Di sebuah desa bagian timur kabupaten Jember yang mulai terjamah zaman modern hiduplah sebuah keluarga yang harmonis dan terpandang di daerahnya. Sepasang suami istri yang dikaruniai sepasang putra dan putri.
Putra sulung mereka Akbar Maulana telah menikah dan memiliki seorang putri yang lucu. Sedangkan putri bungsunya yang cantik,manis menjadi primadona di desa nya masih asyik dengan usahanya hingga belum menikah di usia yang menurutnya masih sangat muda untuk berkeluarga yaitu 24 tahun. Iya, Maureen Maulana namanya.
Sedangkan di ibu kota, tepatnya di pondok pesantren terkenal yang di asuh Kyai Abdul Aziz yang namanya sering di tampilkan di sosial media,berita koran maupun di televisi. putra semata wayangnya pun tak kalah menjadi sorotan, diusianya yang tergolong muda yaitu 30thn bergelar doktor lulusan Mesir tentu untuk membantu proses pendidikan di ponpes orang tuanya dan menjadi pengusaha sukses mandiri tanpa bantuan orang tuanya. sungguh pria idaman wanita " ialah Faizul A'la
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon maliyaiskan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hancur sehancur-hancurnya
Maureen mengerjapkan matanya, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Ia menelisik setiap ruangan yang terasa asing. Ruangan bernuansa putih dengan ranjang queen size namun beraroma obat yang kuat. Baru ia sadar bahwa sedang berada dikamar yang disediakan untuk keluarga pasien beristirahat. Saat ia menoleh, ada seseorang mendekat yang ia ketahui adalah Abah Maulana dan Mbak Wulan.
" Abah..adek mimpi buruk " lirih Maureen lalu beranjak bangun memeluk Maulana dengan erat
Dada Maulana terasa nyeri, ternyata keputusannya membiarkan anak dan cucunya untuk ikut kembali ke Surabaya adalah keputusan yang salah. Nyatanya putri tersayangnya makin tersakiti kian dalam bagai dihujam ribuan peluru ke setiap organnya.
Ingin rasanya Maulana menutupi hal sebenarnya yang terjadi pada Maureen. Akan tetapi lambat laun ia pasti akan menanyakan keberadaan Azzam. Jadi mau tidak mau Maulana akan mengatakan kebenaran yang sedang terjadi. Maulana fikir akan lebih baik jika Maureen segera menyadarinya.
" Anakku.. yang kuat ya sayang, demi Azzura. Azzam udah gak ngerasain sakit lagi " Maulana mengatakan dengan menangkup kedua pipi anaknya
" Abah jangan bercanda. nggak..gak mungkin Abah, De Azzam cuma lagi sakit aja nanti sembuh. Ayuk Abah, adek mau ketemu Azzam " gelagap Maureen dengan tergesa-gesa
" Maafkan Abah dek, tapi itu kenyataannya " Pria paruh baya itu menatapnya dengan sedih
Wulan yang dari tadi menyaksikan, turut merasakan kepedihan dan kemalangan yang dirasakan Maureen. Terlebih ketika mereka sampai kemari, sama sekali tidak melihat keberadaan Gus Faiz. Lagi dan lagi adik iparnya itu membuat kecewa, ternyata dia sedang mengantar istri mudanya ke Madura pada saat putranya sedang sakit parah. Sungguh tidak berpri kemanusiaan.
Membayangkan saja sesakit ini, apalagi harus berada di posisi Maureen. Wulan sangat tidak yakin bisa sanggup.
Dengan kasar Maureen menghapus laju air matanya.
" Baiklah Abah, adek ikhlas. Tolong antar adek ketemu Azzam, dia butuh Mimanya saat ini " Maureen mencoba turun dari ranjang, saat ini tujuannya hanya bertemu putra kecilnya. Tidak mungkin juga dia terus-menerus berada di ruangan ini meraung meratapi nasib yang sama sekali tidak ada gunanya. Putranya saat ini pasti sedang menunggu kedatangan ibu dan ayahnya yang entah sedang apa saat ini Maureen tidak perduli.
" Tapi adek janji harus kuat sayang " Maureen menganggukkan kepalanya sedangkan Maulana dan Wulan mencoba membantu Maureen berdiri
Saat pintu kamar tersebut terbuka, Pemandangan pertama yang terlihat adalah sosok wanita paruh baya yang dikenali Maureen adalah Ummah Anggun yang sedang duduk memeluk putra kecilnya, yang telah terbujur kaku. Sedangkan tak jauh dari mereka ada Kyai Aziz tengah duduk bersandar dengan terus bertasbih, lalu yang lainnya duduk mengaji.
Bibir Maureen kelu,saat ini yang ada dalam pikirannya adalah bertemu Azzam memeluk dan mencium untuk yang terakhir kalinya. Namun persendiannya terasa lemas tak mampu melangkah. Tapi ia harus kuat, bukannya dalam situasi seperti ini Maureen lah yang harus lebih kuat untuk Azzam.
Maureen berjanji setelah ini ia akan berusaha ikhlas untuk Azzam. Walaupun tidak akan pernah bisa menerima bahwa ini semua terjadi karena Fathimah dan Umi Khadijah. Dengan tertatih Maureen mendekat.
" Ummah.." Ucap Maureen lirih dan mampu didengar oleh Anggun. Wajah yang telah muncul kerutan itu tak kalah menyedihkannya dari Maureen
Ibu kandungnya itu, mengusap jejak air mata Maureen " Yang kuat ya sayang " Kata Anggun dengan suara tercekat
Anggun bangun dari duduknya mempersilakan Maureen mendekat. Dipandanginya wajah gembul yang selama ini memberikannya senyuman yang mampu mengobati lara duka menjadi ria dan suka.
Perih kala wajah itu tak lagi mau membuka matanya untuk menyapa dengan senyuman lagi. Ia peluk tubuh kecil putranya yang tak lagi mampu bergerak. Ternyata tangisnya kembali pecah, janji untuk lebih tegar tak mampu ia tunaikan.
Anak-anaknya adalah sumber kekuatannya, mood booster nya. Namun saat ini, salah satu dari mereka meninggalkannya. Lantas ia harus bagaimana?
" Ade..kenapa Ade Azzam tinggalin Mima. Maafkan Mima yang belum bisa jadi ibu yang baik, Mima janji akan lebih baik lagi dalam menjaga Ade. Tapi Ade kembali ya? bangun sayang... " Lirih diucapkan oleh Maureen dengan terus menciumi pipi gembul Azzam namun mampu membuat semua orang yang "berada di dalam ruangan itu merasa perih dan dicengkeram rasa bersalah menurut pandangan masing-masing.
Kyai Aziz telah berusaha menghubungi nomor telepon putranya namun tidak aktif, begitupun asisten pribadinya malah tidak diangkat. Untuk menghubungi istrinya entah mengapa Kyai Aziz malah enggan, dalam bayangannya Umi Khadijah tidak akan tersentuh lalu merespon. Karena selama ini antusias akan keberadaan menantu dan cucunya selama kembali ke rumah, sama sekali tidak ada.
Kyai Aziz tahu bagaimana Gus Faiz sangat menyayangi putra putrinya, ia jelas paham kepergiannya saat ini semata karena ulah Umi Khadijah dan Fathimah. Tak terbayang bagaimana sakitnya saat putra semata wayangnya itu mengetahui bahwa anaknya kini telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
_______
Berita duka pun telah tersebar di penjuru pondok pesantren dan warga sekitar pondok. Tak menutup kemungkinan bahwa berita online juga tersebar dengan sangat cepat hingga keseluruh bumi Nusantara.
Tepat pukul setengah satu dini hari Gus Faiz memasuki pelataran pondok. Saat mobilnya baru memasuki gerbang ia terheran karena tergantung bendera kuning dan terlihat banyak warga yang berkumpul.
Mau bertanya namun Gus Faiz tidak berminat, saat ini ia hanya ingin segera bertemu anak istrinya. Gus Faiz melangkahkan kakinya memasuki ndalem yang ternyata banyak sanak saudara dari pihak Kyai Aziz maupun Umi Khadijah telah datang. Penasaran ingin bertanya namun rasa khawatirnya pada Azzam membuatnya mengabaikan itu.
" Yang sabar ya nak, Allah tak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya " Ucap pria paruh baya yang merupakan kakak sepupu kyai Aziz
" Maksud Pak Dhe apa? Ujian apa sih. Sebentar dulu Pak Dhe, Faiz mau cepet-cepet ketemu istri dan anak-anak Faiz dulu " Respon Faiz yang bingung dengan semua orang yang menatapnya aneh. Ia hendak melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya namun tiba-tiba tangannya ditarik oleh Mbah Noto
" Istrimu tidak ada le, Istrimu masih di rumah sakit bersama dengan anakmu " Cegah Mbah Noto
" Rumah sakit? jadi Azzam dibawa ke rumah sakit Mbah? Rumah sakit mana? rumah sakit Abi kan? " Cerocos nya tidak sabar ingin segera menghampiri istrinya itu
" Yang sabar ya nak, Azzam telah dipanggil oleh Allah satu jam yang lalu " Mbah Noto mendekati Gus Faiz lalu mengelus punggungnya
" Maksudnya Mbah? jangan bercanda. Nyawa tidak untuk dibuat candaan Mbah. " Marah Gus Faiz,
" Kenyataan nya seperti itu Faiz, bendera kuning dan para santri yang sedang membaca tahlil itu untuk apa? kalau bukan untuk putramu. Sadar lan sabar le " Mbah Noto kembali bersuara
" Ini tidak lucu Mbah, Lelucon macam apa ini " Geram Gus Faiz yang masih tidak percaya
Namun Jaka tiba-tiba muncul dan memberikan handphonenya untuk dibaca Gus Faiz. Badan yang awalnya pongah tiba-tiba lemas tak bertulang. Ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Pak Ngadi kepada Jaka sebagai informasi kepada tangan kanan bos nya tersebut. Pesan yang bertuliskan Innalilahi wa Innailaihi Roji'un beserta foto putranya dengan tangan bersedekap ditali kain kasa, wajahnya sangat pucat.
" Tidak mungkin Jak.. Ini tidak Mungkin.. Azzammmmm " Teriak Gus Faiz
" Ayo cepat Jak, antar saya ke rumah sakit " Gus Faiz mencoba berdiri walau serasa lemas
Namun saat melangkah melewati ruang tamu tiba-tiba Umi Khadijah mencegatnya
" Mau kemana le, Umi ikut ya " Ucapnya dengan bibir bergetar
Mendengar suara ibunya, tiba-tiba rasa marah memenuhi ubun-ubunnya
" Untuk apa Umi? untuk menyakiti hati istri Faiz lagi? apa belum puas atas semua yang Umi lakukan pada kami. Dan sekarang Azzam jadi korbannya, Dia tinggalin Faiz. Semua gara-gara Umi " Teriak Faiz pada ibunya yang selama ini dengan teganya menyakiti istrinya, Gus Faiz menyesal telah membawa istrinya kembali tinggal dengan mertua yang begitu tak berperasaan. Jika saja Maureen dan anak-anaknya tetap tinggal di Jember mungkin hal menyakitkan seperti ini tidak akan pernah terjadi. Namun penyesalan hanya tinggal penyesalan, anaknya kini telah meninggalkannya. Ia segera berlalu meninggalkan Umi Khadijah tanpa menoleh sedikitpun.
Sesampainya di pintu masuk rumah sakit telah ramai dipenuhi wartawan,orang-orang yang merupakan pengurus pondok, wali santri sekitar, alumni bahkan sukarelawan yang mencintai kyai Aziz dan Gus Faiz berbondong-bondong memenuhi pelataran rumah sakit, walaupun waktu masih menunjukkan dini hari. Mereka ingin ikut mengungkapkan rasa belasungkawa serta ikut merasakan suasana berkabung.
Keluar dari mobil Gus Faiz berlari sekuat sebisanya walau tungkai nya terasa berat untuk diajak melangkah. Jaka yang ikut merasakan kesedihan turut mengejar mendampingi majikannya. Menjaganya agar terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan seperti jatuh tersungkur akibat lari kalap.
Di sepanjang perjalanan banyak orang ingin memeluk dan menyapanya, namun dengan keras ia tolak dan tepis. Tujuannya saat ini hanya ingin cepat bertemu putranya untuk mencium dan memeluk nya terakhir kali.
" Diruang apa Azzamku berada? " Tanya Gus Faiz dengan mata yang sangat merah menahan air mata
" Tasih ten ruang VVIP Gus, Tulip satu " Jawab resepsionis yang langsung sigap berdiri saat Gus Faiz datang
Dua wanita yang berjaga itu, seakan mencelot hatinya menyaksikan keadaan Gus Faiz yang berlari bertelanjang kaki. Ia paham betul yang dirasakan Gus Faiz yang tidak berada disamping putranya disaat-saat terakhirnya.
" Kasihan Gus Faiz ya, semoga beliau sekeluarga diberikan ketabahan " ucap wanita itu kepada teman kerjanya sesama bagian resepsionis
Saat sampai di depan ruangan yang telah ramai akan orang-orang kepercayaan kyai Aziz dan beberapa perawat juga dokter jaga, Gus Faiz nyelonong tanpa menghiraukan sapaan dari mereka. Ia mendobrak masuk berlari mendekati Azzamnya.
" Yaa Allaaahhh... Yaa Allah Azzam.. Maafin Yayah nak,..huuuu huuu " raungnya melerai Maureen yang tengah memeluk Azzam
Ia menangis meraung-raung memeluk tubuh kecil yang terbujur kaku itu. Ia angkat untuk di gendong dalam dekapan dadanya.
" Bangun nak, kembali sayang. Yayah janji setelah ini kita akan pergi jauh dari orang-orang yang jahat sayang. Kembali Azzam...huhuuu huuuu " Raungnya menjadi walaupun telah dilerai oleh Jaka dan kyai Aziz tak mampu melepaskan tubuh mungil itu dalam dekapan Gus Faiz
" Apa salah Faiz bii.. kenapa Umi begitu tega sama keluarga kecil Faiz bii.. huuu..huuu... ayo nak buka matanya nak.. " Pilu Faiz menghujani pipi dan dahi Azzam dengan kecupan yang makin membuat Maureen sakit tak berdarah
" Cukup Faiz, yang ikhlas nak. Kasihan Azzam, letakkan anakmu le " Ucap kyai Aziz dengan air mata yang mengalir deras pula
" Gak mau bii.. Ayo De bangun Zam, kita main bareng kak Zura. Kembali sayang jangan tinggalin Yayah " Lirihnya hatinya hancur berantakan kala tubuh kecil itu tetap tak Sudi membuka matanya
" Hubby, lepaskan Azzam. Hubby harus lebih kuat untuk kami. Untuk Azzam, untuk Mima dan Azzura " Maureen mendekat menyentuh bahu suaminya yang berguncang hebat perlahan Gus Faiz mengendorkan dekapannya pada Azzam lalu Ummah Anggun mendekat mengambil alih Azzam
Maureen merentangkan tangannya yang langsung disambut oleh Gus Faiz. Ia mencoba mengabaikan rasa kesal dan kecewa yang sama sekali tidak ada gunanya disaat seperti ini. Ia sadar bahwa hal ini bukan salah Gus Faiz sepenuhnya. Ini sudah menjadi takdir dari yang Maha Kuasa, walau sebenarnya juga terjadi karena ketidak tegasan Gus Faiz dalam menghadapi ke egoisan Umi Khadijah yang telah di pengaruhi Fathimah.
" Sayang.. Hubby minta maaf. Setelah Ini Hubby janji kita tidak akan lagi tinggal dengan orang tidak berperasaan itu " Racau Gus Faiz yang mampu membuat hati Kyai Aziz dipenuhi rasa bersalah karena tidak mampu mendidik istrinya.
.."aku tresno karo sampeyan".. maukah jadi istriku sehidup semati
diubel up dong thor...
rujuk harus melalui perjalanan yang berat ya Thorrr.
jangan² benar nih kalau dokter Ahmad dan Gus Faiz ternyata berteman..terus bagaimana rencana Maureen tidak jalan lahh