Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LAGI?
Akhirnya pagi hari pun tiba. Shavinna sudah berusaha berangkat lebih pagi, namun ternyata teman-teman nya yang lain sudah datang duluan. Bahkan Seanna yang biasa nya berangkat terlambat, ternyata ia sudah tiba di sekolah lebih dulu. Dari gerbang saja Shavinna bisa melihat teman-teman nya yang sengaja menunggu Shavinna. Seanna, Riki, Evan, Sebastian, dan Jackson sudah menunggu Shavinna.
“Glori mana?” tanya Shavinna yang kebingungan.
“Maka nya itu, kami semua nungguin kamu sama Glori. Biasa nya kan Glori berangkat nya pagi terus. Ini malah belum datang,” balas Seanna yang gelisah.
“Jovan kemana? Kenapa kalian ga nanya Jovan,” sahut Shavinna
“Dia juga belum dateng. Aneh banget mereka. Masa mereka ga berangkat hari ini?” jawab Sebastian.
“Memang kejadiannya gimana sih? Tadi malem aja Jovan masih nge chat aku kok,” ucapan Jackson membuat semua orang terkejut.
“Hah? Kok bisa sih? Gue udah coba ngehubungi Jovan malah no nya ga aktif,” timpal Sebastian.
“Lagian kemarin kamu kemana aja? Kok baru nongol sekarang?” tanya Shavinna yang penasaran.
“Kemarin kan aku latihan. Cuma hp ku lowbat jadi ga bisa ngabarin kalian,” jelas Jackson.
“Huh, paling ngebucin sama Naureen,” celetuk Seanna.
“Udah, kita harus mikirin Glori sekarang,” timpal Shavinna.
Tiba-tiba Naureen menghampiri mereka dengan wajah panik.
“Kanapa, Nau?” tanya Jackson yang khawatir.
“Glori mana? Dia di cariin sama wakepsek,” jawab Naureen yang masih mengatur nafas.
“Kaya nya Glori ga berangkat deh,” sahut Sebastian dan Seanna langsung memberikan tatapan tajam.
“Aduh, kalau gitu kalian semua ikut ke kantor. Ini genting banget,” ucap Naureen yang bertambah panik.
“Ada apa sih sebenar nya? Kok kamu panik gitu?” tanya Shavinna yang kebingungan.
“Kalian jangan kasih tahu siapa-siapa ya? Bu Rika meninggal dan mayat nya ada di lapangan belakang. Mana di taruh nya deket semak-semak gitu,” mendengar penjelasan Nauren membuat Shavinna dan teman-teman nya terkejut.
“HAH, BENERAN?” teriak Seanna yang terkejut.
“Kali ini siapa yang ngelakuin?” tanya Riki yang syok.
“Maka nya para guru nyariin Glori sama kalian. Mending kalian ikut sama aku dulu deh, biar dijelasin guru disana.” Naureen langsung pergi dan disusul yang lain nya.
Saat tiba di depan ruang guru, tempat itu terlihat sangat tertutup. Bahkan Naureen harus mengetuk berkali-kali agar di respon. Akhirnya ada yang membukakan pintu, namun muka nya nampak asing bagi Naureen dan yang lain nya. Orang itu menyuruh Naureen bersama yang lain untuk segera masuk. Suasana di dalam sana sangat lah suram. Mereka langsung di arah kan keruang kepala sekolah. Dan di sana sudah banyak guru-guru yang berkumpul dengan wajah yang pucat.
“Glori, di mana anak itu?” tanya wakil kepala sekolah yang terlihat panik.
“Dia ga berangkat, Pak. Dari tadi teman-teman nya juga udah nungguin,” balas Naureen yang tampak putus asa.
“Bener kan? Kalian ga berusaha nyembunyiin dia kan?” ucap wakil kepala sekolah dengan raut wajah curiga.
“Buat apa kami nyembunyiin Glori? Lagian kenapa anda nyari nya Glori? Anda kira dia yang ngelakuin semua ini?” balas Seanna dengan tatapan tajam.
“Ini udah jelas lah. Semalem dia yang ada di lapangan belakang kan,” jawab wakil kepala sekolah dengan ketus.
“Kami juga di sana. Tapi ga ada tuh hal-hal aneh,” sahut Shavinna yang mulai kesal.
Mendengar ucapan Shavinna membuat wakil kepala sekolah tertegun. Ia ingin membalas Shavinna, namun ia takut malah orang tua Shavinna yang akan berkunjung kesini.
“Bener? Kalau gitu kalian semua harus di cek,” timpal seorang perempuan yang tampak asing bagi Naureen dan lain nya.
“Cek aja, kami ga salah kok,” ucap Seanna yang langsung memberikan tas nya pada perempuan itu.
“Bukan saya yang nge cek. Tapi guru kalian sendiri,” jawab perempuan itu.
Naureen dan teman-teman nya di cek oleh guru yang berbeda. Sial nya Seanna harus di cek oleh guru yang ia benci. Semua nya berjalan dengan lancar. Bahkan tak ada kecurigaan apa pun yang terlihat. Namun tiba-tiba saja terdengar suara tamparan yang sangat nyaring. Ternyata itu berasal dari tamparan Seanna pada guru yang mengecek nya itu. Dengan mata yang berkaca-kaca Seanna memberikan tatapan jijik pada guru nya itu.
“Kenapa, Seanna?” tanya Sebastian yang langsung menjauh kan Seanna dari guru nya itu.
Shavinna, Naureen, Riki, Jackson, dan Evan langsung menghampiri Seanna. Seanna tampak ketakutan dan langsung menangis di pelukan Shavinna.
“Kenapa Sean? Cerita sama aku,” ucap Shavinna yang khawatir.
“ADA APA INI?” bentak wakil kepala sekolah.
“Dia ga sopan sama aku, Shavinna. Aku takut,” jelas Seanna dengan sesegukan.
Mendengar hal itu membuat semua orang merasa kesal dengan guru itu. Sebastian yang tak bisa berpikir jernih langsung memukul guru itu tanpa ampun. Untung saja Sebastian bisa ditahan oleh Riki dan Evan. Meski agak sulit menghentikan nya. Wajar saja Sebastian semarah itu dengan guru yang kurang ajar pada Seanna.
“Jangan nangis lagi Seanna, ada aku disini. Kamu ga usah takut ya?” ucap Shavinna yang berusaha menenangkan Seanna.
“Apa-apa an ini, Pak? Ini sudah di luar batas kan?” sahut Evan yang merasa kesal.
“Mungkin ini cuma kesalah pahaman. Kan kita bisa omongin baik-baik,” jawab wakil kepala sekolah yang panik.
Guru itu di hajar sampai pingsan oleh Sebastian. Karena kondisi nya sudah sangat kritis, ada guru yang berusaha menghubungi polisi. Namun Naureen langsung merebut hp guru itu tanpa basa-basi.
“Ini yang anda bilang di bicarakan baik-baik? Kalian sengaja ya? Menelpon polisi untuk menuntut balik Sebastian? Kalau kalian berani, kami juga tidak akan segan memberitahu kan soal mayat ini,” ancaman Naureen di anggap remeh oleh guru-guru disana.
“Ini memang kesalahan anak bandel itu. Kalian yang ada di sini jangan harap bisa membocorkan soal mayat ini,” ancam balik wakil kepala sekolah.
“Pak? Anda mau orang tua saya mampir kesini? Kalau sampai mereka tahu, mungkin semua guru yang ada disini akan di tuntut oleh Ayah saya,” sahut Shavinna dengan nada ketus.
“Soal itu akan berbeda. Bukti nya sudah jelas bahwa Sebastian yang memukuli guru nya sendiri,” tampak nya wakil kepala sekolah Shavinna yakin akan menang kai ini.
Tiba-tiba saja Riki mendekati wakil kepala sekolah itu. Ia berbisik sesuatu dan langsung membuat wakil kepala sekolah pucat. Setelah berbisik, Riki langsung memberikan senyum karir nya. Tampak nya yang di bisikan oleh Riki itu berhasil membuat wakil kepala sekolah sangat ketakutan.
“Jadi gimana? Ayo kita telfon polisi sekarang. Sebelum guru sialan itu mati,” ucap Riki dengan raut wajah mengejek.
“Ah, ga usah. Kita urus si brengsek ini nanti. Saya minta maaf ya nak Seanna atas kelakuan bawahan saya yang kurang ajar,” pinta wakil kepala sekolah sambil membungkuk.
“Kenapa anda yang minta maaf. Orang sialan itu seperti nya masih sadar. Kenapa tidak dia saja yang minta maaf?” timpal Riki yang belum puas.
Padahal guru itu sudah tak berdaya lagi dan dia baru saja sadar dari pingsan nya. Namun wakil kepala sekolah langsung menyeret nya dan menyuruh nya bersujud di depan Seanna. Seanna bahkan tak berani melihat guru gila itu karena ia merasa sangat trauma. Mungkin mudah untuk meminta maaf, namun bagaimana cara menghilang kan trauma Seanna yang akan membekas seumur hidup nya? Sebastian yang masih kesal membenturkan kepala guru berkali-kali ke lantai. Tentu nya ini terlihat sadis, namun wakil kepala sekolah tak bisa melakukan apa pun. Selama ia menuruti ke inginan Riki, hidup nya akan baik-baik saja.