Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
"Aku bukan hanya menyukaimu. Aku juga menyukai pamanku dan bibiku. Apakah itu keterlaluan dan aku harus meminta izin darimu?" tanya Caitlin dengan nada sedikit kesal, matanya menatap tajam ke arah suaminya.
Reynard menatapnya tanpa berkata-kata. Rasa cemburu yang bergemuruh di dalam dadanya bercampur dengan rasa bingung. Sebelum ia sempat membalas, pintu kamar terbuka, dan Nico, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang serius.
"Aneh sekali, masa aku menyukai siapa saja harus ada izin darimu!" gerutu Caitlin sambil beranjak dari tempat itu. Langkahnya tegas, mencoba menghindari pembicaraan yang semakin memanas.
Reynard berusaha menahan amarahnya. "Aku belum selesai bicara!" katanya, suaranya meninggi.
"Aku tidak mau bicara denganmu," jawab Caitlin singkat, tanpa menoleh lagi. Langkah kakinya terdengar menggema di lantai koridor.
Nico, yang menyaksikan ketegangan itu, mendekat dan mencoba meredakan suasana. "Tuan, sepertinya nyonya menyukai Tuan Felix bukan karena cinta. Mungkin lebih seperti teman atau hubungan kakak-adik," jelas Nico dengan nada tenang, berharap bisa meredam perasaan yang membara di hati Reynard.
Reynard membuang napas dengan kasar. "Dia sendiri yang mengatakan lebih menyukai pria itu daripada aku," ujarnya dengan nada pahit. Amarah dan cemburu berbaur dalam suaranya.
Nico tersenyum tipis, mencoba memberi pengertian. "Tapi, sepertinya itu hanya rasa suka, bukan cinta. Nyonya sama sekali tidak mencintai Tuan Felix. Nyonya juga menyukai Anda, serta paman dan bibinya. Jadi, suka yang dia rasakan berbeda dengan cinta. Mungkin saja nyonya belum pernah merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta," kata Nico sambil mengamati ekspresi Reynard.
Reynard memandang Nico dengan pandangan penuh harap dan keraguan. "Apakah dia menyukaiku karena menganggapku sebagai kakaknya?" tanyanya pelan.
"Mungkin seperti kakak-adik atau teman. Nyonya tidak tahu kalau Anda sedang cemburu," ujar Nico sambil menahan tawa kecil, melihat sisi manusiawi tuannya yang biasanya tegas.
"Siapa yang cemburu?" Reynard membantah dengan keras kepala, meskipun wajahnya memerah.
Nico menghela napas dan menggeleng. "Keras kepala dan gengsi," gumamnya lirih, cukup pelan agar Reynard tidak mendengar.
Di Mansion Revelton...
Suara bel pintu berbunyi nyaring, menggema di dalam rumah besar itu. Rolla, yang sedang merapikan dapur buru-buru melangkah ke pintu. Ketika pintu terbuka, matanya membelalak lebar, tubuhnya membeku.
"Kau...kau..." suaranya bergetar, dan ia mundur selangkah, terlihat gemetar dan cemas.
Felix melangkah masuk dengan sikap santai, tetapi matanya berkilat dingin. "Nyonya Revelton, kenapa reaksimu seperti baru melihat hantu?" tanyanya, nadanya sinis dan penuh makna.
Langkah kaki terdengar dari ruang tamu. "Rolla, siapa yang datang?" suara Tom bergema, terdengar santai, sebelum ia akhirnya melihat siapa tamunya. Matanya membulat, tubuhnya menegang di tempat.
"Sudah lama tidak berjumpa, Tuan Revelton," sapa Felix dengan senyum yang penuh ironi, melangkah maju ke dalam ruangan.
Tom bangkit dari sofa dengan ekspresi tak percaya. "Jacky Hanz?" tanyanya, nyaris terperangah. Kenangan masa lalu yang ia coba lupakan kembali menghantui.
Felix duduk di sofa tanpa diundang, sikapnya santai tapi penuh ancaman. "Kalian sudah tua, dan masih hidup hingga saat ini. Bagus juga, karena aku ingin bertemu dengan kalian," ucapnya, sorot matanya tajam seperti pisau.
Tom dan Rolla saling berpandangan. Tenggorokan mereka kering, kata-kata seakan tertahan, tak mampu keluar dari bibir mereka. Masa lalu yang mereka kira sudah terkubur kini kembali menghantui, membawa ancaman nyata di depan mata.
"Kenapa kalian seperti tidak menyambutku?" tanya Felix dengan senyum tipis yang menebar ketegangan di ruangan itu. Tatapannya yang dingin membuat suasana semakin membeku.
Tom menelan ludah, berusaha mempertahankan ekspresi santainya. "Mana mungkin, kami juga tidak tahu kamu masih hidup. Ini adalah berita baik," jawabnya dengan senyum yang dipaksakan. Tangan Tom sedikit bergetar, menunjukkan kegugupan yang tidak mampu disembunyikan.
"Di mana Cat?" tanya Felix tanpa basa-basi, suaranya dingin seperti es.
Rolla mencoba menjaga wajahnya tetap tenang, tetapi senyumnya tampak kaku. "Cat? Siapa dia, kami tidak tahu," jawabnya, suaranya bergetar sedikit. Dia berusaha keras menyembunyikan kecemasan di balik sikapnya.
Felix menyipitkan mata, sinar tajam dalam pandangannya semakin mencengkeram mereka. "Caitlin Revelton, yang kalian besarkan dan kemudian kalian jadikan sebagai pembantu. Dia bahkan tidak pernah sekolah sama sekali. Lebih jahatnya lagi, kalian menikahkannya dengan seseorang yang dingin dan angkuh. Mungkin saja pernikahan itu akan menghancurkannya," ujar Felix dengan nada tajam, tidak memberikan ruang bagi mereka untuk menyangkal. Setiap kata yang diucapkannya seperti pisau yang menusuk.
Wajah Rolla menjadi pucat, dan dia mencoba mengatur napasnya. "Jac...Jacky, kenapa kamu bisa tahu soal ini?" tanyanya dengan suara serak. "Lagi pula, Reynard adalah pria yang baik dan kaya. Masa depan Caitlin sudah terjamin!"
Felix menyeringai sinis. "Bukankah kalian tadi bilang kalau kalian tidak tahu siapa Cat? Tapi kenapa kalian tiba-tiba bisa tahu orang yang aku maksud adalah dia?" tanya Felix dengan senyum penuh ejekan.
Tom berusaha tetap tenang meskipun peluh dingin membasahi dahinya. "Jacky, jangan salah paham. Caitlin...bukan, Cat, sangat baik selama ini. Kami anggap dia sebagai keponakan sendiri...oleh sebab itu kami menikahkannya dengan pria kaya," jelas Tommy dengan nada yang mencoba meyakinkan, meski suaranya terdengar sedikit gemetar. "Reynard menolak menikahi putri kami. Yang dia inginkan adalah Cat."
"Benarkah? Jadi kalian pikir memperlakukannya seperti itu, tanpa pendidikan, tanpa kebebasan, dan hanya menggunakannya sebagai alat adalah hal yang baik?" tanya Felix dengan nada rendah, penuh ancaman. "Kalian memang keluarga yang luar biasa, bukan?"
Tom dan Rolla tidak mampu menjawab. Mereka hanya bisa menundukkan kepala, menghadapi kehadiran Felix yang membawa beban dari masa lalu yang coba mereka lupakan.
Tidak tahu dendam apa yang membuat Felix begitu membenci keluarga Revelton, setiap ucapannya dan tatapannya mengandung kebencian yang mendalam!
seru nih