Saat aku ingin mengejar mimpi, berdiri dalam kesendirian pada ruang kosong yang gelap,tidak hanya kegelapan, dinginpun kian lama menyelimuti kekosongan itu. Perlahan namun pasti, kegelapan itu menembus ulu hati hingga menyatu dengan jiwa liar yang haus akan kepuasan. Jangan pernah hidup sepertiku, karena rasanya pahit sekali. Hambar namun menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cevineine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Hari ini kami memenuhi jadwal pemeriksaanku yang kesekian. Kata dokter jika kesehatanku mulai membaik dan stabil, kami bisa kembali dan melanjutkan pemeriksaan dirumah sakit sebelumnya. Mungkin dua minggu lagi kami bisa pulang.
Kami bersiap akan berangkat untuk menuju ke rumah sakit, Ethan dari tadi sibuk memilih baju yang pantas untuk ku kenakan. Karena kata dia bajuku sangat tidak senonoh semuanya. Aku hanya pasrah saja ketika ia memilah pakaianku sambil menggerutu.
"Mau sampai kapan kamu menggerutu seperti itu?" tanyaku padanya.
"Sweet cake, baju kamu semuanya kenapa kurang bahan si" aku hanya melirik nya sekilas kemudian beralih pada baju pink yang ia genggam.
"Ini yang kamu sebut kurang bahan?"
"Iya, lihat saja ini seperti cocok untuk baju tidur"
"Terus kenapa?"
"Aku tidak suka" jawabnya dengab bergidik ngeri
"Tidak, aku akan tetap pakai" jawabku sembari melotot kepadanya.
"Ayolah Sweet cake, ini terlalu mini. Aku tidak mau tubuh isteriku dilihat oleh orang lain"
"Yasudah tidak jadi berangkat kita"
"Kalau begitu aku robek saja" aku melotot kearahnya dan merebut pakaian itu dari tangannya. Tapi ia menangkisnya dengan cepat dan berakhir kami kejar-kejaran.
"Ethan kembalikan, itu kado dari Raymond" pekikikku sembari memohon kepadanya.
"Oh dari laki laki itu ya?" jawabnya sembari menaikkan satu alis
"Kalau kamu robek, aku akan marah kepadamu!!" jawabku sedikit berteriak.
KREKKKK
Aku melotot terkejut, pasalnya baju itu sekarang telah terbelah menjadi dua bagian. Kemudian aku mengambilnya dari tangan laki laki itu. Aku terdiam seribu bahasa ketika menatap baju yang sengaja dipesan oleh Raymond pada designer di negara tempat tinggalnya. Kemudian aku menatap kosong padanya.
"Puas sekarang?" tanyaku diselingi air mata yang sudah menetes. Kemudian aku beranjak pergi meninggalkannya.
"Sweet cake" panggilnya, namun aku tetap tidak bergeming dan tetap melanjutkan langkahku.
"Aku akan pergi sendiri saja kamu tidak usah ikut"
"Bagaimana mungkin, kita berangkat sama sama"
"Terserah" kemudian aku jalan meninggalkannya.
"Sweet cake, maafkan aku. Akan ku ganti nanti setelah kita pulang"
"Tidak perlu"
Kemudian dia menggandeng tanganku dengan lembut. Aku membiarkannya saja, karena sudah lelah berdebat dengan dirinya.
Hanya 5 menit saja perjalanan menuju rumah sakit ini. Benar, Ethan memilih tempat tinggal yang dekat dari rumah sakit untuk berjaga jaga jika ada apa apa denganku.
Sesampainya kami didepan ruang perawatan, Ethan meninggalkanku untuk mendaftar pada bagian administrasi.
"Saya boleh duduk disini?" tiba tiba siluet perempuan cantik duduk dipinggirku, aku mengangguk dan reflek bergeser. Apa dia dari Indonesia?
"Apa kamu dari indonesia?" dia mengangguk.
"Kenapa kamu tau jika aku juga dari Indonesia?" wajahmu sangat ketara. Aku meraba raba wajahku sendiri, mungkin memang seperti itu kali ya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" dia menoleh padaku, pasalnya wajah ini begitu familiar.
"Mungkin?" Aku mengernyit mendengar pernyataannya.
"Mrs. Anessa" kemudian aku berdiri ketika perawat memanggilku, dan meninggalkan wanita itu yang terus menatap kearahku. Aneh. Batinku.
...****************...
Ethan yang baru kembali dari tempat pendaftaran administrasi terkejut mendapati salah perempuan tengah duduk didepan ruang perawatan. Ia celingukan mencari isterinya yang tadi berada didepan ruangan tersebut.
"Dia sudah didalam" Ethan menoleh kearah sumber suara tersebut.
"Mengapa kau ada disini?" tanya laki laki tersebut dengan sinis.
"Apa kamu lupa jika anakmu yang satunya sedang sakit?" jawab wanita tersebut tak kalah sinis.
"Pergi dari sini" sahut Ethan dengan menahan amarah.
KLEKKK
Ethan menoleh mendapati isterinya yang baru saja keluar dari ruang perawatan tersebut. Kemudian ia segera menghampiri dan mengajaknya pergi dari sini.
"Ayo sayang"
"Sebentar" Ethan menghentikan langkanya ketika mendapati isterinya menyapa perempuan tersebut. Tubuhnya kaku ketika mereka berdua saling bersalaman. Ia tak begitu mendengar percakapannya karena mereka tadi sudah berjalan jauh dan isterinya tiba tiba memaksanya berhenti dan kembali.
Kemudian Ethan menghampiri tubuh isterinya, dengan cepat menggandeng tangan Anessa dan sedikit menyeref perempuan tersebut.
"Aduh kenapa sih kamu ini, aku jadi tidak enak dengan Steffany" Ethan menoleh mendengar nama itu.
Sepertinya Isterinya tersebut tidak mengenali wanita yang diajaknya berkenalan tadi. Memang betul wanita itu telah melakukan operasi dibagian hidung dan rahang, sehingga agak susah untuk dikenali. Namun Ethan mengenal dengan baik perempuan tersebut walaupun banyak perubahan pada fisiknya. Wajar jika Anessa tidak mengenalinya.
"Jangan sembarangan berbicara dengan orang lain"
"Dia juga dari Indonesia, anaknya sendang dirawat disini"
"Sudahlah ayo pergi saja"
"Apa aku boleh menjenguk anak itu? Tadi dia bilang jika anaknya ada dibangsal anak anak" tubuh Ethan menegang ketika Anessa menanyakan hal tersebut. Namun Ethan lebih memilih tidak menggubrisnya sama sekali.
"Cih apa apaan sih kamu ini, ingat ya aku masih marah perihal baju yang kanu robek tadi" Ethan yang gemas melihat isterinya dari tadi mengoceh terus memutuskan untuk membungkam mulut anessa menggunakan tangannya.
"Sudah, nanti saja dirumah" Anessa yang tidak terima mulutnya diututup paksa hanya bisa memberontak kecil. Kemudian ia menghentakkan tangan laki-laki tersebut dan memilih berjalan sendirian.
Anessa masih bertanya tanya, mengapa ia begitu familiar dengan wanita tadi. Jika diingat, Steffany mirip seseorang yang pernah ia tabrak di toilet bandara satu bulan lalu. Tapi mengapa wanita itu tidak ingat padanya sedikitpun?
Ethan yang menyadari jika isterinya tengah memikirkan sesuatu, mulai bertanya.
"Ada apa Sweet cake?"
"Aku familiar sekali dengan Steffany, sepertinya dia yang pernah ku tabrak di toilet bandara waktu itu" Ethan kembali menegang ketika nama wanita otu disebut kembali oleh isterinya.
"Kenapa kamu memikirkan hal yang tidak penting?"
"Ah sudahlah, memang tidak pentinf" pekikik Anessa dan berlalu. Ethan yang melihat tingkah konyol isterinya hanya tersenyum miring. Batinnya tidak tenang jika wanita itu berkeliaran disekitar keluarganya. Terlebih jika isterinya tahu yang sebenarnya.
Ia mendadak kesal ketika mengingat orang suruhannya yang ia tugaskan untuk mengawasi gerak gerik wanita itu tidak kunjung memberinya kabar.
"Kamu kenapa?" tanya Anessa. Tidak biasanya Ethan terlihat gusar seperti ini.
"Tidak apa apa hanya teringat pekerjaan saja" kilah Ethan.
"Apa kalian saling kenal?" Ethan terdiam, apa Anessa tahu sesuatu?
"Siapa?"
"Steffany, apa kamu mengenalnya?"
Belum menjawab, tiba tiba dering ponsel lelaki itu membuyarkan lamunan mereka. Ethan dengan sigap mengangkatnya, dalam hati Ethan bersyukur terhindar dari pertanyaan isterinya itu. Anessa berdecak kesal ketika ia gagal menginterogasi Ethan.
"Ada apa?" sahut Ethan ketika panggilan tersebut ternyata dari sekretarisnya.
"Kalau begitu urus saja semuanya. Saya mau terina beres" jawab laki laki itu. Kemudian panggilan itu terputus.
"Dari siapa?" tanya Anessa penasaran.
"Dari sekretarisku"
"Apa ada masalah?"
"Sedikit, tapi tenang saja tidak ada apa apa"
"Oh iya-" lalu Ethan segaja menarik tubuh isterinya agar Anessa tak melanjutkan kalimat setelahnya. Karena ia tahu sifat perempuan tersebut jika sudah penasaran.
"Aku dengar disini ada tempat makan enak, ayo" kemudian laki laki itu berjalan dengan menggandeng mesra tubuh Anessa.
penulisannya bagus..
/Smile//Smile/