Lunar Paramitha Yudhistia yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya menikah lagi dengan rekan kerjanya. Ia tak terima akan hal tersebut namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tak disangka-sangka, wanita yang menjadi istri muda sang Ayah menaruh dendam padanya. ia melakukan banyak hal untuk membuat Lunar menderita, hingga puncaknya ia berhasil membuat gadis itu diusir oleh ayahnya.
Hal itu membuatnya terpukul, ia berjalan tanpa arah dan tujuan di tengah derasnya hujan hingga seorang pria dengan sebuah payung hitam besar menghampirinya.
Kemudian pria itu memutuskan untuk membawa Lunar bersamanya.
Apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya? Yuk, buruan baca!
Ig: @.reddisna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda Dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 07: First Day, In The Beach
Matahari telah menampakkan sinar dengan gagahnya, angin yang berhembus mulai terasa hangat, burung-burung berkicauan dan manusia-manusia memulai aktivitasnya.
Hari ini adalah hari yang kami tunggu-tunggu, kami akan liburan bersama di salah satu pantai yang terletak di seberang Kota. Pemandangan di sana sangat indah katanya.
Aku menuruni tangga dengan sebuah dress berwarna putih dengan rambut yang ku kepang dua. Membawa sebuah ransel besar dan juga satu sling bag yang akan ku gunakan saat mengekplorasi pantai.
Tuan Selatan mendongak ke atas dan pandangan kami bertemu, wajahnya yang tegas dibalut dengan kaos polo berwarna hitam dan setelan celana kasual itu cukup menarik.
"Tampan," gumamku tanpa sadar.
Sial! Kenapa aku jadi begini? Aku buru-buru mengalihkan pandanganku darinya. Kemudian aku menghampiri Kak Hana dan Bibi Chen yang tengah asyik mengobrol.
"Kau ini lama sekali!" Kak Hana memarahiku.
"Maaf, aku menghabiskan waktu lama cukup ini," aku meletakkan kedua tanganku di dagu, bermaksud menunjukkan riasan wajahku.
Kak Hana hanya merespon ku dengan rolling eyes dan akupun tertawa melihatnya.
"Ekhem! Mari kita berangkat."
Tuan Selatan akhirnya bersuara, sepertinya dia sudah muak menunggu. Kami segera berjalan menuju mobil dan menaruh semua barang bawaan di bagasi.
Kak Hana menoleh ke arahku, lalu berbisik pelan. "Tidakkah kau rasa Tuan tampak begitu tampan hari ini?"
"Biasa saja! Sudahlah cepat masuk sana," aku mendorong tubuh Kak Hana untuk segera masuk ke mobil, kemudian disusul dengan Bibi Chen dan diriku.
Setelah Bibi Chen memeriksa semua barang bawaan, mobil kami pun melaju. Membelah jalanan kota dengan gagahnya.
Kami tak banyak berbicara sepanjang perjalanan, rasanya canggung karena Tuan Selatan ada bersama kami. Perjalanan yang cukup panjang ini membuatku mengantuk, hingga akhirnya aku tertidur.
Kami menempuh jarak kurang lebih seratus kilometer dari rumah untuk menuju ke pantai, jalan memasuki pantai mulai berkelok-kelok dan jalannya tidak terlalu mulus. Membuat kami merasa tidak nyaman.
Perjalanan menuju pantai ini membuatku terbangun, aku merasa tidak nyaman. "Apakah kita sudah hampir sampai?"
"Ya, mungkin kita akan sampai sepuluh menit lagi," jawab Tuan Selatan.
"Ah, lama sekali. Kenapa pantainya jauh sekali?" aku memukul kursinya dari belakang.
Dia menolehkan kepalanya ke belakang. Menatapku dengan wajah datarnya, kemudian ia menarik pipiku hingga aku berteriak kesakitan.
"Kau gila ya!" pekikku.
Ia hanya terkekeh ketika aku berteriak padanya. Ia terus menarik-narik pipiku, sekarang itu tampak seperti tomat rebus yang baru saja matang.
Cekrek!
Kami berdua sama-sama menoleh ke sumber suara, ternyata Kak Hana memotret kami sedari tadi.
Aku menatapnya dengan sengit dan mulai berteriak. "Kak Hanaaa!"
Kak Hana hanya tertawa sambil terus memotret diriku. "Aduh, lucu sekali."
Tuan Selatan ikut terkekeh geli melihat tingkahku, aku sudah tak peduli dengan itu. Segera ku ambil ponsel itu darinya dan mulai untuk memotret dirinya secara acak.
Cekrek!
Cekrek!
Cekrek!
Aku terus mengarahkan kamera itu kepadanya, dan Kak Hana berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangan namun aku tidak peduli dengan hal itu. Hingga akhirnya puluhan potret wajah random Kak Hana memenuhi galerinya. Aku tertawa puas.
Bibi Chen hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kami berdua, sudah tidak heran jika kami membuat keributan setiap saat.
Tuan Selatan hanya tersenyum tipis, hampir tak terlihat saat melihat tingkah kami berdua.
Kami terus membuat keributan hingga akhirnya mobil klasik ini berhenti di sebuah tempat parkir yang tak jauh dari pantai. Bibi Chen membungkam mulutku dan Kak Hana, lalu menyuruh kami untuk segera turun.
Kami semua turun dan meregangkan badan yang sudah pegal-pegal akibat perjalanan yang cukup lama sambil berjalan ke arah pantai.
Mataku berbinar-binar setelah melihat hamparan laut biru yang tampak begitu menyegarkan, pasir pantai yang bertabur kerang itu seolah-olah berbisik agar aku bermainnya dengannya. Angin hangat yang berhembus menyapa kulitku. Kicauan burung-burung yang merdu turut andil untuk memperindah suasana.
Aku menarik tangan Kak Hana dengan senyuman lebar di wajahku. Aku menariknya mendekati bibir pantai dan mulai berlarian bersama deburan ombak yang membelai lembut kulitku.
Aku tertawa lepas sambil berlarian di bibir pantai. Kak Hana yang melihatnya tak mau kalah, ia mulai berlari mengikuti ku dan menciptakan air ke tubuhku. Itu benar-benar asin. Akupun membalasnya, dan terjadilah perang diantara kami.
"Hahahaha, rasakan ini!"
"Awas ya kau, rasakan pembalasanku!" memercikkan lebih banyak air ke arahku.
Aku berusaha untuk menghindarinya dan malah terjatuh hingga tubuhku basah kuyup, rasa asin yang kuat mulai menyerang indra perasaku, itu membuatku terbatuk-batuk.
Bibi Chen yang melihat itu segera menghampiri kami, dan mulai mengoceh. "Kalian ini, tidak bisakah bersikap sedikit dewasa?"
Kak Hana membantuku untuk berdiri dan kami hanya tertawa canggung menghadapi omelan dari Bibi Chen sembari menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.
Tuan Selatan berjalan santai ke arah kami dengan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya. Hembusan angin membuat rambutnya sedikit berantakan, namun itu malah membuatnya semakin tampan.
Eh?
Aku menatap ke arahnya dengan tatapan takjub. Sepertinya ia menyadari hal tersebut dan tersenyum kecil kepadaku.
Aku memalingkan wajahku yang bersemu merah, dan mulai berjalan menjauh. Mengalihkan fokusku dengan bermain pasir dan kerang.
Kak Hana dan Bibi Chen yang melihat tingkahku tampak keheranan. "Ada apasih dengan bocah satu ini?"
Aku berusaha mengabaikan mereka semua dan mulai sibuk dengan pasir-pasir itu, namun sialnya pria dengan tinggi semampai itu malah menghampiriku. Ia berjongkok di depanku, menghalangi matahari terik yang membakar kulitku.
"Kau tampak seperti orang bodoh!" ucapnya.
Aku menatapnya dengan tatapan tak suka, kemudian melempar pasir ke arahnya. "Diam kau!"
Ia hanya tersenyum kecil, mengelus pucuk rambutku dan pergi begitu saja. Yang benar, dia mempermainkan ku ya?
Aku menutup seluruh wajahku dengan topi yang bertengger di kepalaku, membenamkan wajahku yang bersemu merah di sana.
"Benar-benar gila!" gumamku pelan sembari menepuk-nepuk topi itu ke wajahku.
Kak Hana dan Bibi Chen malah menertawai diriku yang tengah salah tingkah. Kak Hana bahkan memotretku. Apa-apaan mereka ini, menyebalkan!
"Kau ini lucu sekali hahahaha," ucapnya sambil tertawa dan terus mengarahkan kamera ponselnya ke arahku.
Aku segera berdiri dan mengerucutkan bibirku. Mengepalkan kedua tanganku seperti anak kecil yang marah karena tak dibelikan es krim oleh orang tuanya.
Hal itu membuat tawa Kak Hana semakin menggelegar, ia semakin gencar mengarahkan kamera ponselnya ke arahku. Memotretku dari berbagai sisi.
Aku menghentak-hentakkan kakiku dan melemparkan topiku ke arahnya, tepat sekali mengenai wajahnya yang sudah merah karena tertawa.
Ia pun berhenti memotretku dan sepertinya ingin membalasnya. Akupun segera berlari sekencang mungkin untuk menghindarinya, ia tak mau kalah. Mengejarku dengan seluruh tenaganya. Hingga kami berdua sama-sama terjatuh di pasir pantai.
Aku menatap Kak Hana dengan napas yang tersengal-sengal, begitupun dirinya. Kemudian kami sama-sama tertawa karena tingkah konyol kami.
Mampir juga di karyaku ya ka
semangat terus