"Gue menang taruhan! Gue berhasil dapatkan Wulan!"
Wulan tak mengira dia hanyalah korban taruhan cinta dari Alvero.
Hidupnya yang serba kekurangan, membuat dia bertekad menjadi atletik renang. Tapi semua tak semudah itu saat dia tidak terpilih menjadi kandidat di sebuah event besar Internasional.
Hingga akhirnya seluruh hidupnya terbalik saat sebuah kenyataan besar terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Alvero menatap seseorang yang kini melepas helmnya dan berjalan mendekat. "Dipta, ngapain lo ke sini?"
Dipta tersenyum dan berdiri di dekat Wulan. "Mau nge-date sama Wulan," jawabnya karena dia ingin membuat hati Alvero panas.
Seketika Wulan menginjak kaki Dipta. "Ngedate apa? Jangan ngaco!"
Alvero semakin menatap mereka curiga. Apa jangan-jangan mereka memang sudah memiliki hubungan yang spesial? "Jadi sebenarnya kamu mau keluar sama Dipta?" tanya Alvero pada Wulan.
"Iya, dong. Kita udah janjian mau keluar," jawab Dipta lagi.
Kedua tangan Alvero semakin mengepal. Dia mendekati Dipta dan menariknya agar menjauh dari Wulan. "Mau apa lo ajak keluar Wulan?"
Wulan menarik tangan Dipta lagi. "Gue yang ajak keluar Dipta. Gue ada perlu sama Dipta." Wulan menarik Dipta agar mengikutinya masuk ke dalam rumah untuk berpamitan dengan kedua orang tuanya.
Dipta tersenyum mengejek Alvero karena kali ini dia yang menang.
Alvero menendang ban motor Dipta dengan keras. Dia sangat kesal dengan Dipta. "Mau kemana mereka? Gue harus ikuti!"
Beberapa saat kemudian Wulan dan Dipta keluar dari rumah dan memakai helm mereka masing-masing.
Alvero hanya melipat kedua tangannya saat melihat mereka menaiki satu motor yang sama. Rasanya dia sangat kesal dan ingin menendang jauh Dipta dari dekat Wulan.
Setelah mereka berdua pergi, buru-buru Alvero menaiki motornya dan mengikuti mereka berdua dari kejauhan.
"Ternyata mereka ke taman. Shits!"
...***...
"Ada tugas apa?" tanya Dipta setelah mereka duduk di bangku taman.
"Jadi begini, lo udah tahu kan kalau gue dan Ara adalah anak yang tertukar?" Wulan mulai bicara serius dengan Dipta.
"Iya, gue baru tahu."
"Sebelumnya gue punya kakak yang bernama Riki yang sekarang menjadi kakak Ara. Dia itu memang tukang mabuk dan kayaknya juga pemakai. Tapi masalahnya sekarang udah kebangetan, dia sampai berani jual Ara. Untung ada Kak Ares dan Vero yang gagalin."
"Lo yang bener? Adik kandungnya sendiri loh dijual."
Wulan menganggukkan kepalanya. "Gue dulu juga sempat mau dijadiin jaminan hutang Kak Riki, untung gue bisa kabur."
"Dimana dia sekarang?" tanya Dipta. Dia mulai serius dengan masalah ini.
"Dia kabur. Tapi gue tahu dimana biasanya dia kumpul."
"Dimana? Biar bokap gue segera melakukan penggerebekan. Di kota ini banyak banget pengedar dan harus segera dibasmi."
Wulan mengambil ponselnya dan mengirim foto Riki serta tempat Riki berkumpul dengan teman-temannya. "Ini Kak Riki. Jangan sampai dia kabur."
Dipta melihat foto yang baru saja dikirim Wulan. "Dia salah satu DPO. Dia pernah mencuri sepeda motor juga. Thanks, lo udah kasih tahu tempat persembunyiannya. Gue udah kirim titik lokasinya. Sebenarnya gue mau ikut turun tangan, tapi malas ah. Terlalu berbahaya bagi anak sekecil gue."
Seketika Wulan tertawa dan memukul lengan Dipta. "Lucu sekali anak sekecil ini."
Kemudian tidak ada pembicaraan di antara mereka. Hingga akhirnya ponselnya berbunyi. Dia mengambil ponselnya dan melihat panggilan masuk dari papanya.
"Hadeh, mau apa Papa telepon gue. Anjir, gak bisa kalau anaknya santai dikit." Kemudian Dipta mengangkat panggilan itu.
"Iya, ada apa? Aku lagi di taman Pa, lagi nge-date."
Wulan melebarkan matanya sambil mencubit pinggang Dipta.
"Iya, iya, aku ke sana sekarang buat mastiin. Papa harus stand by juga." Kemudian Dipta mematikan panggilannya. Dia berdengus kesal lagi. "Biasalah, anak selalu dijadikan tumbal. Ayo, gue antar lo pulang dulu. Biar gue urus masalah ini."
"Gue ikut ya!"
"Nggak! Gue gak mau lo dalam bahaya. Kalau soal ini biar gue mengurusnya sendiri, baru kalau ke KUA, kita bisa mengurusnya berdua."
Wulan melayangkan satu tabokan lagi di lengan Dipta. Tapi Dipta justru tertawa dan tidak merasakan sakit dengan tabokan keras dari Wulan.
Kemudian mereka berdua berdiri dan berjalan menuju tempat parkir.
"Lo masih ada perasaan sama Vero?" tanya Dipta.
Wulan hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Dipta.
"Kalau diam berarti iya. Vero juga masih cinta sama lo. Kenapa lo gak balikan aja sama Vero?"
Seketika Wulan menatap Dipta. Seseorang yang berdiri di depannya itu ternyata benar-benar baik. Dia menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau mikirin cinta dulu."
"Syukurlah, gue lega dengarnya. Sebagai teman gue memang bisa jadi malaikat atau setan."
Lagi, Wulan tertawa mendengar candaan Dipta. "Udah yuk, kita pulang sekarang."
...***...
Malam hari itu, Adara duduk di tepi kolam renang sendirian dengan kaki menyentuh air kolam itu. Air mata masih saja mengalir di pipinya saat mengingat semua kejadian yang dia alami tadi siang.
"Tega sekali Kak Riki sama aku."
Tiba-tiba ada yang berlari dengan kencang ke arahnya. Adara berdiri dan melihat Riki yang semakin mendekat.
"Ara! Kamu berani sekali laporin aku ke polisi!"
Ara semakin ketakutan dia berlari menghindar tapi Riki dengan cepat menahan tangannya.
"Pasti kamu yang melaporkan aku ke polisi!"
"Nggak! Bukan aku! Justru Kak Riki yang tega jual aku ke Lukas!"
"Halah, kamu jangan sok suci!" Riki memukul pipi Adara hingga ujung bibirnya mengeluarkan darah.
"Lepaskan!" Adara menendang kaki Riki yang membuat Riki semakin marah.
Riki memukul kepala Adara dengan keras hingga membuat Adara terjatuh ke kolam.
Rasa sakit di kepalanya membuat Adara tidak bisa berenang ke permukaan. Dia membiarkan tubuhnya tenggelam di kolam renang dengan kedalaman tiga meter itu.
Jika aku menutup mata, mungkin aku tidak akan merasakan sakit ini lagi ....
Ares pasti bisa meraih hatinya Ara