"Puas lo udah ngehancurin hidup gue. Inikan yang lo mau? gue tahu lo bahagia sekarang?" Ucap Delmar setelah dia sah menjadi suami Killa.
"Kenapa aku yang disalahin? disini yang korban itu aku apa dia? Aku yang diperkosa, aku yang hamil, tapi kenapa aku yang salah?" Killa bertanya dalam hati.
Siapa sih yang gak mau nikah sama orang yang dicintai? Begitupun Killa. Dia pengagum Delmar sejak dulu. Tapi bukan berarti dia rela mahkotanya direnggut paksa oleh Delmar. Apalagi sampai hamil diusia 16th, ini bukanlah keinginannya.
Cerita ini sekuel dari novel Harga sebuah kehormatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SI MULUT PEDAS
pov Killa
Aku memperhatikan keluarga baruku. Mereka terlihat hangat. Mereka saling ngobrol dan becanda saat makan malam seperti ini. Beda sekali dengan keluargaku. Dimana ibu dan ayah kerap sekali bertengkar karena masalah ayah yang suka main judi.
Mas Fariz, kakakku satu satunya sampai tidak betah berada dirumah dan lebih memilih tinggal di kos sejak dia kuliah.
"Killa, makan yang banyak sayang." Ucap Mama mertuaku yang sangat cantik dan baik. Dia menambahkan lauk di piringku.
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk. Aku masih sangat canggung dikeluarga ini. Dan jujur saja, aku sedikit insecure. Ada perasaan takut jika saja mereka tak menyukaiku, layaknya kak Delmar yang membenciku. Kenapa aku bisa bilang Kak Del membenciku? karena terlihat sekali dari tatapan matanya padaku.
"Killa, bagaimana rencana kamu kedepan? kamu ingin home schooling atau gimana? papa terserah kamu saja. Kalau Del, dia akan sekolah seperti biasanya karena beberapa bulan lagi dia akan lulus." Tanya papa sambil menyantap makan malamnya.
"Killa ingin tetap sekolah sampai kenaikan kelas. Setelah i---"
"Enggak." Kak Del langsung menyela ucapanku. "Lo gak usah sekolah. Gue gak mau sampai ada yang tahu kalau lo lagi hamil."
Sepertinya Kak Del tak ingin aku merusak citranya Disekolah.
"Bener kata Del, mama juga gak mau kamu kenapa napa saat sekolah. Kalau sampai sekolah tahu kamu hamil, kamu bisa dikeluarkan. Mama tak mau kamu sampai menanggung malu karena ketahuan hamil saat SMA."
"Tapi Killa baik baik saja kok mah. Selama hamil, Killa gak pernah mengalami morning sicknes. Killa juga gak pernah pusing."
Aku memang tak seperti orang hamil pada umumnya. Aku tak pernah mual ataupun muntah. Pusing juga enggak. Hanya saja lebih mudah lelah dan ngantuk.
Gimana aku sampai tahu kalau hamil? karena aku telat datang bulan, dan setelah aku cek ternyata positif.
"Biarkan saja kalau dia mau sekolah. Kasian dia masih muda, masih pengen ngerasain bangku sekolah. Kenaikan kelas juga tinggal beberapa bulan. Papa rasa tak apa dia sekolah sampai kenaikan kelas. Setelah itu dia bisa lanjut home schooling saat kelas XII."
Aku senang karena papa sepertinya memahami keinginanku. Beruntung sekali kak Del punya mama dan papa yang sangat baik dan pengertian.
"Tapi pa." Protes kak Del.
"Sudahlah Del, biarkan saja Killa sekolah."
Kak Del mendengus sambil memutar kedua bola matanya. Aku tahu dia sedang kesal saat ini. Maaf kak, aku memang masih pengen sekolah.
Dylan dan Cea yang sudah selesai, dan lebih dulu meninggalkan meja makan. Sekarang tinggal aku, kak Del dan mama, papa.
"Killa bantu beresin ya ma." Ucapku setelah selesai makan.
"Gak usah sayang, kamu istirahat saja. Ibu hamil gak boleh capek capek. Udah sana istirahat dikamar sama Kak Del." Titah mama.
"Inget Del, besok sekolah. Gak usah lembur sampai larut malam. Harus jaga kesehatan karena bentar lagi ujian." Pesen papa sambil tersenyum simpul.
"Apaan sih pa." Kak Del memutar kedua bola matanya malas.
Aku merasa malu, mungkin wajahku udah memerah saat ini.
"Papa jangan ngomong gitu ah." Mama langsung mencubit lengan papa.
...*******...
Setelah mempersiapkan buku untuk sekolah besok. Aku duduk dikursi meja belajar. Dari sana aku bisa melihat Kak Del yang asyik dengan ponselnya sabil senyum senyum sendiri.
Selama dikamar, Kak Del mendiamkanku. Entahlah, aku ini terlihat atau tidak dimatanya. Berbanding terbalik denganku. Sejak tadi mataku tak pernah bosan mencuri pandang ke arahnya.
Aku tak pernah membayangkan kalau aku akan menikah dengan pria yang aku sukai sejak pertama menginjakkan kaki di SMA.
Aku sangat mengantuk, tapi bingung harus tidur dimana. Kamar kak Del memang luas, tapi tak ada sofanya. Mau tidur di kursi belajar, pasti gak nyaman dan besok pagi pegel pegel. Mau tidur di karpet depan TV, takut dingin, terus masuk angin. Mau tidur diranjang kak Del, mana beranii...
"Kak, aku tidur dimana?" Dengan ragu ragu aku menanyakan hal itu. Mau gimana lagi, mataku sudah tak mampu terbuka. Pengen sekali nyium bantal dan terlelap.
"Dasar bego, tidur ya diranjang, dimana lagi? Tapi kalau lo mau tidur dilantai juga gak masalah. Gue makin seneng." Jawab kak Del dnegan smirk dibibirnya.
Akhirnya aku berjalan pelan menuju ranjang. Perlahan mulai aku rebahkan tubuhku disamping kak Del yang masih duduk bersandar di kepala ranjang. Oh Tuhan, jantungku seakan mau meledak. Degubannya tak bisa aku kontrol.
"Kok muka lo tegang gitu?" tanya Kak Del.
Sial, keliahatan banget ya, sampai sampai Kak Del bisa tahu?
"Ma,masak sih? mungkin karena belum terbiasa aja." Jawab ku terbata bata. Aku seketika menjadi sangat gugup. Dan yang lebih aneh, ngantukku langsung lenyap.
"Gitu ya? gue pikir lo lagi ngarep malam pertama dari gue, secarakan hari ini kita baru nikah. Ups, Sori, malam kedua. Dulu kan udah pernah, walaupun aku gak ngerasain sama sekali."
Apa??
Gak ngerasain? Padahal aku masih inget jelas racauannya malam itu. Dia bilang enak, bahkan enak banget.
"Gimana dulu rasanya? enak gak?" Tiba tiba Kak Del mendekatkan wajahnya ke Wajahku. Posisinya yang duduk menjadikan wajahnya tepat berada diatasku. Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat menyapu wajahku.
Deg deg deg
Sumpah, aku kena serangan jantung dadakan.
"Kamu pasti keenakan, iya kan? Secara yang merkosa ganteng parah kayak gue." Lirih kak Del didekat telingaku. Tubuhku seketika langsung merinding.
Enak???
Mana ada orang diperkosa ngerasa enak? Sebenarnya Kak Del sadar gak sih sama yang dia katakan? Yang ada aku kesakitan. Tubuhku sakit, hatiku jauh lebih sakit lagi.
"Aku pengen ngerasain juga enaknya." Ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.
Jantungku terasa mau copot mendengarnya. Apa itu artinya, kami akan melakukannya lagi malam ini?
Aku yang masih kacau dengan pikiranku sendiri, langsung tersentak saat merasakan jemari Kak Del menyentuh pipiku lalu bibirku. Nafasku mulai naik turun. Aku sangat deg degan. Semoga saja aku tak pingsan karena kena serangan jantung mendadak.
Kak Del makin mendekatkan wajahnya. Dekat, dekat dan makin dekat hingga aku merasa sesuatu yang basah menyentuh bibirku. Reflek aku langsung menutup mata.
"Murahan."
Aku langsung membuka mata mendengar makian kak Del.
"Dasar cewek murahan. Ngarep banget ya gue sentuh? Mikir apa lo sampai mejemin mata segala? Lo pikir gue mau nyium lo? jangan ngimpi. Gak nafsu gue lihat bibir lo, apalagi tubuh lo yang kerempeng. Dah gitu dadanya rata. Pantat juga tepos. Jauh banget dari tipe cewek idaman gue. Kalau aja malam itu gue gak mabuk, ogah gue nyentuh lo."
Sumpah, pengen nangis mendengar hinaan kak Del. Lengkap banget hinaannya. Ini sudah bisa dilaporin pasal body shaming.
Yang aku tahu kak Del selalu juara umum disekolah, tapi kenapa mulutnya kayak gak pernah disekolahin. Tajem baget mulutnya, sampai hatiku rasanya kayak diiris iris terus dikasih jeruk nipis. Perih, perih banget.
"Biasanya, orang yang habis diperkosa itu trauma. Dan benci sama yang merkosa, sampai sampai gak mau disentuh. Kayak difilm film gitu. Tapi kenapa lo malah kelihatan ngarep banget gue sentuh? Dasar cewek murahan. Palingan malam itu lo yang nyosor gue?"
Jleb, hatiku mencelos mendengarnya bilang aku yang nyosor. Jahat banget tuh mulut. Jujur aku juga bingung kenapa aku gak trauma deket kak Del. Yang ada aku malah kayak orang kena serangan jantung kalau deket dia.
Apa karena aku terlalu cinta sama dia, hingga tak ada celah dihatiku untuk membenci dia meski dia telah merenggut mahkotaku?
Kalau dia bilang aku yang nyosor dia Malem itu, jawabannya adalah tidak. Aku masih waras dan bisa Perpikir jernih. Walaupun aku suka kak Del, aku gak gila sampai menyerahkan mahkotaku padanya.
Yang benar adalah aku gak bisa membencinya. Otakku selalu punya alasan untuk memaafkannya. Hatiku selalu mencari pembenaran atas perbuatannya. Walau dilihat dari sisi manapun dia tetap salah disini.
Hatiku berkata kalau kak Del sebenarnya orang baik. Dia gak sengaja malam itu. Dia mabuk dan menganggapku Laura. Kalau saja dia tidak mabuk, dia tak mungkin melakukan itu. Dia tak sejahat itu. Yang benar, aku berada di waktu dan tempat yang salah malam itu. Ya, itulah kesimpulan bodoh yang aku buat sendiri.
"Lo bisu atau tuli? kenapa diem aja dari tadi?" bentak Kak Del.
"Aku ngantuk kak. Bisa gak kalau stok kata kata pedasnya disimpen dulu buat besok?"
Dia langsung melongo mendengar ucapanku.
"Ngapain lo ngatur ngatur gue? terserah gue, mau gue simpen apa gue habisan malem ini." Dia terlihat kesal.
"Terserah, tapi kalau mau dihabisin malam ini, percuma. Aku gak akan denger karena pasti sebentar lagi aku udah ketiduran." Aku segera memiringkan tubuhku memunggunginya. Mungkin cuma dengan cara ini aku menghindar. Sebenarnya aku udah gak ngantuk sama sekali.
🥹😭😭dada aq Thor sesak juga baca chapter ini
belajar dri sikapnya Del yg terdahulu, awalnya manis berakhir dengan kata2 yg bener2 GK masuk di akal saking sakitnya.