NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35

Di Rumah sakit, tempat yang sama dimana Ibu Sean dirawat, Ros juga sedang dalam perawatan Dokter.

Apalagi yang bisa membuat seseorang memegang dadanya dalam keadaan begitu emosional, kalau bukan gangguan jantung.

Tapi bahkan jika situasi sudah begitu mencekam baginya, Ros masih keras kepala terhadap keputusannya. Dia ingin Soraya segera berangkat ke luar negeri, jika tidak maka dia tidak ingin Soraya masuk dan menjenguknya, atau melihat gadis itu disekitaran, bahkan rumah sekalipun. Sementara Luna, dia sudah di blacklist tanpa kata. Ros tidak ingin melihat duo Bibi dan ponakan itu.

Hal ini telah didengar Soraya dari luar, dan jelas sangat konyol baginya. Tentu saja dia tidak peduli, apa dia diizinkan masuk atau tidak.

“Kayak penting aja!” Adalah celotehan Soraya saat mendengar itu pertama kali.

Tapi Rafael dengan ketabahan hati menghadapi perang para wanita dalam rumahnya, segera membujuk. “Sora, kamu jangan khawatir. Gamma pasti akan baik-baik saja, dan Kakak juga tidak akan kemana-mana.”

Sebuah pernyataan emosional, yang membuat Luna terkekeh sinis.

Kini bertiga dengan sang Bibi, mereka duduk di luar ruangan, membiarkan Benedict sebagai satu-satunya yang masuk.

Pokoknya Ibu tidak mau bertemu anak kamu, atau bahkan kamu sendiri, jika tidak mau melakukan apa yang Ibu katakan.”

Mendengar ini, Benedict hanya bisa membuang nafas panjang. Entah kenapa, meskipun dia duduk di sini dan berbicara dengan ibunya, satu-satunya yang ada dalam pemikiran Benedict yaitu perkataan Soraya sebelumnya.

Ini membuatnya bertanya-tanya, … benarkah seperti itu di telah hidup selama ini? Apakah dia, yang adalah seorang pemimpin dari perusahaan terkenal, hampir seperti boneka di hadapan Ibunya? benarkah?

Benedict bahkan tidak yakin. Tapi mendengar seorang anak berteriak, tidak ingin menjadi seperti orangtuanya jelas terasa sangatlah salah. Salah dalam diri orangtuanya. Yaitu, salah dalam dirinya sendiri, Pikir Benedict.

“Benedict! Kamu dengar Ibu atau tidak!” Marah Ros, yang membuat Benedict sedikit terperanjat dari lamunannya.

“Ibu, jangan marah-marah. Nanti jantung Ibu kambuh lagi. Bersandarlah dengan nyaman.” Ujar Benedict, yang mengatur posisi bed dan bantal penopang, agar Ros bisa bersandar nyaman.

Melihat perilaku lembut putranya, Ros bukannya bersyukur malah menjadi kesal.

“Inilah kesalahan kamu Ben! kamu itu terlalu lembek, sampai-sampai putri kamu memberontak baik pada kamu maupun Ibu. Padahal kan Ibu ini, adalah neneknya. Hanya menginginkan yang terbaik untuknya, sama seperti yang Ibu lakukan untukmu.”

DEG. Label terlalu lembek dari Ibunya membuat pergerakan Benedict terhenti.

Kalimat ‘yang terbaik untuknya, seperti yang Ibu lakukan untukmu’ terasa tidak pas.

Mungkin masih efek dari ucapan Soraya yang mengkritik dirinya, dan sudah ditambah ucapan sang Ibu, pembuluh darah Benedict naik seketika.

Urat-urat dari dahi sampai ke tangannya, muncul begitu saja. Suara decitan kursi akibat pergerakan yang tiba-tiba, membuat Ros mengangkat kepalanya kaget.

“Be-nedict? Ke-kenapa kamu ini?!”

Benedict yang walaupun tiba-tiba berkecamuk di dada, masih mempertahankan fasadnya yang tenang diluar.

“Ibu, aku baru saja mempertimbangkannya. Aku pikir, kita tidak perlu memindahkan Soraya sekarang. Lagipula tidak lama lagi dia juga sudah akan selesai.”

“BENEDICT!” Kemarahan Ros menjadi, mendengar perlawanan tiba-tiba ini. Ya, bagi Ros ini benar-benar seperti perlawanan.

Dia menatap syok sang Putra, yang masih setia dengan wajah tanpa ekspresi nya.

“Kamu, … apa kamu kehilangan pikiran?” Lanjut Ros, yang jelas tidak akan mudah. Dia memarahi dan mempertanyakan alasan Benedict mengatakan hal itu. Tidak cukup disitu, dia bahkan menuduh Benedict telah dicuci otak oleh Luna.

Mendengar Ibunya sampai membawa nama Luna dalam kecurigaan ini, Benedict akhirnya sadar, seperti apa dia dalam pandangan sang Ibu. Sebagai seorang pria dewasa dan bahkan seorang pemimpin dari perusahaan besar, dia tidak menyangka bahwa sikap penuh hormat yang ditunjukkan, akan dianggap sebagai kelemahan.

“Ibu, aku ini bukan orang yang bisa dihasut sembarangan.” Tegas Benedict.

Tapi Ros, yang selalu menjadi pihak pengatur selama ini, jelas tidak percaya. Dia selalu merasa mudah mengatur Benedict, jadi menganggap putranya itu rawan ditipu orang lain.

“Tidak mungkin, wanita terkutuk itu pasti telah mencuci otakmu.”

Benedict yang masih bertahan dalam sikap dan posisinya, akhirnya tidak tahan untuk menyungging senyum miris.

Entah darimana datangnya, tapi untuk pertama kali, dia ingin menunjukkan pada Ibunya bahwa dia bukan seseorang dengan kepribadian sembarangan. Ingin menunjukkan pada Ibunya, dia bukan boneka. Dan yang paling penting, tidak ingin menjadi seperti Ibunya, yang memaksakan kehendaknya sendiri.

Jadi Benedict menarik nafas dalam-dalam, sebelum berucap. “Aku sudah mengambil keputusan, putriku Soraya … tidak akan meninggalkan kota ini, kecuali dia ingin atau akan pergi kuliah.”

Ros dengan mata terbuka lebar, dan mulut menganga, mendengar ini dengan gelengan.

Dia tahu bahwa ini adalah pemberontakan, dan dia sangat marah sekarang. “Jangan bermimpi putrimu berkuliah, dengan otak seperti itu, dia akan membutuhkan sepuluh tahun untuk selesai.”

“Ibu.” Benedict menggeram tertahan.

Dia merasa Ros telah sangat kelewatan. Jadi, dia mengambil langkah mundur.

“Aku tidak peduli lagi, apa yang Ibu katakan. Yang jelas aku tidak menyetujui Soraya pergi, dan karena dia Putriku, aku yang paling tahu terbaik untuknya. Sama seperti Ibu, tahu apa yang terbaik untukku.”

Ros yang mendengar ini, memegang dadanya lagi. Membuat Benedict, refleks mengambil langkah mendekat.

“Jangan sentuh aku.” Tepisnya, pada tangan Benedict.

“Ibu, jantung Ibu mungkin—”

“Aku bilang, jangan mendekat atau berani menyentuhku. Aku tidak bisa hidup dengan kalian semua, generasi-generasi pemberontak. Baik Ayah dan anak sama saja, tidak berguna.”

Melihat bagaimana Ros menolak melihat ke arahnya, Benedict tahu dia harus mundur sekarang. Meskipun dia dalam suasana hati yang juga tidak baik, itu tidak menghilangkan rasa hormatnya.

“Sepertinya Ibu butuh waktu sendiri, aku akan keluar sebentar. Hubungi aku, jika Ibu perlu.”

Tapi Ros dengan dada yang naik turun, mengeraskan hati dan kepalanya. Menolak bahkan sekedar menengok.

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!