Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beda kamar
"Ngomong-ngomong kalungmu bagus. Aku belum pernah melihatnya? Apa itu baru? Dan liontinnya? Apa itu cincin?"
Glek...
Delvia meneguk ludahnya dengan kasar, tiba-tiba tenggorakannya terasa sangat kering. Delvia menyentuh kalung berliontin cincin yang terpampang secara tak sengaja saat dia membungkuk mengambil sendok. "Sudah lama kok, aku baru sempat memakainya mas!" jawaban Delvia tak sepenuhnya bohong karena hadiah tersebut memang sudah Dikta siapkan sejak lama.
"Sepertinya sangat spesial? Apa itu pemberian dari orang yang kau cintai?" seolah memercikan api di atas minyak tanah, Dikta sengaja memberikan pertanyaan konyol tersebut kepada Delvia.
"Bukan!" tegas Delvia seraya menutupi kegugupannya. "Aku sudah kenyang, kalian lanjutkan saja!" Delvia beranjak dari duduknya, meninggalkan ruang makan dan pergi ke kamarnya.
Sementara itu Dikta menahan senyum seraya menatap kepergian Delvia, dia tau betul jika gadisnya tengah merasa gugup. Selepas kepergian Delvia, kedua kakak beradik itu pergi ke ruang kerja, membahas masalah investasi.
"Mas, boleh numpang ke kamar mandi?" ujar Dikta.
"Kamar mandinya ada di bawah tangga!"
Kata Wira kamar mandinya berada di bawah tangga, tapi kini Dikta sedang berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kamar Delvia dan Wira berada. Tiba-tiba saja Dikta penasaran dengan kamar mereka. Dikta berdiri di depan kamar yang dia anggap sebagai kamar utama. Sejenak, pria itu tampak ragu, namun akhirnya dia memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. "Kemana dia?" ucap Dikta bermonolog saat tak menemukan Delvia di kamar tersebut. Dikta begitu lancang, tanpa permisi dia masuk ke dalam kamar yang dia yakini sebagai kamar Wira, terlihat dari beberapa dekorasi dan foto yang terpajang di dalamnya. "Tidak ada tanda-tanda dia tidur disini?" ujar Dikta saat melihat hanya ada satu bantal di atas ranjang. Dikta mengulas senyum, rasanya melegakan karena tak melihat barang-barang Delvia berada di kamar tersebut.
Dikta melanjutkan room tour ilegalnya, dia ingin tau dimana Delvia tidur selama ini. Hanya ada satu ruangan yang belum Dikta periksa, dia yakin Delvia berada di dalamnya. Dikta mengetuk pintu beberapa kali, dia harus memastikan jika tebakannya benar.
"Ada apa ma...?" Delvia menggantung kalimatnya, gadis itu terkejut melihat Dikta berdiri di depan kamarnya. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Delvia setengah berbisik, takut Wira mendengar suaranya dan memergoki mereka berdua.
"Apa ini kamarmu?" Dikta tak mengindahkan pertanyaan Delvia, pria itu justru melemparkan sebuah pertanyaan.
"Cepat pergi mas!" usir Delvia dengan tegas.
"Jawab dulu, apa ini kamarmu?" ulang Dikta dengan nada memaksa dan tatapan mengintimidasi.
"Ya! Puas kan, sekarang cepat pergi!"
Dikta mengulas senyum, seketika tatapannya melembut. Entah apa yang pria itu pikirkan, tiba-tiba suasana hatinya membaik. "Good night sweet heart," ucap Dikta seraya mengusap rambut Delvia.
Dengan cepat Delvia menepis tangan Dikta, dia tak ingin memperkeruh keadaan. Cukup kecerobohannya hari ini karena tak menyembunyikan hadiah dari Dikta dengan baik. "Dasar gila!" umpat Delvia setelah Dikta pergi.
Gila? Ya, sepertinya Dikta memang sedikit tidak waras. Beberapa hari yang lalu suasana hatinya sangat buruk dan pagi ini dia terlihat sangat bahagia. Bahkan Bagas sampai mengusap matanya berulang kali, tak percaya saat melihat Dikta menyapanya dengan senyuman. Bagas mengekori Dikta ke ruangannya, kebetulan hari ini mereka berada di klinik.
"Apa ada kabar bagus? Kamu terlihat sangat senang hari ini?" tanya Bagas saat tak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
Bukannya menjawab, Dikta malah mengeluarkan dompet dan memberikan beberapa lembar uang kepada Bagas. "Selimutmu hilang, belilah yang baru!"
"Hilang? Bagaimana bisa hilang? Aku menyuruhmu mengambilnya di laundry, tapi kenapa malah kamu hilangkan?" cecar Bagas dengan wajah kesal karena selimut tersebut merupakan selimut favoritnya.
Dikta menghela nafas, dia kembali mengeluarkan uang dari dompetnya. "Apa ini cukup?"
Bagas menatap lembaran uang di tangan Dikta, jika di hitung jumlahnya mungkin sekitar tiga juta rupiah. "Tapi itu selimut favoritku!" keluhnya dengan wajah sedih.
"Ya sudah kalau tidak mau!" Dikta hendak memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet, namun secepat kilat Bagas menyambar uang tersebut.
"Aku tidak bilang kalau aku menolaknya!" ucap Bagas seraya mengantongi uang tersebut sebelum Dikta berubah pikiran. Masa bodo dengan selimut favoritnya yang harganya tak sampai lima ratus ribu. "Oh ya, hari akan ada anak baru, seorang perawat!"
Sungguh kebetulan, baru saja Bagas membahasnya dan anak baru tersebut sudah berada di depan ruangan Dikta. Karena pintunya tak tertutup, perawat baru itu bisa melihat Dikta dan Bagas secara jelas. "Permisi, apa boleh saya masuk?"
Bagas dan Dikta menoleh bersamaan, perawat baru itu lalu masuk ke dalam ruangan Dikta setelah mendapat izin dari empunya.
"Selamat pagi dok," sapa perawat itu dengan sopan. "Perkenalkan, nama saya Hera, saya perawat yang baru saja bergabung dengan klinik Family Health Care," sambungnya memperkenalkan diri.
"Hallo Perawat Hera, selamat bergabung. Saya Bagas, Dokter Spesialis Anestesi!" jawab Bagas dengan bangga memperkenalkan nama serta gelarnya.
"Hallo Dokter Bagas, mohon bimbingan anda!"
"Selamat bergabung," ujar Dikta dengan wajah datar. "Bagas sudah menjelaskan semua prosedurnya kan? Saya harap anda bisa bekerja sesuai prosedur klinik ini!"
"Baik dok, mohon bimbingan dan kerja samanya!"
"Hm. Kalian boleh keluar!" usir Dikta tanpa ragu.
Bagas dan perawat bernama Hera itu segera keluar dari ruangan Dikta, kesempatan tersebut Bagas gunakan untuk mengajak Hera berkeliling klinik.
"Sudah lama menjadi perawat?" tanya Bagas basa-basi.
"Belum lama dok, baru sekitar tujuh tahunan," jawab Hera ramah.
"Lumayan lama ya!"
"Hm. Oh ya dok, apa saya boleh tanya sesuatu?"
"Ya, katakan!"
"Apa Dokter Dikta sudah memiliki kekasih?"
Bagas cukup terkejut mendengar pertanyaan Hera yang cukup berani. "Memangnya kenapa?"
"Hanya penasaran saja dok!"
"Dia belum punya pacar!"
"Benarkah?" Hera tampak bersemangat.
"Apa kamu tertarik pada Dikta?" terka Bagas.
Hera tersipu seraya meremas tangannya sendiri. "Saya rasa saya jatuh cinta kepada Dokter Dikta!"
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan