Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
...Sering kali aku merasa iri melihat orang memiliki rumah untuk kembali, karena aku tidak termasuk orang yang memiliki keberuntungan seperti mereka....
...> Zella <...
...☠️☠️☠️...
Berbeda dengan kediaman Zion, kini di mansion Allyshon terlihat Silla sedang berdandan. Dia memoles wajahnya dengan make up tebal, Silla memilih dress berwarna merah terang yang akan dia kenakan ke acara ulang tahun kekasihnya, tak lupa dia memesan kue dan juga lilin bertuliskan angka 34 sesuai dengan usia Zion saat ini.
Di tengah persiapan, dia mendengar pintu kamarnya di ketuk. Silla menyahut dari dalam kamarnya, menyuruh orang itu masuk saja.
Ceklek.
Pintu terbuka memperlihatkan sosok Nadin sedang berjalan menghampiri Silla, senyum lembut senantiasa Nadin berikan pada putrinya.
"Sudah siap, Sayang?" tanya Nadin sambil melihat penampilan putrinya.
Silla mengangguk, "Udah, tinggal berangkat aja, Mah."
"Titip salam buat Zion yah, bilang sama dia Mamah minta maaf karena nggak bisa datang,"
Silla mengangguk lagi, dia meraih ponsel berniat memasukannya ke dalam tas. Namun ponsel itu tiba-tiba bergetar menandakan adanya pesan masuk.
Kennan.
Rumah Zion kacau, adikmu minta cerai di depan banyak orang, Sil.
Pesan singkat itu mampu membuat Silla tertawa sejadi-jadinya, dia mengira jika Kennan sedang bergurau. Dia tahu dengan jelas bahwa adiknya begitu menyukai Zion, dan tidak mungkin bagi Zella meminta cerai lebih dulu.
Melihat putrinya tertawa, Nadin menjadi penasaran. Dia mendekat lalu meraih ponsel Silla, di sana masih terlihat chat dari Kennan.
"Ini pasti bohong, kan, Sil?" ujar Nadin tak percaya.
"Tentu saja, Mah! Zella nggak mungkin minta cerai, orang dia cinta mati sama Zion." Sahut Silla masih tertawa.
Nadin memberikan ponsel putrinya kembali, "Benar juga, pasti Kennan salah informasi,"
Silla menyetujui ucapan wanita paruh baya tersebut, dia meraih tas kecil berwarna silver lalu memasukan ponsel serta dompet ke dalam tas tersebut. Setelah semua beres, Silla berpamitan pada Nadin. Dia mengambil kunci mobil dan bergegas menuju kediaman Zion.
...***...
Di sisi lain, terlihat seorang gadis dan tiga orang lainnya sedang mengikuti mobil Zella. Mereka kelompok yang di pimpin oleh Sasha, terlihat di dalam mobil ketiga pria sewaan Sasha sedang menggenggam senjata tajam di tangan masing-masing.
"Kalian bertiga harus berhasil menyingkirkan gadis itu! Gue nggak mau tahu pokoknya dia harus mati hari ini juga!" perintah Sasha tak terbantahkan.
"Baik, Bos!"
Sasha sudah mengikuti Zella sejak dia keluar dari kediaman Naraga satu jam yang lalu, sejak ayahnya gagal mendapat kabar dari Black Shadow dia menjadi tak sabaran dan memilih bergerak sendiri.
Sedangkan di dalam mobil, Zella mulai merasa ada yang tak beres. Mobil yang dia kendari terasa tak nyaman, hingga tak berselang lama mobil itu tiba-tiba mogok tepat di jalanan yang sepi.
"Ck sialan, pake mogok lagi!" gerutu Zella.
Di menoleh ke samping kursinya, di sana dia melihat Arzen sedang terlelap. Tak ingin membangunkan putranya, Zella memilih keluar dan berniat mengecek mesin mobilnya.
Baru saja dia membuka pintu tiba-tiba dia melihat satu mobil berhenti di belakang mobilnya, Zella terdiam di tempat. Dia memperhatikan tiga pria yang baru saja keluar dari mobil.
"Siapa mereka?" gumam Zella penasaran.
Selang beberapa detik Zella terperangah saat melihat ketiga pria itu mendekat ke arah mobilnya, tak ingin membangunkan Arzen. Zella keluar lebih dulu dan menghadang mereka di depan mobil. Zella memerhatikan senjata yang mereka bawa, dua katana dan satu belati.
"Bisa-bisanya di hari kebebasan gue, malah ketemu bedebah seperti mereka!" gumam Zella sedikit jengkel.
"Berani juga kau keluar, Nona!" ejek pria berkepala pelontos.
"Gue orangnya nggak suka nyusahin makanya gue menyambut kedatangan kalian lebih dulu,"
Ketiga pria itu tertawa mengejek, "Haha bagus, kau peka juga Nona."
Zella memutar kedua bola matanya dengan malas, dia melihat siluet seorang lagi di dalam mobil. Namun jarak mobil yang cukup jauh membuat Zella sulit mengenali orang tersebut.
Ketiga pria itu mulai mengambil ancang-ancang, mereka sudah siap untuk menyerang Zella. Akan tetapi belum sempat mereka melangkah, sebuah pukulan dari balok kayu mengenai pria berkepala pelontos hingga membuatnya jatuh tersungkur. Semua orang nampak terkejut, hingga tiba-tiba muncul seorang pria bertudung hitam yang berdiri di depan Zella.
"Nona, sebaiknya anda pergi dari sini," ujar pemuda yang tak lain ialah Ethan.
Zella merasa familiar dengan suara itu, dia menarik paksa tudung di kepala Ethan hingga memperlihatkan wajah pemuda tersebut.
"Loh, Ethan?" ujar Zella keheranan.
"Ya, Nona. Maaf jika kedatangan saya membuat anda terkejut,"
Zella menggeleng dia kembali menjawab, "Bukan itu, tapi kenapa lo bisa ada di sini?"
Ethan terdiam, belum sempat dia menjawab kedua pria yang tersisa langsung menyerang Ethan. Tanpa basa basi Ethan menghajar balik pria itu, dia memukul bagian wajah dan rahang pria itu berkali-kali. Zella memperhatikan cara bertarung Ethan, dia merasa tertarik untuk mempelajari tehnik bertarung pemuda itu.
Sedangkan di dalam mobil, Sasha nampak mulai panik. Dia menggigiti kukunya sendiri tanpa sadar, perasaan marah memenuhi jiwa gadis itu.
"Ini nggak bisa di biarin, Zella harus mati! Ya, harus," racau Sasha.
Dia mencari sesuatu di dalam mobilnya, hingga netranya melihat pistol tergeletak di jok belakang. Sasha memiringkan tubuhnya ke arah belakang, dan meraih pistol itu. Dia mengecek peluru yang masih tersisa. Senyum gadis itu mengembang setelah melihat pelurunya masih tersisa dua biji, dia melepas syal yang melingkar di leher dan memakainya untuk menutupi sebagian wajah gadis itu.
Sasha turun dari mobil, dia mengendap-endap lalu berjongkok di sebelah kiri mobilnya. Tatapan gadis itu tertuju pada Zella yang tengah bergabung dengan Ethan, Sasha kira Zella akan berdiam diri terus tapi nyatanya dia memilih ikut membantu Ethan.
"Gue nggak bakal biarin lo keluyuran lagi, Zel!"
Sasha mengangkat pistolnya, dia menunggu posisi Zella berada di area yang mudah terkena peluru. Detik demi detik terus berlalu, Sasha melihat orang sewaannya sudah tergeletak di aspal semua. Dia memperhatikan Zella yang sedang menyeka keringat, ada rasa iri memenuhi rongga di hatinya setiap kali dia melihat sosok Zella yang tidak mengenal kata takut.
Tak ingin mengenang masa lalu yang suram, Sasha membulatkan tekadnya. Dia menarik pelatuk pistol itu, dan mengarahkan senjata tersebut pada Zella.
Di sisi lain, insting Zella mengatakan bahwa ada bahaya yang sedang mengarah padanya. Dia menoleh ke arah mobil yang terparkir di depan, baru saja dia melihat siluet seorang gadis sebuah peluru sudah lebih dulu mengenai bagian dadanya.
DOR.
DOR.
"Ugh," Zella merasakan panas menembus tubuhnya.
Dia menundukkan kepala melihat ke bagian dada dan perutnya, darah terlihat mulai merembes di gaun yang dia kenakan. Sedangkan Ethan nampak terkejut, dia berlari ke arah Zella ketika melihat tubuh perempuan itu limbung.
Greep.
Ethan berhasil menangkap tubuh Zella, dia melihat gaun hitam itu basah terkena darah.
"Nona, Nona anda jangan menutup mata," pinta Ethan panik.
Dia mendongak dan melihat seorang gadis masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja, Ethan tidak tahu siapa gadis itu karena wajahnya tertutup kain. Fokus Ethan kembali pada Zella, dia mengangkat tubuh Zella lalu membuka pintu mobil. Saat itu juga Arzen yang terkejut mendengar pintu di buka langsung terbangun dari tidurnya.
Sontak Arzen berteriak histeris melihat tubuh Zella terkulai lemas, "MOMMY!"
"Tuan Muda, Ibu anda memerlukan penanganan secepat mungkin, bisakah anda membantu saya mendampingi Nona?" ujar Ethan dari kursi belakang.
Arzen mengangguk, dia keluar dari mobil lalu beralih duduk di kursi belakang. Arzen meletakan kepala Zella di pangkuannya, darah terus menetes dari gaun perempuan itu hingga merembes ke dalam jok mobil.
Ethan memeriksa mobil Zella, setelah menangani mesin yang mogok dia langsung mengambil alih kemudi, dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Rasa takut tiba-tiba menyusup masuk ke dalam relung hatinya, dia takut hal buruk menimpa perempuan kesayangan tuannya.
Di jok belakang, Zella mulai merasakan kantuk. Samar-samar dia mendengar namanya terus di panggil, Zella memaksa membuka kedua matanya. Perlahan dia melihat Arzen sedang menatapnya dengan berderai air mata.
"A-Arzen, j-jangan menangis,"
Degh.
Tangan Zella jatuh terkulai tak berdaya, Arzen merasakan dadanya bergemuruh hebat. Ketakutan yang dia rasakan kian bertambah saat nafas Zella mulai melemah.
"MOMMY!"
"Mom bangun, jangan tutup mata Mommy," teriak Arzen histeris.