Naira berbalik menghadap Nauval ."wah kalungnya bagus Nai ,ada huruf inisial N," Kata Naira sambil tersenyum.
"N untuk Naira, N untuk Nauval juga, jadi di mana pun kamu nanti nya akan selalu ingat sama aku Nai ," Kata Nauval sambil tersenyum.
"Bisa aja kamu Val , makasih ya, aku akan jaga baik baik Kalung ini ,"ucap Naira senang sambil memeluk Nauval.
Nauval terdiam saat Naira memeluknya,ada rasa nyaman yang dia rasa, seakan tidak mau jauh lagi dari sahabat nya itu.dia membalas pelukan itu sambil mengusap kepala Naira .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naura Maryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Ciara Hamil
Beberapa bulan berlalu akhirnya rumah tangga antara Ciara dan Alvian Dharmawan pun bahagia dan harmonis.
Ciara merasa tidak enak badan, kepala nya pusing dan juga mual mual , Alvian yang melihat kondisi sang istri tercinta tidak tega.
Alvian pun mengajak citra ke rumah sakit, sayang kita ke rumah sakit yah, tapi citra menolak ajakan sang suami yaitu Alvian gak usah sayang aku gak apa apa cuman pusing aja sama mual .
Ciara tahu bahwa dirinya di nyatakan hamil, karena beberapa hari yang lalu citra pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi nya dan dokter menyatakan positif hamil.
Tapi citra mau buat kejutan untuk sang suami yaitu Alvian karena nanti malam adalah tepatnya hari universery yang ke satu bulan pernikahan mereka, dan Ciara berniat memberikan kabar bahagia itu nanti malam kepada sang suami yaitu Alvian bahwa dirinya di nyatakan positif hamil .
Malam pun tiba, suasana rumah mereka dihiasi kehangatan. Ciara telah menyiapkan makan malam spesial di ruang makan. Ia menghias meja makan dengan lilin-lilin kecil dan kelopak bunga mawar merah.
Alvian pulang sedikit lebih larut dari biasanya. Ia terlihat lelah, namun senyumnya langsung mengembang begitu melihat Ciara menyambutnya di pintu dengan balutan gaun sederhana, namun tetap terlihat anggun.
“Sayang, kamu terlihat cantik sekali malam ini,” kata Alvian sambil mengecup kening Ciara.
“Kamu pasti lelah. Ayo, duduk dulu. Aku sudah siapkan sesuatu yang spesial untuk kita,” ujar Ciara dengan senyuman manis.
Mereka pun duduk berdua di meja makan. Hidangan favorit Alvian tersaji rapi di hadapannya, lengkap dengan minuman kesukaannya. Ciara berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Hatinya berdebar-debar menunggu waktu yang tepat untuk memberikan kabar besar itu.
“Ini luar biasa, sayang. Kamu benar-benar membuat malam ini istimewa,” kata Alvian sambil menikmati makanannya.
Setelah makan malam selesai, Ciara berdiri dan membawa sebuah kotak kecil yang ia sembunyikan sebelumnya. Ia meletakkannya di depan Alvian dengan senyum misterius.
“Apa ini?” tanya Alvian penasaran.
“Bukalah,” jawab Ciara singkat, namun wajahnya tampak berseri-seri.
Alvian membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah test pack dengan dua garis merah yang jelas terlihat. Ada juga sebuah kartu kecil yang bertuliskan, “Happy one-month anniversary, sayang. Selamat, kamu akan menjadi ayah.”
Alvian terdiam sejenak, matanya menatap test pack itu, lalu beralih ke Ciara yang kini tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu serius, sayang? Aku akan jadi ayah?” tanya Alvian dengan suara bergetar, hampir tak percaya.
Ciara mengangguk sambil tersenyum. “Iya, sayang. Aku sudah memeriksanya di dokter beberapa hari yang lalu. Aku ingin memberikan kabar ini di momen spesial kita.”
Alvian langsung berdiri dan memeluk Ciara erat. “Ini hadiah terindah yang pernah aku dapatkan. Terima kasih, sayang. Aku sangat bahagia.”
Malam itu, kehangatan cinta mereka semakin terasa. Mereka berbicara panjang lebar tentang rencana masa depan sebagai orang tua, sambil membayangkan kebahagiaan yang akan mereka lalui bersama. Rumah tangga mereka terasa semakin lengkap dengan kehadiran calon buah hati yang akan segera lahir.
Vino yang mendengar kabar bahwa Ciara tengah mengandung anak pertama untuk kakak nya pun syok dan sedih .
Vino pun makin merasa sakit melihat Alvian sang kakak begitu perhatian terhadap Ciara , dalam hati nya vino berkata harusnya aku yang memberikan perhatian itu ke Ciara tapi semua itu sudah terlambat karena kesalahannya sendiri di masa lalu yang menyakiti Ciara.
Vino duduk termenung di kamarnya. Kabar tentang kehamilan Ciara membuat pikirannya kacau. Ia merasa hampa, seolah-olah ada sesuatu yang tak pernah bisa ia miliki kembali. Semua kenangan lama tentang Ciara kembali membanjiri pikirannya—tawa manisnya, tatapan lembutnya, dan bagaimana dulu Ciara selalu ada untuknya sebelum ia menyia-nyiakan wanita itu.
“Harusnya aku yang ada di sampingnya sekarang,” gumam Vino sambil mengepalkan tangan.
Namun, ia sadar bahwa semua itu hanyalah angan. Ia sendiri yang menghancurkan hubungan mereka di masa lalu dengan sikap egois dan pengkhianatan. Saat itu, ia menganggap Ciara hanyalah salah satu dari banyak hal yang bisa ia abaikan dan tinggalkan. Kini, penyesalan itu semakin berat saat melihat kebahagiaan yang terpancar dari pasangan kakaknya.
Malam itu, Vino mencoba mengalihkan pikirannya dengan menonton TV, tetapi pikirannya tetap melayang pada Ciara. Perasaan cemburu dan rasa bersalah bercampur menjadi satu, membuat dadanya terasa sesak. Ia memutuskan untuk keluar rumah, mencari udara segar.
Tanpa sadar, langkah kakinya membawanya ke taman tempat ia dan Ciara dulu sering bertemu. Tempat itu masih sama, tenang dan damai. Vino duduk di bangku kayu yang pernah menjadi saksi banyak percakapan mereka. Ia memandangi bintang-bintang di langit malam, mencoba mencari jawaban atas kekacauan di hatinya.
“Maafkan aku, Ciara,” bisiknya lirih. “Aku tahu aku tak pantas memintamu kembali. Tapi kenapa sulit sekali melupakanmu?”
Di saat yang sama, di rumah, Alvian dan Ciara tengah menikmati malam mereka. Alvian mengusap lembut perut Ciara yang mulai membayangkan kehadiran sang bayi. Ia tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.
“Aku berjanji akan menjaga kalian, Ciara. Kamu dan bayi kita adalah segalanya bagiku,” ucap Alvian sambil tersenyum hangat.
Ciara membalas senyuman itu. Ia merasa tenang dan bahagia di pelukan Alvian, pria yang telah membuktikan dirinya sebagai suami yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab.
Namun, tanpa sepengetahuan mereka, Vino masih menyimpan rasa yang tak pernah terucap. Ia tahu bahwa tidak ada tempat baginya di hati Ciara lagi, tetapi luka itu tetap membekas, terus menghantuinya.
Malam itu, Vino membuat keputusan. Ia harus mencoba melupakan Ciara, betapa pun sulitnya. Ia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan kakaknya yang selama ini begitu baik padanya. Namun, perasaan itu tetap ada, seperti duri yang menusuk perlahan, mengingatkannya pada apa yang pernah ia miliki dan hilang untuk selamanya.