Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Bunga Untuk Istriku.
Ketukan di pintu membuat Kalila menyudahi atifitasnya di dapur, dia membuka pintu dan mendapati Noe sudah berdiri di depannya dengan pakaiannya yangg formal seperti biasaa.
"Loh, Noe?"
"Selamat pagi, Nona."
"Iya pagi." Kalila celingukan melihat ke belakanng Noe. "Kamu naik apa ke sini?"
"Oje online, Nona."
"Ojek?" Kalila melebarkan kedua matanya. Belum lepas keterkejutan Kalila yang tahu Noe datang dengan setelan formalnya menggunakan ojek online, Arlen muncul di belakang Kalila menyapa Noe dan meminta sesuatu yang dipesannya pada Noe.
Noe kemudian memberikan satu paper bag kepada Arlen.
"Apa itu?" Kalila spontan bertanya.
"Pakaiann kerjaku."
"Jadi, kamu minta Noe datang ke sini naik ojek dengan setelan jas begini cuma untuk antar pakaian?" tanya Kalila dengan nada tak percaya.
"Iya." jawab Arlen santai. Kemudian berlalu untuk masuk ke dalam kamar.
Kalila akhirnya mempersilahkan Noe masuk dan menawarinya sarapan. Tapi, Noe menolak dengan sangat sopan. Dia juga membungkuk ketika bertemu dengan Bunda. Sampai Bunda harus menepuk punggung Noe agar tidak perlu sampai membungkukkan tubuhnya sampai sembilan puluh derajat begitu.
"Seharusnya kamu ga perlu datang." kata Kalila seraya menyajikan secangkir teh manis hangat.
"Terima kasih, Nona."
"Ini bekal untuk makan siang Arlen. Dan ini untukmu. Kamu pasti juga belum sarapan, kan? Jadi ini bisa kamu makan di kantor."
Noe terkejut karena dirinya juga dibuatkan bekal sarapan oleh Kalila. Matanya hanya menatap haru bekal yang diberikan Kalila tanpa menggerakkan tangannya untuk mengambilnya.
"Apa kamu ga akan menerima pemberianku? Itu namanya ga sopan, tau."
"Terima saja, No." Arlen tiba-tiba nyeletuk. Dia datang dengan setelan jasnya yang baru dan harum. Rambutnya sudah tersisir sangat rapi. "Istriku memang sebaik itu. Jadi jangan heran."
Mendengar ucapan Arlen malah membuat Kalila kaget dan melepaskan kotak bekal untuk Noe, beruntungnya respon motorik Noe sangat cepat, sehingga dia bisa langsung menangkap kotak itu dengan pendaratan yang aman.
"Hati-hati, La." Tegur Bunda.
"Eh, iya, iya, maaf." ucap Kalila canggung.
Apa dia bilang tadi? Istri? Kalila membatin.
"Ya sudah, kalo sudah siap. Berangkat sekarang saja dari pada nanti kena macet." kata Bunda mengingatkan waktu dan jarak.
"Iya Bunda. Aku berangkat dulu." Arlen menyalimi tangan Bunda. Begitu pun dengan Noe yangg diberikan kode oleh Arlen agar melakukan hal yang sama.
"Kalila juga ikut sekalian saja dengan Arlen ke kedai." ujar Bunda.
"Eh, nanti saja Bun. Nanti Kalila bisa naik ojek, lagian ini masih terlalu pagi untuk ke kedai." Sahut Kalila buru-buru.
"Biasanya kamu kalo dari rumah kita, jam segini udah berangkat ke kedai, La?" Arlen menimpali.
Eh, apa tadi dia bilang, rumah kita? Lagi-lagi Kalila membatin.
"Oh, itu karena jarak dari apartemen ke kedai lebih jauh dari pada dari rumah Bunda ke kedai."
Arlen mengangguk mengerti.
"Ya sudah, aku berangkat duluan, ya. Nanti aku kirim supir saja untuk mengantarmu."
"Ehhh, ga perlu-ga perlu!" Kalila menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah.
"Ih, kamu ini gimana sih, punya suami perhatian kayak gini kok malah nolak." Bunda menepuk bahu Kalila.
Dan Kalila hanya bisa senyum kikuk.
"Tapi beneran ga usah, Ar. Jarak dari sini ke kedai lumayan deket, lebih cepat kalau naik ojek." kata Kalila kepada Arlen. Bunda hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, tapi nanti hati-hati, ya." kata Arlen dengan senyuman dan belaian singkat yang lembut di kepala Kalila.
Seketika itu juga Kalila membeku.
"Aku berangkat dulu, ya." Arlen pamit kepada Kalila.
"La!" Bunda menyenggol lengan Kalila. "Itu suami mu sudah mau berangkat kerja, biasanya mencium tangan suami kalo suami lagi mau menjemput nafkah."
Entah dari mana datangnya suara jangkrik yang terdengar cukup nyaring di gendang telinga Kalila, tapi pada akhirnya Kalila meraih tangan Arlen untuk dia cium punggung tangannya.
Ada perasaan canggung, tapi ada juga perasaan aneh yang menjalari dada Kalila.
"Oh, tunggu sebentar." Arlen dengan sangat tiba-tiba seperti teringat sesuatu. Dia bergegas menuju mobil dan menambil sesuatu dari dalam mobilnya. Saat Arlen kembali ke hadapan semua orang, apa yang dibawanya cukup membuat Bunda dan Kalila menganga karena tercengang.
"Ini bunga untuk istriku." Satu buket bunga yang cantik itu diberikan dengan iringan senyum menawan dari Arlen.
"Maaf agak sedikit layu, harusnya kemarin aku berikan ke kamu di kedai, tapi karena perjalanan ke sana kemari yang macet, aku jadi lupa."
"Cie...cie... Mbak Lila dapat bunga." Kirei nyeletuk lucu.
"Oh, eh, b-bunganya cantik. M-makasih." Mau tak mau Kalila menerima bunga itu dengan canggung.
Sumpah, ini adalah kali pertama dalam hidupnya. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apakah dia harus memeluk Arlen? Atau, sebuah ucapan terima kasih sudah cukup? Astaga, Kalila benar-benar tidak tahu!
"Aku berangkat ya."
Kalila hanya mengangguk dengan menyembunyinkan setengah wajahnya dibalik buket bunga yang dipeluknya.
* * *
Noe sangat memaklumi jika Arlen tidak sempat memeriksa dokumen yang kemarin dibawanya pulang, tapi seorang Arlen menyempatkan membelikan sebuket bunga untuk seorang wanita rasanya terlalu ajaib. Padahal, dulu saat masih bersama Miranda, Arlen selalu menyuruh Noe yang membelikan bunga dan dikirim dengan jasa kurir untuk Miranda.
"Kalau ada yang mau kamu tanya, katakan saja." ujar Arlen tanpa melihat Noe. Matanya fokus kepada dokumen yang tengah diperiksanya.
"Saya hanya..." Noe terdengar ragu.
"Katakan saja."
"Kenapa Tuan tidak menyuruh saya untuk mengirimkan bunga ke Nona Kalila, seperti ketika bersama Nona Miranda? Maaf jika pertanyaan saya lancang."
"Aku ga mungkin menyuruhmu atau menggunakan jasa kurir untuk mengantarkan bunga itu kepada istriku. Harus aku sendiri yang memberikannya." jawab Arlen tanpa ragu.
Noe mengangguk. Sebenarnya ada pertanyaan lagi, tapi dia cukup tahu batasan.
Namun bibir Arlen tersenyum. Dia mengulangi satu kata di dalam kepalanya. Istriku.
Entah kenapa, mengakui Kalila sebagai istrinya membuat sesuatu berdesir lembut di dalam dadanya. Dan dia suka itu.
.
.
Bersambung.
terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️
Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻