NovelToon NovelToon
Not Life In A Dream

Not Life In A Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cintamanis / Model / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Salsa Salsa

Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.

----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku

masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.

" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33

BAB 33

Bukan seperti ini sebenarnya pertemuan yang kuinginkan tapi mau bagaimana lagi semesta sudah berkehendak untuk aku bertemu dengannya. Mungkin juga untuk mentamatkan lagi pandangan kita tentang hidup ini. Atau malah semakin memperkeruh keadaan hubungan ini yang masih jauh dari kata stabil dalam pelayarannya.

*******

Dia ada disini, di hadapanku. Tersenyum simpul yang entah membuat hatiku tersayat.

Oh Tuhan, begitu banyak sekali dosaku pada makhlukmu itu. Sebanyak apakah luka yang kutorehkan untuknya Tuhan. Pasti sakit sekali rasanya.

Sedang aku disini memilih acuh tak peduli. Sekedar menanyakan kabarnya pun tak pernah. Padahal itu adalah kewajibanku walaupun dimulutnya terucap kata ikhlas.

Aku tak sanggup untuk sekedar mendongakkan kepala. Air mata deras berderai tak diminta. Tapi mulut ini tak mampu untuk hanya sekedar menjawab salamnya.

Kami terdiam cukup lama dan aku yakin pasti penyebapnya adalah kebungkamanku ini tentunya. Aku yang takut untuk sekedar berucap sepatah kata. Dan dia pastinya pun sedang menunggu tentang reaksiku atas kemunculannya.

Apakah pertemuan kami kali ini bukanlah waktu yang tepat. Tapi tak mungkin Tuhan menakdirkan hal itu terjadi kalau bukan dari kehendakNya pun juga pastinya beralasan.

Setelah satu bulan lebih mereka berada disini. Dengan gosip para santri putri yang tiada habisnya membicarakan mereka semau itulah yang menjadi sumber informasiku selama ini. Mengetahui apa yang sedang dia kerjakan dan lain sebagainya. Tapi begitu egois untuk selalu menghindar setiap kali hampir saja kami akan bertemu walau pun itu hanya berpapasan saja pun aku akan berusaha untuk segera pergi entah kemana.

Huh. Helaan nafasku yang begitu dalam akhirnya berani keluar.

“Ok”. Kata pertama yang keluar dari kami berdua setelah keheningan beberapa saat.

Dia menarik nafas dalam. Sedikit kuberanikan diri untuk melihatnya walau masih seujung penglihatanku. “Aliya kau baik?”. Itu dia.

Pertanyaannya padaku. Aku harus menjawabnya kali ini. Harus itu.

*******

( Pov Dipta )

Mungkin seharusnya aku tak memaksakan diri untuk bertemu dengannya. Tanggapan pertama kali dirinya mendengar suaraku saja sudah menjawab semuanya. Dia belum siap bertemu denganku itu yang kutangkap dari gestur tubuhnya itu.

Tapi nyatanya kita tak sempat untuk berbincang. Bahkan pertanyaanku saja hanya dijawab dengan anggukan saja olehnya.

Saat aku akan memberikannya pertanyaan lagi sekedar untuk bertanya kabarnya. Ayah mengintrupsi kami. Yah beliau bilang mbah kiai ingin bertemu dengan kami berdua yang tentunya berbarengan. Berhubung semua muhibbin sedang beristirahat.

Sekarang kami sudah berada disini. Di ruang keluarga ndhalem. Dimana ternyata sudah ada abah kiyai dan juga bu nyai juga yang mendampingi mbah kiai.

Sebenarnya pertemuan seperti ini pun entah kenapa sudah membuatku senang tak terkira. Padahal seharusnya aku marah bukan atau paling tidak sebal lah dengan apa tanggapan yang kuterima. Tapi ini sama sekali tak ada rasa itu. Apa aku sudah mulai gila kali ini.

Ayah masuk terlebih dahulu di ikuti olehnya baru setelahnya aku.

Duduk di sofa bersampingan dengan ayah tapi tidak dengannya. Dia memilih untuk duduk sopan di bawah sana sambil menundukkan kepala.

“Nak duduklah di atas. Jangan kau berada di situ”. Kata mbah kiai yang juga sebagai perkataan pertama yang terucap setelah kami semua berada di sini.

Dia berdiri. Duduk di sofa tunggal yang tersisa. Dengan tetap tertunduk tak merubah gesturnya sama sekali.

Entah apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Yang pasti aku senang dia berada di dalam radar jangkauan penglihatanku. Melihatnya walaupun dia belum mau berinteraksi denganku. Tak apa asalkan dia ada disini aku senang.

“Sudah berapa lama nak disini?”. Tanya mbak kiai kepadaku.

“Sudah satu bulan mbah”. Jawabku tegas.

“Walah udah lama toh ternyata”. Kata mbah kiai sambil tertawa ringan. Membuat suasana yang semula tegang sedikit mencair. “Aliya”. Panggil mbah kiai tegas. Setelah sebelumnya tertawa lepas.

“Dhalem mbah”. Jawabnya lirih dengan posisi yang masih sama sedari tadi. Apa tak pegal kah lehernya itu. Aku pun tak tahu.

“Piye iki. Ana suami ne nok kene ki?”. Iyu kata mbah kiai yang sejujurnya aku tak tahu apa artinya.

“Mboten mbah”. Jawabnya yang membuatku penasaran.

Gelak tawa terngiang lagi tak keras memang tapi semakin membuatku penasaran dengan apa yang ditanyakan oleh mbah kiai. Bahkan tak hannya mbah kiai saja yang tertawa tapi juga dengan ayah pun abah juga ibu nyai.

Ah sialan kenapa aku harus tak faham bahasa mereka kali ini. Memang tawa mereka tak keras bukan pula sampai terbahak- bahak hal itu sangat- sangat membuatku penasaran setengah mati. Pun dengan apa yang di ucapkan olehnya pula.

Pertemuan itu benar- benar diisi penuh dengan bahasa yang kutahu itu adalah bahasa jawa. Mereka akan mengganti bahasa yang digunakan apa bila mereka ingin membahas sesuatu denganku. Tapi sejujurnya selain tentang bahasa ini. Ada yang sedikit membuatku bertanya- tanya.

‘Apakah abah dan ibu nyai sudah tahu sebelumnya tentang hubungan ini’.

Sari saat pertama kali kami masuk tak ada raut terkejut yang tercipta dari keduanya. Pun juga tak ada raut menyelidik atau pun tak suka dari beliau berdia.

Disini lebih banyak pertanyaan dilontarkan kepadanya. Entah tentang apa itu. Akan kutunggu sampai semua ini selesai dan akan kuberanikan diri ini bertanya langsung dengan orang yang bersangkutan untuk menjelaskan apa saja yang dibahas disini saat ini. Jangan sampai aku menjadi sosok penasaran karena terlalu lama memendam rasa kepo yang sayangnya belum bisa tersalurkan saat ini.

Huh. Jujur saja aku sudah mulai lelah. Sudah semakin larut tapi aku belum tahu akan sampai kapan ini berlangsung. Mana aku pun tak berani untuk sekadar melihat handphone.

Entah sudah selama apa aku kurang tahu . Tapi pada akhirnya ayah menyenggolku dam memberi isyarat. Beliau mulai beranjak dan menuju ke arah mbah kiai untuk bermusafahah pada beliau lalu pindah kepada abah yang berada di dekat mbah kiai. Aku tahu maksudnya itu. Aku diminta untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh ayah barusan.

Saat aku mulai mencium tangan mbah kiai. Beliau mengusap pundakku lembut. Aku sedikit terentak Kaget tapi berusaha untuk terlihat biasa saja.

“Jadilah kepala keluarga yang bisa bertanggung jawab. Jadilah keluarga yang selalu penuh kasih kepada istri dan juga keturunanmu nanti. Jangan pernah sekalipun kau mengangkat tanganmu itu untuk menyakiti istrimu. Nasihati dia bila dia keliru. Beri tahu ia bila kamu merasa apa yang dia lakukan itu tak sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Muliyakanlah istrimu bagaimana pun keadaannya. Walau pun jika dia tak secantik pertama kali kau lihat. Walaupun dia tak semolek seperti banyak sekali wanita di luaran sana. Tapi percayalah bahwa. Kamu adalah yang pertama dalam segala hal baginya. Dan ingatlah bahwa dia telah mengorbankan banyak sekali hal hanya untuk mendampingi dirimu, membersamaimu hingga tua nanti. Yang akan selalu berada disisimu dalam keadaan susah lagi senangmu. Ingatlah hal itu baik- baik anakku”.

Tanpa terasa setetes air mata ini jatuh. Apakah ini sebuah restu yang bahkan tak akan pernah bisa terulang untuk kedua kalinya. Bukankah seharusnya aku senang dengan hal ini.

1
Nurul Awula
kak kenapa belum up kk
Nurul Awula
up lagi dong tor ♥️
Nurul Awula
penasaran banget udah ini cerita kamu bikin nagih tor ♥️🤭
Nurul Awula
tor ayo up dong tor😌
Nurul Awula
masih tetap menunggu tor ♥️😊
sabil: ok tunggu ya kak🫶🫶🥰🥰🥰
total 1 replies
sabil
malam ya kak ya.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶
Nurul Awula
aku selalu menunggu nya tor sehari sampe tiga kali cek hp udah up atau belum ♥️🤭
Nurul Awula
up dong tor cinta banget sama alur ceritanya ♥️
sabil: sabar ya kak
total 1 replies
Gái đảm
Nggak percaya aku bisa habisin baca cerita ini dalam sehari!
Yusuo Yusup
Bikin terinspirasi.
sabil: makasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!