NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 35

Darah segar mengucur dari mulutku sebab jatuh terjerembab di lantai kamar. Meninggalkan bekas pada lantai putih. Namun, aku segera bangkit dan mempercepat langkah menuju jendela. Aku tak mungkin salah lihat dengan bayang-bayang wajah itu. Aku spontan melompat dari tempat tidur dan berlari namun tersandung selimut. Itulah yang membuat gusiku terluka.

Gorden kusibakkan. Jendela langsung kubuka hingga dua cangkang kerang terjatuh ke kakiku. Sosok Yoru terlihat. Ini baru satu minggu sejak kepindahannya ke pulau lain. Bagaimana mungkin ia kembali secepat ini.

"Hei, tunggu!" seruku sambil menaiki bingkai jendela hingga membuat seluruh cangkang kerang jatuh, baik ke lantai mau pun ke tanah.

Aku berlari kencang menyusul Yoru yang juga berlari setelah aku membuka jendela. Tanpa alas kaki, aku menahan perihnya krikil dan rerumputan tajam. Ini masih pagi buta. Waktu biasa bagi Yoru menampakkan bayangan wajahnya dari gorden kamarku.

"YORU, BERHENTI!"

Sepasang pasutri terlihat menyibak gorden sebab mendengar suaraku teriakanku. Namun, untung saja tidak terlalu banyak rumah penduduk di sini. Sehingga, tidak akan menimbulkan kegaduhan berarti. Paling nanti sebatas menjadi pembicaraan tak menarik. Siapa yang tahu Yoru sempat pergi dan sekarang kembali lagi entah karena apa.

"BERHENTI ATAU AKU TIDAK AKAN PERNAH MAU MELIHATMU LAGI!"

Lelaki itu berhenti. Kali ini, ia hanya mengenakan baju kaos berwarna abu-abu tua. Tanpa kemeja krem lusuh itu. Ia juga mengenakan topi pet berwarna hitam. Rambutnya tampak pendek. Mungkin hanya sekita tiga sentimeter. Ia pasti sudah memotong rambut di Sumatera sana.

Yoru kembali berlari saat aku hampir mendekat. Seketika langkahku terhenti. Ia tak mengindahkan ancaman itu. Artinya, perkataanku itu memang tidak berarti. Aku mengembuskan napas. Lantas berbalik badan. Membiarkan Yoru tertelan jarak. Ia bahkan tak sedikit pun menengok untuk sekedar memastikan apakah aku masih mengejarnya atau tidak.

Seorang wanita muncul dari balik pintu yang kuketuk. Ekspresi bingung terpancar. Namun segera mempersilakanku masuk.

"Cine!? Ayo masuk."

"Niji di mana, Bunda?"

Bunda Niji mengantarkanku ke depan kamar. Aku memang jarang sekali ke dalam rumah Niji. Lebih sering bercengkrama dengan Nojo yang sekarang berganti Nuju. Lain halnya dengan Niji yang selalu bermain di kamarku setiap kali mengunjungi rumahku. Ini adalah hari libur. Aku bisa sepuasnya berada di sini. Setidaknya, dengan mengetahui teman yang sedang bersamaku adalah Niji membuat ibu tidak akan marah. Atau paling tidak hanya mengomel sebentar.

"Kamu baik-baik saja?" Bunda Niji bertanya.

Sialnya, aku lupa bahwa kakiku kotor. Aku hendak mengambil sapu namun dilarang oleh bunda Niji. Seolah mengetahui bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Walaupun ada raut wajah tidak enak melihat rumahnya kini dititipkan butiran pasir dari kakiku.

"Iya, Bunda. Aku cuma mau bertemu Niji karena ada urusan mendesak."

Bunda Niji mengangguk sambil mulai menyapu pasir-pasir hitam bekas kaki telanjangku.

"Cine!?" Niji berseru.

Di dalam kamarnya, aku menangis sejadi-jadinya. Hingga bunda Niji mendengar dan turut menghampiri. Ayah Niji sudah berangkat ke sawah sejak tadi. Kakak laki-laki Niji sempat mengintip dari pintu. Namun ia segera berlalu. Seisi rumah aku buat heboh dengan alasan yang tidak jelas. Aku segera pamit setelah mendengar suara tangisan adik Niji. Malu sekali rasanya karena kemungkinan anak kecil itu terbangun karena suara tangisku. Ah, salah besar. Seharusnya aku pulang saja. Bukan malah menyusahkan semua orang di sini.

Niji gagal mencegah langkahku karena aku langsung berlari kencang meninggalkan rumahnya. Sialnya, aku merasa ke sini hanya untuk mempermalukan diri. Biarlah. Nanti aku ceritakan Niji lewat HP saja.

❀❀❀

Langkahku terhenti di sebuah pematang sawah. Celanaku kotor. Kaki kotor. Bodohnya, aku malah kembali mencari Yoru yang entah di mana dia pergi sekarang. Bukannya kembali ke rumah, aku malah melanjutkan perjalanan tidak jelas hingga duri-duri tumbuhan putri malu merasuki telapak kakiku. Perih. Entah sejak kapan aku bisa sebodoh ini. Jika ingin bertemu Yoru, sudah pasti bisa sebab ia jelas-jelas sudah kembali. Caraku mengejarnya sudah seperti mencari arwah gentayangan. Entah di rumah pak Addin, nenek Mei, jalanan dekat tumbuhan bunga sedap malam atau dekat teluk Narmada. Kemungkinan yang menjadi tempatku menemukan keberadaan Yoru. Aku malah seperti ini. Sekali lagi, entah sejak kapan aku menjadi sebodoh ini.

Suara motor terdengar. Niji dan Zetta menyusulku. Matahari sudah terbit. Baru saja. Mataku kelilipan karena reflek mengucek mata dengan telapak tanganku yang bertanah.

"Aku tak pernah paham dengan jalan pikiranmu," ucap Zetta yang dilanjutkan dengan senggolan dari Niji terhadapnya.

"Ada apa, Cine. Beri tahu, kami!" Niji meminta.

Bagaimana mungkin aku menceritakannya. Sedangkan tidak hanya Niji di sini. Ada Zetta yang benar-benar tegas agar aku tidak memasukkan diri ke dalam urusan lelaki nakal seperti Yoru. Bukankah mempermalukan diri sendiri jika aku memberitahu mereka bahwa yang membuatku kotor seperti orang tak waras ini adalah Yoru.

Zetta turun dadi sepeda motor dan melepaskan alas kakinya untukku kenakan. Aku menggeleng tegas namun ia memaksa. Aku tak memberitahu bahwa telapak kakiku terkena duri-duri putri malu.

"Kamu nginjek duri?" Zetta menyadarinya karena ekspresi kesakitanku.

Aku menelan ludah. Peka sekali tukang makan satu ini.

"Ayo, ikut. Nanti kamu di tengah-tengah, Zetta di belakang," ujar Niji.

Aku mengangguk saja daripada harus menceritakan kepada mereka tentang tingkah konyolku ini.

"Yoru memang hanya sementara di Sumatera, Cine," ucap Zetta setelah aku duduk di atas motor.

Sekali lagi, aku menelan ludah..

"Kamu mungkin tidak terpikirkan. Aku sama Yoru 'kan satu sekolah. Satu kelas pula. Dari keterangan guru, ia hanya izin tidak masuk selama beberapa hari karena mengunjungi ayah kandung yang belum pernah ia temui seumur hidupnya. Guru kami menceritakan itu. Sekali pun tak ada yang menyukai sifat Yoru, tapi kami turut terharu dengan kisahnya yang akhirnya akan bertemu ayah kandungnya setelah belasan tahun. Itu sebabnya Niji menceritakan semua tentang Yoru yang telah kamu alami kepadaku. Aku pun tahu, kamu sebenarnya malu menceritakannya kepadaku. Aku tidak akan mengejekmu. Tenang saja. Sekali pun aku terkadang bergurau dengan hal itu di hadapan teman-temanmu kala itu," tutur Zetta.

Tentu saja. Seharusnya Zetta yang paling tahu tentang Yoru. Malunya, aku ketahuan rela melakukan semua ini demi mengejar Yoru. Sekali pun aku tidak tahu karena apa. Walaupun karena terkejut atas kedatangannya secara tiba-tiba itu.

"Maaf sudah merepotkan kalian. Aku bisanya memang cuma menyusahkan orang lain. Maaf juga sudah menciptakan kehebohan pada pagi buta di rumahmu, Niji. Aku tak akan mengulanginya lagi," ujarku lemas.

"Tak apa, Cine. Rumahku akan selalu terbuka untukmu. Kamu tidak merepotkan siapa pun. Bunda malah sangat khawatir terhadapmu. Sampai-sampai, ia menelpon ibumu," ucap Niji.

"Hah?" Omelan baru akan segera datang dari ibu. Aku tak ada di rumah Niji, tak ada pula di rumahku sendiri. Ibu pasti sudah mengecek kamar dan mendapati keadaan kamarku yang masih berantakan dengan penghuninya yang kosong. Memang benar, aku datang ke rumah Niji hanya untuk menambah masalahku. Entah siapa yang seharusnya disalahkan. Tentu saja aku. Siapa lagi!?

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!