Menceritakan tentang Raya seorang perempuan yang memiliki kelebihan yaitu Indra keenam. Raya adalah seorang vokalis bend nya yang berada KapRal. Raya juga merangkap sebagai pencipta lagu yang dia ambil dari kisah-kisah arwah penasaran.
Suatu hari Genk KapRal didatangkan beberapa musibah dan malapetaka, pertama Raya nyaris terbunuh, kedua bend KapRal mendapati sebuah fitnah bahwa bend mereka melakukan plagiat atas lagu-lagu yang diciptakan Raya.
Saat merasa frustasi Raya tiba-tiba mendapat ide untuk datang ke villa milik kakeknya.
Di Sana dia yang ditemani sagara menemukan beberapa hal ganjil serta berhasil menemukan sebuah syair atau mantra yang akan di ubah oleh Raya menjadi sebuah lagu.
Dari sanalah malapetaka besar itu akan muncul. Setelah Raya memperkenalkan lagi ciptaanya kepada teman-teman bend nya.
Satu persatu teman-teman bend mati dengan cara yang mengenaskan, pembunuh nya hanya meninggalkan jejak yang sama yaitu kedua bola mata korban lenyap tiada bekas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuireputih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35 Bahaya Mengintai
Sagara masih belum sadar jika bahaya tengah menyergapnya. Volume televisi dibesarkan, tidak peduli jika suara itu menutup dering ponsel yang mungkin berbunyi nanti. Tentu Sagara tidak mendengar jeritan dua gadis yang tengah disergap ke dimensi yang berbeda.
Hawa dingin mendadak menyergap, membuat Sagara menggigil. Pandangannya mengedar, memastikan jika semua jendela telah tertutup.
Tak ada pikiran negatif di kepala Sagara. Ia malah meraih remot AC dan mengecilkan kadar dinginnya. Namun, udara yang dingin dan sesak tetap menyergapnya, seakan meninabobokan.
Kantuk menyergap Sagara seketika, membuat matanya perlahan terpejam … terpejam … dan ….
Craaash!
Sagara terpekik, merasakan nyeri yang luar biasa di bahunya. Tangan kanannya mengusap bahu sebelah kiri. Ia terpekik tatkala menyadari tangan yang usai menyentuh bahu itu berlumuran darah. Bahunya terluka.
Sagara bangkit dan menatap nanar ke segala arah. Tak ada siapa pun. Lantas, apa yang melukai bahunya?
Seperti terkena sayatan pisau yang begitu tajam. Darah terus mengucur, menimbulkan perih yang semakin mengantar Sagara pada dunia lelap. Namun, ia bertekad untuk tetap sadar, tak ingin sesuatu yang buruk lebih buruk merenggut nyawanya.
Ini adalah gilirannya.
Mata Sagara membeliak tatkala dari depan tiba-tiba muncul pisau berlumuran darah yang hendak menerjangnya. Sagara berkelit, sehingga pisau itu tidak mengenai kepalanya. Hampir saja. Ini tidak main-main. Pantas semua korban mati. Jika tidak memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, mustahil bisa lolos dari serangan ini.
"Siapa? Kalau kau berani, tunjukkan wujudmu! Kita bertarung secara jantan! Pengecut!" geram Sagara.
"Kau yang pengecut!" balas wanita bersuara serak, yang entah darimana asalnya.
Lari! Selamatkan diri! Nurani Sagara meronta, memaksanya untuk melangkah, pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Namun, belum sempat melangkah maju, Sagara disuguhi pemandangan yang luar biasa mencekam.
Pemandangan yang dulu dilihatnya dan menyisakan kengerian sampai sekarang. Kamar apartemennya berubah menjadi ruangan klasik zaman kolonial Belanda. Orang-orang Belanda yang dulu mati diracun itu, kini tampak lagi. Bedanya, mereka berdiri tegak, diam, mengelilingi Sagara, dan menyodorkan minuman beracun itu.
"Minumlah, ikut bersama kami!" ucap mereka datar, tanpa ekspresi.
"Tidak!" tolak Sagara.
Sagara teringat. Kata Raya, semua ini adalah ilusi. Maka, sekuat tenaga Sagara menerjang hantu-hantu Belanda itu. Ia berusaha fokus, mencari satu titik yaitu pintu apartemennya.
Namun, sial! Di tempat yang Sagara yakini merupakan pintu itu, ada Ngarlien di sana, mengunyah sesuatu yang entah apa itu, melelehkan darah kental kehitaman.
"Bocah nakal! Kau seharusnya mati!" jerit Ngarlien.
Entah dari mana, sebuah pisau yang tadi melukai bahu Sagara, muncul kembali. Kali ini, Sagara tak bisa mengelak. Dengan kejam pisau itu menyabet punggung, lalu perutnya dalam hitungan detik, sehingga Sagara tak sempat menjerit. Kaki pemuda itu goyah, lalu jatuh berlutut sambil meringis kesakitan.
"Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau lakukan ini pada kami?" tanya Sagara dengan napas terengah-engah, berusaha menahan diri agar tidak kehilangan kesadaran.
Namun, lagi-lagi pisau itu dengan kejam menyerang sekujur tubuh Sagara. Pemuda itu menjerit pilu, lalu roboh dengan posisi tertelungkup.
Dengan sisa-sisa tenaga, ia berusaha mendongak, melihat pemandangan yang berubah perlahan. Sagara melihat samar siluet wanita berdiri membelakanginya, Wanita yang sangat dikenalnya.
"Kau ...." Sagara tak mampu meneruskan kata-kata karena ia terbatuk dan mengeluarkan darah.
Ah, mungkin ajalnya sebentar lagi menjemput.
Sagara yakin, wanita itu kini menyeringai, menertawakannya dengan mimik mengejek. Tebakannya selama ini salah.
Pelakunya adalah wanita itu. Wanita yang lugu dan sama sekali tak terlihat memiliki kemampuan jahat seperti ini.
Namun, apa hubungannya dengan Ngarlien, yang notabene adalah nenek buyut Raya?
Sagara tak lagi bisa berpikir, karena gelap keburu menyelimuti.
Sementara sesuatu terjatuh, mengenai kepalanya.
Cincin bermata tengkorak itu.
tapi kerennnnn 👍👍👍👍