Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
"Iya. Dimana tempatnya?" Arnav keluar dari kantornya dengan buru-buru tapi tiba-tiba ada yang menabraknya hingga membuat ponsel yang dia pegang terjatuh. Dia menatap seorang gadis yang memakai seragam putih abu itu mengambil ponsel miliknya yang terjatuh.
"Maaf," ucapnya. Dia menatap Arnav tanpa bicara apapun. Kedua mata itu terlihat mengembun.
"Ada apa?" tanya Arnav. Entah mengapa dia merasa tidak asing dengan wajah itu. Dia seperti merasakan kesedihan yang tersirat dari sorot matanya.
"Kamu temannya Arvin? Apa Arvin yang suruh kamu ke sini? Dia memang usil sama teman perempuannya. Kamu pulang saja, ini sudah sore." Arnav kembali berbicara di ponselnya sambil berjalan menuju mobilnya meski sebenarnya dia masih penasaran kenapa gadis itu melihatnya dengan tatapan nanar.
"Iya, saya ke sana sekarang." Buru-buru Arnav masuk ke dalam mobilnya.
"Pak Arnav." Vita akan menyusul Arnav tapi ditahan oleh satpam.
"Ada perlu apa? Pak Arnav sangat sibuk. Kalau ada kepentingan, buat janji dulu."
Vita hanya terdiam. Dia berjalan pelan menghampiri Shaka yang masih menunggunya. Dia merutuki dirinya yang sangat bodoh, selalu tidak bisa menanyakan hal-hal yang ingin dia tanyakan. Baik pada Arvin maupun papanya.
"Kenapa nangis?" tanya Shaka.
Bukannya berhenti, Vita semakin menangis terisak. "Entah semua ini memang kenyataan atau hanya cerita fiktif."
"Vita, jangan menangis. Nanti dikira gue ngapa-ngapain lo."
Vita mengambil tisu di dalam tasnya lalu menyusut air matanya agar berhenti mengalir. Dia duduk di pinggir jalan sambil menatap kosong jalanan yang penuh dengan kendaraan itu.
"Vita, jangan melamun di sini nanti lo kesambet." Shaka turun dari motornya dan duduk di sebelah Vita. Dia mengambil permen rasa mint lalu dia berikan pada Vita. "Rasa dan aroma mint-nya bisa buat lo tenang."
Vita mengambil permen itu lalu membukanya dan memakannya. "Kita baru kenal, mungkin Kak Shaka anggap aku cewek yang aneh, tapi terima kasih sudah memberi tahu nama papanya Arvin dan mengantarku ke sini."
Shaka tersenyum kecil mendengar ucapan yang tulus dari Vita. "Iya, gue juga baru kali ini bertemu cewek kayak lo. Lo itu unik, tapi gue bisa merasakan tekad lo yang kuat."
"Kak Shaka masih saudara sama Zeva?" tanya Vita setelah gemuruh di dadanya mereda.
"Iya, kita saudara sepupu. Zeva itu kasar jadi lo maklum saja kalau sewaktu-waktu dibentak sama dia. Tapi dia itu sangat baik. Dia bisa berteman dengan siapa saja. Kalau tiba-tiba Zeva cerita tentang gue dan bilang gue cowok playboy, jangan percaya meskipun itu memang benar." Shaka tersenyum menggoda Vita. Semakin dia melihat wajah Vita, dia semakin berasumsi jika Vita memang adik Arvin.
Senyum kecil itu kembali terukir di bibir Vita. "Jadi Kak Shaka itu playboy, pantas saja."
"Iya, meskipun playboy tapi gue gak mau menyakiti hati cewek. Kalau mereka terluka itu berarti diluar kesengajaan. Hmmm, semakin gue lihat wajah lo, lo semakin terlihat mirip dengan Arvin. Lo memang adiknya Arvin yang terpisah kan?" Shaka terus memandang wajah dengan mata sembab itu.
"Kak Shaka percaya dengan cerita fiktif seperti itu?"
"Percaya gak percaya sih. Arnav, Arvin, Arvita. Ya, teka-teki ini sepertinya akan gue pecahkan. Saatnya gue akan menjadi detektif."
Senyum Vita semakin mengembang. Baru sehari bertemu Shaka tapi beban di hatinya seperti terbagi. "Aku gak punya petunjuk apapun. Bisakah semua kebetulan ini memang benar adanya?"
"Maybe. Memang lo gak punya foto ayah lo?"
Vita menggelengkan kepalanya. "Mama sama sekali tidak menunjukkan foto Papa, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Tapi aku tahu kisah mereka dari novel karangan mama sendiri. Saat aku tahu nama Kak Arvin dan melihat wajahnya, aku punya feeling yang kuat. Tapi entahlah kalau semua ini memang hanya kebetulan saja."
"Jadi seperti itu. Lo berpegang pada novel mama lo untuk mencari keberadaan Papa lo."
Vita menganggukkan kepalanya. "Mama dan Papa berpacaran sejak SMA. Dulunya Papa seorang ketua geng motor. Banyak kejadian di saat mereka masih SMA, hingga membuat mereka putus nyambung. Tapi akhirnya mereka menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Saat Mama mulai bergabung di perusahaan penerbit, timbullah kesalahpahaman. Mama dituduh selingkuh dan akhirnya bercerai tanpa tahu Mama hamil. Muncullah aku, yang dibesarkan seorang diri oleh Mama."
"Kisah nyata?"
Vita menganggukkan kepalanya. "Di novel itu tertulis kisah nyata tapi Mama selalu bilang kalau itu hanyalah fiktif dan cara menarik minat pembaca."
Shaka terdiam beberapa saat. "Anak geng motor ya? Ternyata Arvin tak jauh berbeda dari bokapnya."
"Memang Kak Arvin anak geng motor? Aku dengar Kak Arvin murid teladan. Dia kan juga ketua OSIS."
"Aha, ada satu rahasia besar yang hanya gue ketahui. Sepertinya lo bertemu orang yang tepat seperti gue."
Vita semakin antusias ingin mengulik rahasia besar itu. "Rahasia apa? Cerita dong?"
"Belum saatnya lo tahu. Gue bisa dibunuh sama Arvin kalau rahasia ini bocor."
"Ih! Lebay. Memang Kak Arvin psycho." Beberapa saat kemudian ponselnya berbunyi. Vita segera mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan dari mamanya. "Iya, hallo, Ma. Iya, sebentar lagi aku pulang. Maaf Ma, aku keasyikan ngobrol sama teman baru."
Setelah mematikan panggilannya, Vita berdiri. "Aku mau pulang dulu, Kak. Terima kasih hari ini."
Tiba-tiba Shaka mengambil ponsel Vita dan memasukkan nomor whatsapp-nya. "Kalau ada apa-apa lo hubungi gue ya. Gue siap membantu lo selama 24 jam."
Setelah selesai mengirim pesan ke nomornya, Shaka memberikan kembali ponsel itu. Dia beralih mengambil ponselnya dan menyimpan nomor Vita. "Cantik." Dia tersenyum melihat foto profil Vita tanpa kacamata dengan rambut yang tergerai dan tersenyum manis. "Benar-benar mirip kayak Arvin, tapi versi mungil."
"Ih! Tinggiku 158 cm. Masih bisa tinggi lagi."
"Oh ya? Arvin dan gue tingginya 178 cm. Lo tetap mungil." Shaka memakai helmnya lalu menaiki motornya. "Ayo, gue antar!"
Vita akhirnya naik ke boncengan Shaka, lalu motor itu melaju menuju rumah Vita.
...***...
Siapa gadis itu? Mengapa tatapan matanya terus terbayang-bayang. Gadis itu mirip sekali dengan Arvin.
Arnav terus memikirkan gadis yang tiba-tiba menghampirinya di depan kantornya.
Mungkin saja habis patah hati ditolak Arvin lalu menemui aku seperti gadis-gadis sebelumnya.
Arnav menarik napas panjang lalu membuangnya. Dia melonggarkan dasinya sambil menatap jalanan malam hari itu. Tiba-tiba ada yang menyalip mobilnya dengan kencang. Dia tahu motor dan plat nomor itu.
"Arvin? Dia mau kemana? Mengapa dia berpenampilan seperti itu?"
Arnav mengikuti motor Arvin hingga dia berhenti di suatu tempat.
"Geng motor? Band? Jadi selama ini Arvin membohongiku."
💕💕💕💕
Komen jangan lupa. 😁