Trisha Adalah gadis yang tinggal di sebuah desa di australia, keluarganya sangat ketat dengan pergaulannya, ia bersama sepupunya Freya hanya di perbolehkan bekerja dirumah dan membantu pekerjaan rumah, bahkan ia tidak di perbolehkan untuk bekerja atau pun kuliah. Sampai di suatu ketika Freya membawa kabar bahagia pada Trisha bahwa ia akan menikah dengan seorang lelaki yang berasal dari ibu kota. Kedua keluarga membuat perjodohan itu, dan semuanya mulai di sibukan untuk acara pernikshsn, namun tanpa disangka-sangka Trisha bertemu dengan seorang lelaki tampan di sebuah toko kue. Pandangan mereka berdua bertemu, Trisha hanya memandang lelaki itu biasa saja, namun tidak dengan lelaki rupawan bernama Adrian, yang ternyata lelaki yang akan di jodohkan dengan Frey.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Purpledee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33. perasaan yang tidak pernah berubah -END
6 Tahun kemudian
Salju awal musim dingin turun dalam bentuk serpihan halus yang menari-nari di udara. Para orang tua berkumpul di depan sekolah kanak-kanak untuk menjemput anak-anak mereka di akhir pekan. Satu persatu seorang guru mengeluarkan anak-anak yang sudah di jemput oleh orang tuanya. Namun di saat semua orang sudah pergi di jemput oleh orang tua mereka masing-masing, seorang gadis kecil dengan rambut berkepang hanya diam seorang diri di kelasnya, sesekali gadis itu menghapus air matanya karena tidak ada orang yang menjemputnya. Seorang guru mencoba menenangkannya.
“Quinn? Orang tuamu pasti menjemputmu, kau tidak perlu khawatir.”
Gadis kecil itu menggeleng “Tidak ibu guru, papa dan mama tidak memiliki waktu untuk menjemputku sekolah.”
“Baiklah, bagaimana kalau kita tunggu di ruangan ibu, kita bermain sambil menunggu seseorang datang untuk menjemputmu. Jika nanti tidak ada yang datang, ibu guru sendiri yang akan mengantarkanmu pulang.”
Quinn tersenyum, lalu di tuntun pergi ke sebuah ruangan. Guru tersebut mendudukan Quinn di sebuah kursi, dan di depannya sudah tersedia beberapa mainan yang berwarna-warni, dan mereka mulai bermain.
“Quinn, kau menyukai mainan ini?” tanya sang guru menunjuk kearah boneka dengan baju berwarna hijau. “Mn, aku suka. Warna merah adalah warna ke sekaanku.” kata Quinn. Guru itu terdiam beberapa saat mendengar jawaban Quinn. Lalu guru itu mengambil beberapa barang dengan warna biru, hijau, dan merah. Ia meminta Quinn untuk menyebutkan warna dari masing-masing barang itu, namun semua jawaban Quinn salah, dan guru itu menyimpan kecurigaan jika Quinn mengalami buta warna.
...○○○...
Guru itu mengantarkan Quinn pulang pada akhirnya, dan ia sempat terperangah melihat rumah tinggal Quinn yang benar-benar mewah. Guru itu di sambut oleh Esme, dan mempersilahkan masuk.
“Maaf sudah merepotkan anda.” kata Esme. Sambil duduk berhadapan dengan guru itu. “Tidak apa-apa. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Saya bukan guru dari kelas Quinn tapi, saya memiliki sesuatu yang harus saya pastikan.”
“Silahkan,”
“Apa anda mengetahui jika Quinn mengalami buta warna?”
Esme mengernyitkan keningnya. “Buta warna? Itu tidak mungkin, di keluarga kami tidak ada yang buta warna juga, bahkan kedua orang tuanya juga tidak buta warna.” Kata Esme. Guru itu tersenyum getir “Itu hanya dugaan saya, jika anda berkenan, anda lebih baik mengeceknya ke rumah sakit. Hanya untuk memastikannya saja.”
“B-baik, kami akan mengeceknya nanti, terima kasih.”
Setelah itu guru itu pun pergi. Dari kejauhan Esme memperhatikan Quinn yang sedang bermain dengan Alice. Gadis kecil itu benar-benar malang. Di saat usianya satu tahun Adrian memilih untuk menceraikan Anna, dan Anna meninggalkan Quinn begitu saja. Keluarga tidak ada yang tau kemana Anna pergi, dan sampai detik ini tidak ada yang tau Anna dimana.
Quinn tiba-tiba berlari ke arah Esme lalu memeluknya. “Nenek, kapan kita pergi menemui kakek buyut lagi? Aku merindukannya.”
“Kita harus membicarakannya dengan ayahmu dulu.”
“Ayah belum pulang?”
“Sebent-”
Tiba-tiba mereka terdiam ketika mendengar suara pintu terbuka. “Itu pasti ayah.” Quinn segera berlari, dan benar saja itu Adria yang baru saja pulang. “Ayah…” Quinn berteriak girang memeluk kaki Adrian, dan adrian langsung menggendongnya sambil mengecup pipinya beberapa kali. “Wah, anak ayah kenapa bersemangat sekali?”
“Aku senang karena… hari ini ibu guru mengantarku pulang.”
Adrian langsung menoleh pada Esme. “Ada yang harus kita bicarakan.” ujar Esme. Adrian mengecup Quinn lalu menurunkan Quinn dari gendongannya. “Apa kau bisa bermain dulu dengan Bibi Alice, ayah akan bicara dulu dengan nenek.”
“Baik ayah.”
Quinn kembali berlari menghampiri Alice yang tidak jauh ada disana.
“Ada apa?” tanya Adrian.
“Gurunya menduga jika Quin mengalami buta warna.”
“Buta warna? Bagaimana bisa?”
“Ibu juga tidak tau, lebih baik kita periksa saja untuk memastikannya.”
...○○○...
Dubai.
Dari hingar bingar dan mewahnya kota dubai, mungkin Trisha yang hanya menyukai kedamaian. Berkas-berkan yang menumpuk menjadi teman sejatinya setiap hari, dan kesendirian udah menjadi hal biasa dalam enam tahun terakhirnya. Adrian sering mengunjuginya, namun tidak ada yang bisa merubah perasaannya.
Tidak ada yang lebih penting dari pada pekerjaan baginya. Bahkan di saat semua orang berlibur, ia hanya menghabiskan waktunya di apartemen dengan menonton film atau bahkan berolah raga, semua ia lakukan sendiri.
Satu minggu berlalu, kini ia kembali menikmati hari liburnya seperti biasa. Namun entah kenapa Sore itu ia tertarik untuk pergi kesebuah taman. Ia bejalan kaki menikmati sore yang luar biasa di taman yang luas itu, melihat orang-orang yang menikmati waktu akhir pekan mereka bersama keluarga. Trisha mengakhiri langkahnya di sebuah kursi taman, ia memasukan kedua tangannya kedalam coatnya lalu duduk, sesaat ia melihat pada sebuah keluarga yang tengah bermain bersama anak mereka, Ada rasa iri dalam hatinya, kenapa ia tidak bisa memiliki keluarga yang utuh.
Trisha menghela nafas panjang sambil menutup matanya. “Trisha…”
Seseorang tiba-tiba memanggilnya entah dari mana, ia berusaha mencari asal suara itu, dan bari arah kanan, ia melihat Adrian yang tengah berlari ke arahnya. “Adrian?” gumam Trisha. Adrian berlari dan langsung memeluk Trisha. “Aku sudah mencarimu kemana-mana tadi. Aku sangat merindukanmu.” Kata Adrian.
“Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba datang?” tanya Trisha sambil melepaskan pelukannya. Adrian tersenyum lebar lalu mengecup kening Trisha singkat. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan.” Trisha meradarkan penglihatannya kesekitar taman. “Kau tidak membawa Quinn?”
“Dia dan ibu pergi ke Amerika untuk menjenguk kakek.”
“Mn, apa yang ngin kau bicarakan?”
Adrian menyodorkan sebuah amplop pada Trisha. Trisha mengambilnya dan melihat Adrian sekilas. “Apa ini?”
“Bukalah, dan baca dengan teliti.”
Trisha membuka amplop itu dengan Seksama. Tiba-tiba Trisha membungkam mulutnya dengan berderai Air mata. “B-bagaimana bisa ini…”
“Aku tidak pernah sekali pun curiga jika Quinn bukanlah anakku. Tapi pada akhirnya kebenaran akan membuktikannya sendiri. Quinn mengalami buta warna, yang biasanya di wariskan oleh orang tua ke anaknya, tapi kau tau aku dan Anna tidak buta Warna, dan saat itu aku langsung mengajukan Tes DNA, dan ini hasilnya.”
Trisha langsung menutup wajahnya dan menangis, Adrian langsung menarik Trisha kedalam pelukannya. “Aku tau, aku memang memiliki kesalahan besar padamu, yang sulit untuk di maafkan. Tapi aku benar-benar mencintaimu Trish. Tidak ada yang pernah berubah dengan perasaanku padamu. Mungkin memang dulu aku ini bodoh, tapi aku menyesali semua yang sudah aku lakukan. Aku ingin memiliki keluarga yang utuh dengan mu Trish.” lirih Adrian.
“Maafkan Aku Adrian.”
Adrian memeluk Trisha dengan erat, ia sudah menunggu momen ini terlalu lama. Adrian tidak pernah sekali pun mundur di saat Trisha sudah mulai acuh padanya, namun sekali lagi ia tersadar karena memang ia bersalah atas semua ini, karena ego dan kebodohannya. Ia hidup dalam kebohongan dan mengurus seorang anak yang bukan darah dagingnya, dan ia tidak tau dimana Anna sampai sekarang ini, bahkan ia juga tidak ingin tau dimana Anna sekarang ini.
Setelah mereka memutuskan untuk kembali membangun hubungan mereka lagi, untuk memiliki keluarga yang utuh, cinta yang baru dan lebih kuat kembali tumbuh. Dan mereka berdua memutuskan secara resmi dan secara hukum untuk mengadopsi Quinn sebagai anak mereka.
...TAMAT...
...♡♡♡...
Hai buat kalian para readers setia, terima kasih banyak🙆♀️ sudah ngikutin cerita ini dan suport cerita ini. Maafkan kalau masih ada kalimat yang Typo dan ceritanya yang garing ya🙏.
SAMPAI JUMPA DI CERITA BARU SELANJUTNYA. TERIMA KASIH 🤗🤗🤗
💜I LUV Y💜