Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benarkah Jatuh Cinta?
Ada getaran kebahagiaan saat Devan bisa melihat Leava yang tidak lagi jadi pendiam seperti tadi. Sekarang dia bisa melihat gadis itu tersenyum bahagia. Masih duduk di bangku taman, mereka masih menikmati malam ini. Leava membeli makanan hangat yang terbuat dari kacang hijau untuk dinikmati malam ini.
"Terima kasih ya Tuan, sudah membawa saya kesini. Jadi, saya tahu jika ada acara seperti ini" ucap Leava.
Devan mengangguk saja, dia menatap Leava yang sedang fokus pada makanannya. "Besok ada waktu luang?"
Leava langsung menoleh dan menatap Devan dengan kening berkerut. Besok adalah akhir pekan, dan Leava akan libur bekerja. Tapi kenapa Devan malah menanyakan waktu luang padanya?
"Em, saya tidak ada acara apapun besok. Memangnya ada apa?"
"Temani aku pergi bisa? Besok ada acara pernikahan teman, dan aku malas pergi sendirian" ucap Devan.
Leava langsung mengerjap kaget dengan itu. Memikirkan maksud Devan mengajaknya pergi ke acara pribadi seperti ini. Dia membawanya atas status apa? Sekretaris atau pasangan?
Gila lo, Le.. Kenapa sampe berpikir jauh begitu. Mana mungkin dia anggap lo pasangannya. Lagian, sadar diri Leava!
Leava mengerjap pelan atas pikirannya itu. Dia langsung tersenyum pada Devan. Ingin menolak, juga dia tidak mungkin melakukannya. "Jam berapa Tuan? Kalau saya bisa, pasti saya akan pergi menemani Tuan"
Devan langsung tersenyum senang mendengar itu. "Jam 7 malam, aku jemput ya"
Leava mengangguk saja, dia juga hanya seorang bawahan yang tidak mungkin berani menolak ajakan Bosnya. "Baik Tuan"
Setelah cukup lama disana, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Devan mengantarkan Leava sampai ke Kosannya. Meski Leava sempat menolak tadi.
"Em, terima kasih banyak Tuan sudah mengantar saya. Padahal tadi saya bisa pulang sendiri. Jadi merepotkan anda" ucap Leava, merasa tidak enak.
Ya Tuhan..
Leava merasa jantungnya hampir saja loncat keluar dari tempatnya, saat tiba-tiba Devan mendekat padanya. Berada sangat dekat dengan tubuhnya, bahkan wajahnya sekarang berada tepat di depan Leava. Hembusan hangat nafasnya juga terasa di kulit Leava. Tatapan mata Devan yang tajam dan lekat itu, membuat Leava seolah terhipnotis dan tidak bisa berkutik.
"Aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendirian" ucap Devan, lalu terdengar suara klik. "Sekarang pulang dan istirahatlah"
Leava mengerjap kaget saat Devan sudah kembali ke kursinya. Ternyata pria itu hanya membantunya membuka sabuk pengaman. Tapi kenapa harus sedekat itu? Ah, rasanya jantung Leava sudah ingin loncat.
"Kenapa kau diam saja? Apa ingin aku bawa pulang saja ke Apartemen?"
Deg,, Leava langsung mengerjap kaget, matanya sampai terbelalak mendengar ucapan Devan barusan. Segera dia turun tanpa mengatakan apapun. Dirinya masih terlalu kaget dan bingung dengan perlakuan Devan.
Devan hanya tersenyum lucu melihat tingkah Leava. Dia menatap punggung gadis itu yang melangkah menjauh darinya. Devan mulai melajukan kembali mobilnya meninggalkan kawasan Kosan Leava.
"Sial, aku benar-benar tidak bisa terus begini"
*
Ketika sampai di rumah, dia tersenyum melihat adiknya yang berkunjung. Segera Devan menghampirinya yang sedang duduk di sofa bersama Bunda.
"Kapan datang?" tanya Devan sambil mengacak gemas rambut Rena.
"Ish Kak Devan kebiasaan deh. Tadi sore, mau nginep semalam. Soalnya Kak Tio sedang ada pekerjaan di Luar Kota"
Devan mengangguk mengerti, dia duduk di sofa tunggal disana. Sedikit melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa mencekiknya.
"Bagaimana kandunganmu?"
Rena tersenyum sambil mengelus perutnya yang sudah mulai mengencang. Meski belum benar-benar terlihat besar. "Baik, kemarin baru saja periksa dari Dokter. Dan semuanya baik-baik saja. Doakan saja sampai lahiran tetap sehat dan selamat ya Kak"
"Tentu saja"
Devan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, memejamkan matanya yang terasa lelah. Hal itu tak luput dari Rena dan Bunda.
"Kenapa Kak? Apa ada masalah?" tanya Rena.
"Iya Van, kalau ada masalah cerita sama kita" ucap Bunda yang ikut menimpali.
Devan menghembuskan nafas kasar, lalu dia menoleh pada adik dan Budanya. "Tidak papa, hanya lelah saja seharian bekerja. Yaudah, aku mau mandi dulu ya"
"Udah makan malam belum, Van?" tanya Bunda.
"Sudah Bunda, tadi makan diluar. Sekarang mau mandi dan langsung istirahat saja"
Devan pun berlalu ke kamarnya, setelah mandi dia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang.
"Sial, bayangannya kembali datang. Sepertinya aku benar-benar gila sekarang"
Bukan hanya sekali saja, setiap kali dia sendirian seperti ini. Maka dia selalu melihat bayangan Leava tanpa di minta. Seolah memang dia terus memikirkannya.
"Mungkinkah aku benar-benar jatuh cinta pada gadis seperti dia? Ya ampun, dia wanita bar-bar. Aku tahu itu. Meski selama bekerja denganku, dia berubah menjadi gadis baik dan lemah lembut. Tapi aku bisa melihat gerak bibirnya jika dia sedang memaki. Hahah.. Lucunya"
Devan langsung menggeleng, bagaimana mungkin dia tertawa sendiri yang membayangkan wajah Leava yang kesal padanya, tapi dia tetap berusaha tersenyum. Menyembunyikan kesal. Dan pastinya dia sudah memaki di dalam hatinya.
Suara ponsel berdering, membuat lamunan Devan langsung buyar seketika. Dia meraih malas ponselnya di atas tempat tidur. Melihat siapa yang sudah menghubunginya. Sedikit menghela nafas pelan, lalu dia melihat panggilan video yang dilakukan.
"Mau apasi"
Kesal, tapi tetap mengangkat panggilan itu. Hanya sebatas menghargai saja. Seketika layar ponsel langsung penuh oleh wajah cantik seorang gadis yang dia temui beberapa minggu lalu saat dia perjalanan bisnis ke Luar Negara. Semuanya karena Papa yang mengaturnya.
"Iya, ada apa Ki?" ucap Devan dengan wajah datar.
"Bagaimana kabarnya Kak? Udah lama gak balas pesan aku. Lagi sibuk banget ya? Oh ya, kenapa kirim Asisten Kakak kesini? Biasanya Kak Devan sendiri yang datang"
Devan mengusap rambutnya, sedikit tidak ingin menjelaskan. "Ya, aku sibuk dengan proyek baru disini. Jadi aku kirim Givan saja. Memangnya ada apa?"
"Em tidak. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin mengetahui kabar Kak Devan saja"
"Aku baik-baik saja kok. Hanya sibuk dengan pekerjaa. Oh ya, aku harus menyelesaikan satu pekerjaan. Sudah dulu ya"
Terlihat wajah kecewa dari gadis yang memenuhi layar ponselnya saat ini. Tapi dia tetap mengangguk saja. "Yaudah, kalau gitu selamat istirahat Kak"
Setelah sambungan telepon terputus. Devan langsung menyimpan ponsel atas nakas dan dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Bersambung