Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 27: Rasa Syok yang Hakiki
Pagi harinya Yani mengepak beberapa sayuran sebagai buah tangan untuk besan mereka. Mulai dari kol, wortel, kentang, daun bawang, dan seledri. Merasa tidak ada hal berharga lainnya yang ingin diberikan, maka dati itu Yani memberikan yang menurutnya berharga yang mereka punya ya hasil kebun ini.
" Bu, ini mau dijual kemana, kok dikemas rapi?"
" Aaah, ini buat ayah dan ibu mu Tara, maaf Bu'e ndak bisa ngasih apa-apa cuma ini aja."
Mata Tara membelalak saat mengetahui hal tersebut. Ia bahkan kesusahan menelan saliva nya sendiri, pasalnya sayuran-sayuran itu jumlahnya tidak sedikit. Bahkan dia bisa membuka warung dengan semuanya itu.
" I-itu memangnya nggak kebanyakan Bu, heheheh." Tara berusaha untuk menolak tapi bingung juga. Ia melihat Yani begitu antusias saat ini dan tidak mungkin dia tidak mau menerimanya.
" Ooh ndak lah, segini itu ndak banyak."
Tara hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia juga pasrah saat diminta membuka mobil agar semua sayuran yang sudah dikemas rapi itu bisa diangkut semuanya.
" Hahahah, mobil mewah kok buat angkut sayur. Yan ... Yan, mantumu emang kaya tapi mbok yo ojo kebangeten. Opo kamu ndak tahu kalau mobil itu muahaal."
Jika Tara sangat terkejut dengan suara wanita yang baru saja mencibir itu di hari yang masih pagi, maka tidak dengan sang ibu mertua. Melihat ekspresinya yang tenang dan hanya membuang nafasnya kasar, Tara bisa tahu bahwa Yani sudah tidak ambil pusing oleh omongan Anjarwati.
Ya, wanita itu lagi yang seakan tidak ada habis-habisnya mulutnya berkata buruk tentang Hilya dan keluarganya.
" Mbakyu Anjar, ini tuh bukan buat angkut. Tapi mantuku ini mau balik ke Jakarta sama Hilya juga. Jadi semua sayuran itu adalah oleh-oleh."
" Hoooo, emang kamu ndak isin po Yan. Moso ngasih oleh-oleh orang kota sayuran begitu."
Ekspesi wajah Yani masih tetap tenang, tapi tidak dengan Tara. Ia sungguh sangat kesal dengan mulut liar wanita paruh baya itu. Ia pikir dengan kejadian kemarin wanita itu akan berhenti tapi ternyata tidak. Wanita itu terus mencari celah untuk menghujat dan mencibir.
Tara ingin berjalan maju ke arah Anjar untuk memeringati wanita itu, namun tangannya ditahan oleh Yani. Yani menggelengkan kepalanya kecil sebagai tanda bahwa Tara tidak perlu melakukan apapun.
Namun Tara tentu tidak bisa diam saja. terlebih kata-kata Anjar yang terbaru sudah menyangkut nama istrinya.
" Yan, apa kamu ndak takut Hilya dibawa ke Jakarta. Kalian itu beneran nggak selevel sama mantumu itu. Jangan-jangan Hilya hanya mau dijadikan babu di sana."
" Cukup Nyonya Anjarwati yang terhormat. Sedari tadi saya sudah diam atas banyaknya penghinaan yang Anda lontarkan terhadap ibu mertua saya. Dan sekarang Anda menghina istri dan keluarga saya yang sama sekali tidak Anda kenal sebelumnya. Hilya, istri saya akan jadi ratu di rumah saya. Ayah dan Bunda saya adalah orang yang sangat bijak dan baik sejauh ini. Saya rasa kekhawatiran Anda terhadap istri saya sangat tidak diperlukan, karena dia akan mendapatkan yang terbaik dalam hal apapun. Keluarga Dwilaga, bukanlah keluarga yang bisa Anda remehkan sedikitpun."
Grooooo
Selama ini Tara tidak pernah membawa nama keluarganya. Namun ucapan Anjar baru saja sama halnya menghina keluarganya. Ia tentu tidak bisa tinggal diam jika ada yang mengusik nama keluarganya.
Dalam sejarah klan Dwilaga, tidak pernah ada wanita yang tersakiti. Semua wanita yang berada di kediaman Dwilaga akan mendapatkan kasih sayang dan kehidupan yang sangat baik versi Dwilaga. ( Ya kelen tau lah gimana bucinnya para lelaki Dwilaga :) )
" Aah iya, saya juga bisa menuntut Anda atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Dwilaga mempunyai tim kuasa hukum dari Abinawa dimana mereka adalah salah satu kuasa hukum terbaik. Tidak percaya, silakan searching. Anda kaya kan, punya ponsel pintar kan. Gunakan itu untuk mencari informasi, jangan hanya dipakai untuk pajangan dan bergaya."
Tara langung menuntun masuk Yani ke dalam rumah meninggalkan Anjar yang berdiri terpaku dengan semua ucapan Tara. Tatapan mata Yani saat ini kepada menantunya adalah tatapan penuh kekaguman. Yani sama sekali tidak menyangka bahwa menantunya memiliki wibawa seperti itu. Ia menjadi yakin bahwa Hilya pasti akan baik-baik saja nanti di kota orang.
" Apa Ibu baik-baik saja?"
" Hehehe iya Bu'e ndak apa-apa. Makasih ya udah bantuin Bu'e. Dan sekarang Bu'e tak beres-beres yang lainnya dulu. Aah iya, itu sayuran tolong masukin ke mobil, soale tadi belum semua."
Tara mengangguk, ia merasa tenang pasalnya Yani sungguh terlihat baik-baik saja. Ia menghembuskan nafasnya, keluarga sang istri ini sungguh sederhana dan tidak neko-neko. Mengetahui dirinya adalah orang yang mungkin dikatakan 'kaya' mereka pun juga bukannya yang terkejut hingga berlarut-larut.
Namun ketenangan yang Tara dan Yani rasakan tidak berbanding lurus dengan Anjar. Wanita itu awalanya ragu untuk membuka ponselnya dan mencari dua nama yang tadi disebutkan Tara. Akan tetapi rasa penasarannya yang besar membuat Anjar pun melakukan hal tersebut.
" Emang apa hebatnya Dwilaga, alah yo paling hanya ... ."
Mulut Anjar berhenti berucap dan saat ini malah terbuka lebar. Dwilaga yang ia ketik di laman pencarian langung muncul dan menampilkan sesuatu yang sama sekali tidak ia duga.
Pemilik salah sau universitas terbaik, pemegang tampuk kekuasaan rumah sakit, pemilik beberapa mall dan masih banyak lagi. Tidak berhenti dis itu, Anjar juga menuliskan nama Abinawa, dan itu semakin membuatnya syok.
" A-apa ada orang yang seperi ini. Apa suami dari Hilya ini benar-benar salah satu dari mereka."
Sruuuuk
Bruuk
Anjar menjatuhkan tubuhnya di kursi teras rumahnya berikut ponselnya. Seketika kepalanya terasa berdenyut, ada sebuah rasa takut yang menyelimuti hatinya saat ia mengingat ancaman Tara tentang pelaporan fitnah dan pencemaran nama baik.
" Sialan, mengapa Yani bisa dapat mantu dari kalangan begitu. Arghhh!"
TBC