Terjerat Cinta Daddy Mafia

Semua persiapan sudah dilakukan. Mereka akan menikah di Mansion. Tak ada pesta di pernikahan mereka. Setelah mereka resmi menikah, Benigno ingin mengajak Ana ke sebuah pulau. Di sana, dia memiliki sebuah Villa yang sangat indah. Dia yakin, Ana pasti menyukainya.

Sebenarnya, tempat itu adalah hadiah untuk mantan istrinya. Tapi sayangnya, dia terlambat. Dia justru lebih dulu mengetahui perselingkuhan mantan istrinya dulu. Hingga membuat Benigno membenci tempat itu. Dia tak pernah menginjakkan kakinya di pulau itu. Villa itu di urus oleh pasangan suami istri. Benigno sudah merombak total. Dia tak ingin mengingat masa lalunya yang buruk. Kini dia sudah bahagia dengan wanita lain.

"Andai Papi dan Mami masih hidup, pasti kalian sangat bahagia melihat aku akan menikah dengan laki-laki yang aku cintai," ucap Ana lirih.

Ada perasaan sedih di hati Ana. Satu persatu air matanya menetes membasahi wajahnya. Ana menatap wajahnya di cermin. Hari ini dia terlihat sangat cantik. Seharusnya, dia sangat bahagia. Inilah momen yang sangat dia nanti-nantikan. Di mana dia dengan daddy angkatnya akan menjadi pasangan suami istri, mengikat janji sehidup semati.

Suara ketukan pintu terdengar. Suara Benigno juga terdengar memanggil dirinya. Ana menghapus air matanya. Dia tak ingin Benigno melihat dia habis menangis. Ana berjalan menuju pintu kamar, dan membukanya.

Benigno begitu terpanah memandang wajah calon istrinya.

"Kamu sangat cantik, An," puji Benigno dan Ana membalasnya dengan senyuman.

Dia ingin terlihat bahagia di pernikahannya.

"Daddy pun sangat tampan," puji Ana balik.

Benigno tersenyum kecut, dia tak suka mendengar Ana memanggil dia dengan panggilan Daddy. Karena mereka sebentar lagi akan resmi menjadi pasangan suami istri.

Ana terkekeh. Dia akhirnya teringat, kalau dirinya salah memanggil laki-laki di hadapannya.

"Sayangku, Honey Bunny Sweety, My Husband," ucap Ana.

"Jangan pernah memanggil aku Daddy lagi! Aku bukan Daddy kamu lagi. Sebentar lagi aku resmi menjadi suami kamu," sahut Benigno ketus dan Ana mengiyakan.

Acara pemberkatan akan segera di mulai. Pendeta sudah datang bersama asistennya. Benigno menggandeng tangan Ana menuruni anak tangga. Mereka terlihat sangat serasi. Meskipun perbedaan usia mereka sangat jauh. Ana terlihat melebarkan senyuman sejak menuruni anak tangga, berbeda dengan Benigno yang justru terlihat dingin.

Setelah melewati perjalanan cukup panjang, akhirnya mereka disatukan dalam ikatan pernikahan. Mereka kini sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Acara berlangsung sangat sakral.

Akhirnya, Ana mampu menghapus rasa trauma yang dialami Benigno. Kehadiran kedua buah hati mereka, akhirnya menyatukan cinta mereka. Menyadarkan Benigno, yang tak ingin kehilangan Ana di hidupnya.

"Kamu sudah resmi menjadi istriku, aku berjanji akan selalu mencintai kamu," ucap Benigno.

Benigno mencium bibir Ana dengan penuh cinta di depan para pekerja dan juga pendeta. Sebagai bukti, kalau mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Mereka yang ada di sana merasa bahagia. Terutama Terecia dan sang asisten. Mereka sangat tahu perjalanan cinta mereka. Di mana Ana yang lebih dulu menunjukkan perasaannya kepada Benigno.

Ana meneteskan air matanya penuh haru. Dia tak menyangka, perjuangannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya, dia 'lah yang menjadi pemenang.

Keduanya bertukar cincin. Untung saja Benigno menyadari, kalau mereka bukan hanya berdua saja di sana. Hingga dia akhirnya menghentikan ciuman mereka. Benigno memasangkan cincin di jari manis Ana, begitu juga sebaliknya. Ana memasangkan juga cincin pernikahan mereka di jari manis Benigno. Ana juga mencium tangan laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya, dan Benigno memberikan kecupan di kening Ana. Mereka mengabadikan momen pernikahan mereka, dalam sebuah foto.

"Akhirnya, Mommy dan Daddy resmi menikah. Terima kasih sudah hadir di hidup kami. Mungkin, jika kamu tak hadir di rahim Mommy. Daddy kamu pasti tak akan menikahi Mommy," kata Ana sambil mengusap perutnya yang masih terlihat rata.

"Kenapa? Apa perut kamu terasa sakit?" tanya Benigno yang melihat Ana memegangi perutnya.

Dia khawatir, kalau perut Ana terasa sakit.

"Tidak! Aku hanya sedang berbicara dalam hati pada kedua anak kita. Aku mengatakan pada mereka, kalau akhirnya kita resmi menikah. Jika saja aku tak hamil, mungkin kamu tak akan pernah menikahi aku," jawab Ana membuat Benigno menelan salivanya.

Dia tak bisa mengelak, karena apa yang dikatakan Ana memang benar. Dia tak akan pernah menyadari perasaannya, jika bukan karena kondisi Ana yang sudah hamil anaknya.

"Aku akan langsung mengajak kamu berbulan madu. Bersiap-siaplah," ucap Benigno.

"Kemana?" tanya Ana.

"Ke sebuah tempat yang sangat jauh dari hiruk pikuk kehidupan di kota. Ke sebuah tempat yang sangat sepi. Namun, tempat itu sangat indah. Kita bisa hidup tenang di sana," jelas Benigno.

Sebelum mereka memutuskan ke kamar untuk bersiap-siap, mereka ingin makan dahulu. Namun, Ana mengalami mual. Dia sampai tak bisa makan. Tentu saja hal itu membuat Benigno merasa tak tega, melihat kondisi istrinya yang terlihat lemah.

Wajah Ana pun terlihat pucat, dan keringat bercucuran membasahi wajahnya. Dia merasa lemas.

"Apa kita batalkan saja dulu bulan madu kita?" tanya Benigno.

"Tidak perlu! Mualnya, hanya terasa sesekali saja. Nanti juga akan membaik kembali, kamu tak perlu khawatir," jawab Ana.

"Kamu yakin, semuanya akan baik-baik saja? Jangan dipaksakan! Kita bisa bulan madu, dilain waktu. Yang terpenting, kondisi kamu sehat," sahut Benigno.

Namun, Ana tetap bersikeras. Dia tetap ingin bulan madu sekarang. Inilah momen yang sudah sangat dia nantikan sejak dulu, meskipun mereka sudah melakukan berkali-kali. Tapi pastinya, rasa ini akan berbeda setelah mereka sudah resmi menikah. Dia ingin membahagiakan suaminya. Ana tak ingin, kalau nantinya sang suami akan mencari kepuasan dengan wanita lain. Terlebih dirinya tahu, kalau naf*su suaminya sangat besar.

Mereka sepakat untuk tetap pergi berbulan madu. Ana dan Benigno sudah berada di kamar mereka untuk bersiap-siap. Ana sudah mulai memasukkan barang-barang yang akan mereka bawa ke sana.

Benigno masih harus menahan hasratnya, karena mereka harus segera berangkat. Sang asisten sudah menyiapkan jet pribadi untuk mereka.

"Apa sudah siap semua? Kita berangkat sekarang?" tanya Benigno. Baginya, lebih cepat lebih baik. Dia ingin segera sampai di sana. Agar dia bisa segera melakukan malam pertama sebagai pasangan suami istri.

Mereka sudah dalam perjalanan menuju Bandara. Ana terlihat manja meletakkan kepalanya di pundak suaminya, dan Benigno terlihat menggenggam tangan Ana. Sang asisten ikut merasa bahagia, karena akhirnya bosnya bisa hidup bahagia kembali.

Setelah melakukan perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai di Bandara. Mereka kini sudah berada di jet pribadi, dan segera terbang menuju tempat tujuan mereka.