi Fajira saat ini sangat membuatnya terpukul dan juga bingung karna tidak tau harus berbuat apa.

Perlahan Fajri mengganti kain kompres yang tergeletak di dahi Fajira. Dengan masih menahan isaknya Fajri meletakkan kembali kain itu di kepala yang masih terasa panas. Sungguh ia sangat takut jika Fajira sakit dan akan pergi meninggalkannya sendirian.

"hiks.... hiks..." Isakan itu semakin terdengar pilu, sehingga membuat Fajira terbangun dari tidur dan terkejut ketika mendapati anak kesayangannya tengah menangis tersedu saat ini.

"sayang, aji kenapa nak?" tanya Fajira dengan suara seraknya dan terdengar sangat panik.

"hiks bunda...." ucapnya memeluk Fajira erat.

"kenapa sayang? ada yang jahat sama Aji? beri tahu Bunda nak. Ngomong sama bunda" ucap Fajira semakin panik dengan berbagai macam spekulasi negatif.

Apa yang sudah di lakukan bajing*n itu? apa dia tau siapa Fajri?.

"Bunda jangan sakit-sakit Aji gak mau di tinggal sendiri"

huh....

"Bunda gak papa sayang, Bunda hanya butuh istirahat nak" ucap Fajira mendesah lega.

"apa kita berobat saja Bunda?" ucapnya manatap manik mata sang Ibunda.

"Bunda sudah berobat nak. Aji sudah makan sayang?"

"sudah Bunda, tadi di suapi sama om Irfan"

deg...

"iya nak?" ucap Fajira terkejut

"iya Bunda. Apa Bunda sudah makan?"

"belum nak, Bunda belum makan"

"hiks... padahal aku makan enak disana, tapi disini bunda belum makan " Fajri kembali tersedu.

"sudah gak papa sayang, Bunda memang belum mau makan, sebentar lagi Bunda makan nak. Sudah ya Bunda gak papa, Bunda masih disini menemani Fajri" ucap Fajira mengelus lembut tubuh kecil itu.

"hiks... Aji sayang Bunda, jangan tinggalkan Aji bunda"

"Bunda gak akan meninggalkan Aji nak, Bunda di sini sama Aji terus"

"Bunda harus cepat sembuh, jangan sakit-sakit" ucapnya masih terisak

"iya nak, do'akan Bunda biar cepat sembuh ya"

"iya Bunda"

Mereka masih saling berpelukan melepaskan emosi yang masih terasa satu sama lain, hingga Fajri terlelap di dalam pelukan badan yang masih terasa panas itu. Perlahan Fajira membaringkan Fajri di atas tempat tidur dan membelai kepalanya lembut

Bunda yang harusnya takut kalau Aji akan di bawa sama Ayah nak, Bunda belum siap untuk di tinggal sama Aji. Bunda sayang kamu lebih dari apapun, walaupun nanti Aji membenci Bunda jika tau bagaimana kejadian hingga Aji ada di dunia ini. Maaf kan Bunda belum bisa memberitahukan kamu masalah ini sayang. Bunda mencintai kamu dengan seluruh jiwa dan raga bunda.

muach...

Fajira mengecup pelan pipi dan kening Fajri agar anak kecil itu tidak terjaga dalam tidurnya.

tring... tring...

📩 from Om Irfan.

"Fajri, kalau Bunda sudah sehat nanti beri tahu kepada om ya, biar kita bisa bertemu lagi nak. Ah iya mesin cuci Aji sudah terjual 2500 unit dan mesin ginset 1700 unit. Sepertinya Aji akan menjadi miliarder dalam beberapa hari nak.

Semoga kerja sama kita menghasilkan lebih banyak lagi ya nak. Biar Aji bisa membelikan Bunda rumah seperti yang aji ceritakan aamiin. Titip salam untuk bunda"

Begitu pesan yang di baca oleh Fajira dari Irfan yang dikirim melalui ponsel Fajri. Ibu muda itu cukup terkejut dengan total produk yang sudah terjual.

Apa sebanyak ini? padahal ini belum ada dua jam mesin itu launching. Tuhan apa anakku akan menjadi sultan setelah ini. Bathin Fajira meringis.

Fajira menatap Fajri yang sudah terlelap, sungguh saat ini ketakutan terbesarnya adalah kehilangan Fajri. Apalagi perusahaan pria gila itu sudah di pindahkan ke kota tempatnya menetap.

Apa yang harus aku lakukan agar tidak bertemu dengan mereka lagi. Bathinnya frustrasi dan menjambak rambut panjangnya.

Perlahan air mata mengalir indah di pipi mulus itu, Fajira menahan isak tangis agar tidak membangunkan putra sematawayangnya. Sungguh ia sangat tidak sanggup untuk kehilangan pangeran kecil yang sudah ia lahirkan dengan susah payah.

Tuhan apa yang harus aku lakukan hiks... jangan pisahkan aku dengan anakku, hanya dia yang aku punya tuhaan hiks.

Tangisnya semakin dalam sehingga Fajira memilih untuk segera menuju ke kamar mandi dan mencoba untuk meredam tangisnya. Sambil mencuci wajah, Fajira memijat sedikit bagian bawah mata agar tidak terlihat sembab dan menjadi bahan pertanyaan bagi Fajri nanti.

Setelah selesai, ia melihat ponselnya yang sedari tadi tergeletak di atas meja belajar Fajri. Matanya membola melihat pesan masuk dari kontak yang tidak tersimpan dalam ponselnya.

📩 from +628*********

"Perusahaan induk sudah pindah ke kota kalian dan saat ini kalian menjadi semakin dekat. Saya berharap banyak dengan kamu Fajira, jangan sampai kalian bertemu atau tuan Irfan akan membunuh saya jika tau kita sudah bertemu beberapa bulan yang lalu.

Bagaimana caranya terserah kamu saya tidak bisa berbuat banyak karna kalian sangat dekat, hanya saja belum bertemu, saya harap kamu lebih cerdas dari sebelumnya.

Jangan membalas pesan ini!"

Begitu isi pesan yang di kirim oleh seseorang dan di pastikan jika orang itu adalah Ray. Seolah di timpa oleh bumi, kepala Fajira semakin terasa berat dan berdenyut membaca pesan tadi. Sebelum kembali berbaring, ia menghapus pesan tersebut agar tidak bisa di baca oleh Fajri nanti.

Perlahan ia berbaring di atas tempat tidur dan meletakkan sebelah tangannya di atas kepala seraya berfikir apa yang harus ia lakukan untuk selanjut.

Aku yang salah, seharusnya aku tidak memberikan Fajri izin untuk bekerja sama dengan mereka. Apa yang harus aku lakukan aaarrghhhhh!!!.

Mustahil jika aku tidak bertemu dengan dia, secara perusahaannya tidak jauh berada dari sini, dan Fajri? mereka pasti akan kembali bertemu.

Fajira menatap Fajri dan mengelus kepalanya lembut.

Sepertinya aku harus mempersiapkan mental dan hati, apapun yang terjadi nanti aku harus mempertahankan Fajri apapun caranya, jangan sampai bajing*n itu mengambil anakku. Iya Fajri anakku hanya untukku dia milikku. Bunda akan melakukan Apapun untuk Fajri nak. Jangan pergi dari Bunda barang sedikitpun dan Bunda tidak mengizinkan itu. Batinnya berdialog tegas.

Fajira sudah bertekad akan melakukan apapun untuk Fajri dan masa depan mereka nanti. Ia tidak ingin anak yang sudah ia besarkan dengan susah payah di rebut begitu saja, walaupun oleh Ayahnya sendiri.

💖💖💖

TO BE CONTINUE