Karena begitu dimanja oleh Ayah dan kedua Kakaknya, Rara--Clara Pramudita tidak mau membuka diri untuk melihat ke arah laki-laki yang akan menjadi pasangannya yang ia yakini belum tentu sesayang Ayah dan kedua Kakaknya padanya.
Sang Ayah pun akhirnya turun tangan, memilihkan suami untuknya, yang kebetulan Rara pun memilih sosok yang sama. Riko Rahardian.
Bagaimana pernikahan Rara dan Riko nantinya?
Dibaca ya guys.
#dramapernikahan #nikahpaksa #stratasosia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inisial EY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Pilihan Ayah 35
Jingga di ufuk barat sudah terlihat, tanda sebentar lagi waktu siang akan berganti malam saat Rara sudah selesai di make up begitu cantik oleh make up artis yang dipekerjakan oleh Ayah Burhan.
Tak lupa, Rara pun berganti dress selutut berwarna peach yang dipadankan dengan pernak-pernik di lehernya berwarna navy yang membuatnya terlihat semakin cantik dan terlihat lebih muda dari biasanya.
High heels yang membalut kaki jenjangnya berwarna senada dengan dress nya dan tak lupa tas cantik berwarna senada berbentuk mungil yang kini dipegangnya untuk membuat penampilannya terlihat mewah dan sedikit lagi mendekati sempurna.
"Wah! Anak Bunda cantik banget." Bunda Citra mengusap pipi Rara perlahan.
"Terimakasih, Bun. Bunda juga cantik banget."
"Iyalah, Ra. Hari ini kan hari ulang tahun kamu. Bunda harus cantik dong." Bunda Citra menimpali dengan senyum merekah di bibirnya.
"Udah siap, Ra?" tanya Bunda Citra saat tinggal mereka berdua di kamar itu yang dijawab anggukan pasti oleh Rara.
"Udah siap buat kasih jawaban ke Ayah juga?" tanya Bunda Citra lagi yang kini membuat Rara terdiam lalu menunduk menatap high heelsnya.
"Kali ini Bunda tidak mau egois sama seperti Ayah yang tidak mau memaksakan kehendaknya lagi sama kamu, Ra. Bunda ingin kamu bahagia. Tapi, Riko bukanlah orang lain. Dia Abang sahabat kamu, sahabat yang selalu ada di dalam suka dukamu. Tolong kamu pikirkan baik-baik perkataan Bunda ya!" Bunda Citra berkata sembari menggandeng lengan anak gadisnya menuju ballroom di mana pesta ulang tahun Rara digelar, tapi Rara hanya diam tak menjawab.
***
"Pak Leon serius mau bawa semua kado ini?" tanya Kania pada Leon saat mereka baru saja sampai di Bandara Soekarno-hatta.
"Iya."
"Apa enggak kebanyakan, Pak?" tanya Kania lagi sembari melihat tumpukan kado berjumlah lebih dari sepuluh jenis yang kini ditentengnya beserta pengawal Leon.
"Kamu bisa diam enggak Kania?" Leon menghentikan langkahnya sejenak lalu menoleh ke Kania, "semua kado ini buat Rara. Gadis spesial di hatiku. Jadi, kamu bawa saja. Enggak usah banyak bicara."
"Tapi, Pak? Bukannya Mbak Rara udah nikah? Kenapa masih Bapak anggap spesial?" Kania mengingatkan Leon atas status Rara yang sudah bersuami.
"Dia menikah hanya pura-pura. Riko hanya suami pura-puranya Rara. Jadi, aku masih bebas buat ngambil hati dia." jawab Leon sembari tersenyum misterius yang kini berhasil membuat Kania melongo sembari menggelengkan kepala.
'Hah! Suami pura-pura? Maksudnya? Benarkah?' tanya Kania dalam hatinya.
**
Riko melangkah lesu keluar dari pesawat saat sampai di Bandara Juanda, Surabaya.
Langkahnya begitu pelan karena sebenarnya tujuannya hari ini bukan kembali ke Surabaya, tapi menemani sang istri di pesta ulang tahunnya.
Jika bukan karena pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan ultimatum dari sang Ayah mertua, mungkin Riko akan memperjuangkan cintanya.
Riko pun berjalan sembari menunduk lalu tiba-tiba mendongak untuk menghalau air matanya walaupun sedikit telat karena air mata itu sudah menetes sedikit di pipinya.
Laki-laki itu berasa kalah sebelum melangkah, karena perbedaan strata sosial yang begitu jelas di depan matanya. Dia bekerja untuk Ayah mertuanya, dengan apapun perintah sang Ayah mertua dia tidak bisa menolak seperti kini yang tengah dijalaninya.
"Alloh.. Aku yakin jika Engkau tidak mungkin mengujiku di luar batas kemampuanku. Aku juga yakin jikalau takdirku memang bersama Rara, pernikahan kami yang belum berjalan sebulan ini akan terus berjalan dan Rara akan memilih untuk mempertahankan." gumam Riko bermonolog sembari menatap langit yang sedang mendung.
"Rara.. Selamat ulang tahun, Sayang. Maafkan Mas yang enggak bisa hadir di pesta ulang tahun kamu walaupun sudah Mas rencanakan jauh-jauh hari akan datang di hari ulang tahun kamu." gumam Riko lagi sembari menunduk lalu menarik napas begitu dalam.
"Pak Riko." panggil sopir yang menjemput Riko di Bandara. "Apa Anda masih lama?"
"Sebentar lagi, Pak." balas Riko sembari menengadah menatap langit yang sebentar lagi akan turun hujan.
"Tapi hujan sudah mulai turun, Pak." Sopir Riko kembali mengingatkan karena memang hujan sudah mulai turun.
"Bapak kembali ke mobil saja. Lima menit lagi saya masuk mobil." ujar Riko yang kini dijawab anggukan kepala oleh sopirnya.
"Ra.. Kamu sedang apa? Apa kamu masih marah sama saya? Kamu pasti sekarang sedang di make up ya? Pasti makin cantik. Saya rindu sama kamu." gumam Riko seraya mendongak menikmati tetesan air hujan yang kini membasahi wajahnya.
Lima menit waktu yang dijanjikan Riko pada Sopirnya pun terlewat karena Riko menikmati air hujan yang membasahi wajahnya dan bisa menyamarkan ia yang kini tengah menangis.
"Pak Riko? Ini sudah sepuluh menit lebih, Pak. Nanti Anda bisa sakit." sopir Riko kembali menghampiri dengan membawa payung untuk memayungi Riko yang masih asik hujan-hujanan.
"Singkirkan payung itu, Pak. Saya sedang ingin menikmati hujan ini." titah Riko yang dijawab anggukan lalu sopir tersebut berbalik badan menuju mobil Ayah Burhan kembali.
"Saya tunggu di mobil, Pak."
"Ya." tegas Riko, yang beberapa menit kemudian akhirnya masuk ke mobil karena kasihan dengan sopir yang telah menunggunya.
Sesampainya di rumah yang ia tinggali bersama sopirnya, Riko langsung masuk ke dalam kamar guna membersihkan diri dan berganti baju, karena tadi saat sopirnya menawari untuk berhenti sebentar di toilet pom bensin untuk berganti baju, Riko dengan tegas menolaknya.
"Rara. Lagi apa kamu? Bagaimana pestanya? Semeriah apa? Semoga kamu selalu bahagia." ucap Riko sembari menatap kaca setelah menyisir rambutnya.
Riko pun melewatkan makan siang dan makan malamnya karena merasa tidak berselera.
Dia yang sedang badmood hanya memangku laptop mengecek pekerjaan yang sudah ia kerjakan dan memikirkan bagaimana ia ke depannya jika nanti sudah tidak bersama Rara.
"Aku seorang laki-laki. Aku harus melakukan sesuatu." gumam Riko yang beberapa detik kemudian mematikan laptopnya lalu merebahkan badannya di ranjang.
Riko tidak bisa untuk tidak memikirkan semeriah apa pesta ulang tahun Rara yang digelar malam ini.
Dan Riko pun tidak bisa untuk tidak memikirkan apakah Rara bahagia atau justru bersedih karena ia tidak bisa mendampinginya?
Mengingat saat tadi sarapan pagi Rara begitu ngeyel pada Ayahnya agar ia bisa menghadiri pesta ulang tahunnya.
"Maafkan aku, Ra. Maafkan kebodohanku yang lancang menciummu." gumam Riko sembari menaruh tangannya di atas kepala, lalu beberapa menit memandang langit-langit kamarnya, laki-laki itu terlihat berpikir keras dan akhirnya terlelap memasuki alam mimpinya.
***
"Kania!" pekik Lisna bahagia saat melihat Kania berada di depan pintu rumahnya.
Lisna memutuskan kembali ke rumahnya saat mendengar sendiri dari Riko jika abangnya itu akan kembali ke Surabaya.
Dan, untuk apa dia masih mengontrak di dekat rumah Rara? Sahabatnya yang jelas-jelas telah melukai hati Abangnya.
Dan untuk pertama kalinya sebagai sahabat Rara, dia tidak mau menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya tersebut karena Abangnya tidak boleh hadir di pesta ulang tahun istrinya.
"Lo kok belum siap-siap?" Kania kaget saat melihat Lisna masih berpakaian rumahannya.
"Buat apa gue siap-siap?" Lisna balik bertanya yang membuat Kania mengernyitkan dahinya heran.
"Malam ini kan pesta ulang tahunnya Mbak Rara, masa lo enggak diundang sih, Lis? Enggak percaya gue."
"Gue diundang, tapi gue enggak mau datang."
"Loh! Kenapa?" Kania penasaran akan jawaban Lisna, apakah sama dengan kata yang diucapkan Leon padanya.
"Malas aja. Aku lagi badmood aja soalnya, Nia." Lisna sudah berjanji pada Abangnya jika tidak akan bocor masalah Abangnya, dan kali ini demi sang Abang tercinta, dia menepati janjinya.
"Badmood kenapa, Lis? Mbak Rara kan sahabat sekaligus kakak ipar lo. Emang lo enggak kasihan sama Bang Riko yang nanti dicap jelek sama keluarganya Mbak Rara karena lo enggak mau datang?" Kania terus memberi umpan pancingan agar Lisna mengatakan apa yang tengah ditutupinya.
"Tapi Abang ju--" Lisna menggelengkan kepalanya pelan saat akan bocor kembali. "Abang bilang enggak apa-apa kalau gue enggak datang kok, Nia. Dia pengertian banget sama adiknya yang lagi badmood." Jelasnya yang membuat Kania mengangguk kecewa karena ternyata Lisna yang tetap berusaha menutupi hal yang biasanya apa yang menjadi rahasia mereka, mereka saling bercerita satu sama lain.
"Eh! Lo kapan pulang dari Surabaya, Nia? Kenapa enggak ngabarin gue? Kalau gue tahu, kan gue jemput tadi." Lisna mengalihkan pembicaraan.
Kania menarik napas sangat dalam sebelum menjawab pertanyaan Lisna karena kalimat berisi pembohongan lah yang diutarakannya, "Gue balik bareng bos dan karyawan lainnya, masa gue minta jemput lo. Nanti kalau lo naksir bos gue gimana? Kan pekerjaan gue yang dipertaruhkan, Lis."
"Cinta gue enggak semudah itu berpaling ke orang lain, Nia." balas Lisna sembari menatap Kania yang kini membuat Kania terdiam lalu mengalihkan bahasan lainnya.
Bersambung...
aku suka jln critanya..semangat ya thor..
utk terus berkarya