tag khusus : cinta lansia
“Renata Thomson ?” panggil seorang pria bernama Prima ( 48 tahun ).
Suara yang tak asing dan bahkan sangat lama sekali tak pernah Re dengar tiba – tiba memanggil jelas namanya.
Re menoleh, alangkah terkejutnya ia dengan sosok pria bertubuh tinggi dan atletis itu. Ia tergugu dalam diam. Detik berikutnya ia setengah berlari seolah baru saja melihat hantu.
Setelah 22 tahun dan berumah tangga dengan pria lain, Renata bertemu kembali dengan tunangannya dulu.
Karena Duan sudah bosan dengan kehidupannya bersama Re, pada akhirnya Duan menceraikan Renata.
Lalu apakah Re akan terbuka kembali hatinya untuk seorang Prima ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Kamu lihat saja nanti." pangkas Prima lalu fokus menyetir. Beberapa jam yang lalu, Mike telah mengabarinya jika rumah yang diinginkan sudah bisa ditempati langsung.
Prima sengaja tanpa persetujuan Re membeli kan rumah yang layak untuk mereka tempati.
Perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan membuat penumpang dua wanita itu tertidur. Mereka sangat lelah, terlihat dengkuran halus dari keduanya.
Pemandangan yang baginya sangat indah, membuat Prima berharap untuk segera mungkin memiliki Re. Re patut untuk diperjuangkan. Hanya pria bodoh dan gila yang telah menelantarkan wanita sesempurna Renata Thomson.
Mobil Prima memasuki pekarangan halaman rumah yang terlihat minimalis dan menyejukkan. Rumah itu memang terlihat kecil tapi sangat nyaman dan pasti membuat penghuninya betah berada di dalam dari pada di rumah kontrakan yang kumuh dan sempit.
Mendengar pintu mobil terbuka, Re pun bangun. Dilihat sudah sampai, Re membangun kan putrinya.
Di sana sudah ada Mike yang menunggu atasannya untuk menyerahkan kunci dan sertifikat rumah. "Tuan, ini."
"Kerja bagus. Sekarang kamu pergi untuk beli makanan. Aku tidak sempat mampir."
"Baik, Tuan." Mike pergi lagi.
Mika menguap lebar, "Kita berada di mana, Ibu ?" mengucek mata lalu merapikan anak rambutnya yang berantakan.
"Ibu juga tidak tahu. Ayo, kita turun dan lihat !" ajak Re yang turun dari mobil duluan, menit berikutnya Mika menyusul setelah merapikan penampilannya.
Selama berada di dalam penjara, ia tidak pernah menyisir rambutnya kecuali jemarinya yang ia gunakan pengganti sisir.
"Prima, ini rumah siapa ?" tanya Re menyusul Prima yang sedang membuka kunci pintu rumah itu.
"Re ? Maaf. Bukannya aku lancang padamu. Ini rumah barumu. Kamu bisa menempati rumah ini mulai dari sekarang." memberi isyarat untuk segera masuk dan melihat - lihat.
Re tercengang seketika mendengarnya. "Untuk apa kamu membelikan rumah ini?"
"Karena aku peduli. Sertifikat rumah ini atas namamu. Ayo, masuk!" Prima menarik tangan Re yang masih mematung.
Sesampainya di dalam. Prima melepaskan pegangannya. "Aku ingat, dulu kamu sangat memimpikan memilki rumah dengan cat berwarna putih salju. Apa ini sangat cocok dengan yang kamu inginkan, Re ?"
Re menutup mulutnya, ia seperti mimpi di siang bolong. Re menggeleng samar, "Rumah ini, terlalu sempurna, Prima. Bahkan seumur hidup aku tidak terpikirkan untuk memiliki rumah sendiri."
"Kamu bisa melihat ke dalam. Dapur dan kamar mandi ada disebelah kiri. Jika ada desain ruangan yang tidak kamu suka, kamu bilang saja. Aku akan merenovasi."
Re masuk untuk melihat - lihat. Setiap ruangan tertata begitu rapi. Re kembali menemui Prima.
"Bagaimana, Re ? Kamu menyukai rumah ibu?"
"Prima, rumah ini sempurna. Kamu tidak perlu melakukan renovasi."
Mika masuk dan langsung dibuat heboh. "Ibu, ini rumah siapa dan mengapa sepi sekali tidak ada orang selain kita ?"
"Ini rumah kalian berdua." Prima duduk bersandar di sofa untuk meluruskan punggungnya yang sedikit pegal.
"Apa, Paman? Rumah kami ?" Mika menoleh pada ibunya. "Apa itu benar Ibu ?"
Re tersenyum sambil mengangguk.
"Wow, keren ! Rumah ini sangat indah dengan taman kecil di luar. Aku menyukai rumah ini Ibu. Apa aku bisa langsung mandi?"
"Oh iya," Prima ingat lalu bangkit. Berjalan keluar lalu kembali dengan banyak paper bag di tangan.
"Aku tidak tahu ukuran kalian dengan pas. Kalian bisa mengganti baju kalian dengan yang baru." menyerahkan paper bag dan membaginya pada dua wanita yang menatapnya tak percaya.
"Baju baru?" Mika segera melihat isinya lalu menempelkan ke tubuhnya.
"Ini pas. Terima kasih, Paman Prima. Aku gerah dan akan mandi." membawa setelan pakaian pergi.
"Kamar mandi ada di setelah kiri !" seru Re.
"Iya !" sahut Mika setengah berteriak.
Prima kembali duduk lalu diikuti Re.
"Prima. Kamu tidak perlu membeli kan baju baru pada kami. Baju kami yang lama bisa aku ambil nanti."
"Jangan ! Aku merasa risih melihat kalian berpakaian usang dan lusuh. Nanti kita belanja lagi kebutuhan pribadi, bisa memilih apa yang kalian inginkan."
Re terdiam seperti tak bisa berkata lagi. Tindakan Prima ini sangat berlebihan, seperti seorang suami yang sangat mempedulikan kesejahteraan keluarga.
"Re !" panggil Prima yang lansung direspon.
"Ya ?" sahut Re cepat menunggu apa yang akan pria dengan lesung pipi itu ucapkan.
"Aku bisa minta tolong padamu ?"
"Katakan!"
"Aku ingin minum kopi."
Re terhenyak, ia pikir Prima akan meminta tolong apa. "Kamu bisa menunggu." Re pun beranjak pergi ke dapur.
Sambil menunggu Re membuatkan kopi, Prima memejamkan mata sejenak untuk istirahat.
Re adalah wanita idaman Prima sejak mereka bertemu di kampus dan hingga sampai sekarang. Karena itulah, Prima berani menjadi perjaka tua hingga usianya hampir berkepala 50. Ia tidak menggubris omelan dan tekanan dari ibunya yang selalu mendesak untuk segera menikah.
Re berada di dapur sekarang. Ia masih ingat jika Prima suka kopi yang tidak terlalu manis. Setelah kopi panas itu siap, Re segera mengantarnya ke depan.
Didapatinya Prima tengah tertidur pulas membuat Re tak tega untuk membangunkannya.
Ditatapnya wajah pria tua itu sekian lama hingga desiran halus menyergap hatinya. Rasa yang lama hilang perlahan datang kembali. Apakah ia mulai merasakan apa yang selama ini Prima inginkan?
Prima terbangun ketika ponselnya berdering. "Re ?"
"Ah, iya, ini kopimu !" menyodorkan secangkir kopi.
"Terimakasih!" menerimanya lalu segera menyeruput dengan penuh kenikmatan.
Ponselnya yang tadi mati kini terdengar kembali. Prima buru - buru mengangkat panggilan itu.
"Prima, mengapa kamu sangat sulit dihubungi?" tanya wanita 5 tahun lebih muda darinya. Ia bernama Bella.
"Aku sedang sibuk." sahutnya singkat dan sebenarnya tadi ia enggan untuk mengangkat panggilan, karena ada Re dan dia terpaksa.
"Kapan kamu pulang ? Aku sudah sangat merindukan mu."
"Belum bisa. Seperti yang sudah aku katakan padaku, aku masih sibuk. Sudah ya, aku ada urusan penting ini !" Prima mematikan ponselnya secara sepihak.
Bella sangat kesal dengan karakter Prima yang keras kepala dan sangat sulit untuk ditaklukkan.
"Jika kamu sedang sibuk, kamu bisa segera pergi untuk menyelesaikan urusanmu." ujar Re dengan hati - hati takutnya Prima salah pengertian.
"Orang yang baru saja menelponku adalah tukang servis AC. Aku sudah mengatakan padanya untuk tidak perlu diperbaiki. Tapi, orang itu tetap saja ngotot. Jadi, aku mengatakan padanya sedang sibuk agar tidak terus menelponku." ujar Prima bohong.
"Kopi buatanmu sangat enak dan masih sama seperti yang dulu. Aku menyukainya." dan di dalam hati Prima bergumam 'Aku menyukai orang yang membuat kopi ini.'
"Kamu masih ingat dengan rasanya? Padahal ini sudah sangat lama ?"
"Apa pun mengenai dirimu, masih membekas dalam ingatanku."
"Termasuk aku meninggalkan acara pertunangan kita ?" Re memalingkan muka teramat malu.
selamat membaca dan semoga terhibur!
😘😘😘