Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu Panggilan 'Ayah'
"Jefra."
Seorang anak laki-laki dengan wajah yang dipenuhi luka menatap sosok wanita cantik yang sedang terbaring di atas ranjang.
"Ibu mau pergi dulu, ya. Jangan mencari Ibu, ya."
"Ibu..." mata hitam milik si anak laki-laki berlinang-linang.
"Ibu pergi."
Terlihat kelopak mata si wanita yang perlahan-lahan tertutup.
"Ibu! Jangan pergi! Bawa aku juga!"
"Ibu!"
Si anak laki-laki menangis dengan menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu. Air matanya menetes deras.
"J, kenapa masih di sini? Ayo pulang bersama, Ayah."
Tubuh si anak laki-laki gemetar seketika, merasa sangat takut pada sosok pria yang menghampirinya.
"Ayah..."
Sosok pria itu menatap dingin, ditangannya terdapat balok kayu. Diayunkannya balok itu pada si anak laki-laki.
Bugh
"Akh!"
Jefra Tjong sontak terbangun dari tidurnya, terduduk dengan napas yang memburu, wajahnya terlihat pucat dan berkeringat.
Mimpi itu lagi.
Mimpi yang memunculkan kenangan yang menyakitkan, yang membuat pikiran Tuan J menjadi tidak sehat. Ibaratnya, tubuh mengirimkan sinyal lampu kuning melalui mimpi buruk.
Tuan J mengangkat kedua tangannya yang gemetar. Jantung pun berdegup tidak beraturan karena merasa kecemasan. Tatapannya kosong.
Kemudian pria itu bangkit, melangkah ke arah meja yang terletak tidak jauh dari ranjang. Setelahnya, membuka laci meja dengan gerakan kasar, dan mengambil sebuah cutter dari sana.
Dibukanya perban yang melingkar pada pergelangan tangannya dengan terburu-buru.
Pria itu berniat melukai diri sendiri dengan menambahkan sayatan pada pergelangan tangan. Hal ini kerap dilakukan untuk mengalihkan rasa marah, cemas, sedih, kesepian, putus asa, mati rasa, rasa bersalah, dan benci yang kini dirasakannya.
Lalu Tuan J mulai mengarahkan bagian cutter yang tajam ke pergelangan tangan.
Namu, tiba-tiba pergerakannya terhenti.
"Aku berharap Tuan J bisa menahan untuk tidak melukai diri sendiri lagi, atau sembuhkan dirimu kembali. Masa lalu yang buruk bukanlah salahmu, tetapi penyembuhan adalah tanggung jawab kamu."
Tak
Tuan J menjatuhkan cutter ketika perkataan dan wajah Renata tiba-tiba saja terlintas di benaknya.
Kenapa dia jadi memikirkan gadis itu?
Diusapnya wajah tampan miliknya dengan kasar, "Aku juga ingin sembuh dari penyakit ini," gumamnya.
Sebenarnya Tuan J sempat mencoba datang ke Psikolog untuk melakukan terapi. Namun, hal itu sudah tidak pernah dilakukan semenjak sang Ibu tiri menyuruh seseorang mengawasinya. Jika Sienna Tjong tahu tentang masalah mental yang dideritanya, pasti wanita itu akan memanfaatkan itu untuk menjadi sebuah kelemahannya. Terlebih Tuan J akan mendapatkan stigma buruk dari orang lain jika penyakitnya tersebar luas. Tuan J tidak mau jika dipersepsikan sebagai orang gila.
Kemudian Tuan J meraih ponsel yang berada di meja, melihat jam yang menunjukan pukul dua dini hari. Akan sulit untuk kembali tidur.
**
Pada pukul sepuluh pagi, di hari Sabtu.
"Kamu mau ke mana, Renata?" tanya Rendra yang melihat Renata berjalan menuju pintu keluar.
Renata menghentikan langkahnya, lalu menatap Rendra yang sedang terduduk di sofa bersama dengan Santy dan Sanaya.
"Bukan urusan, Tuan Rendra," jawab Renata.
Sejak dulu Rendra tidak pernah memperdulikan putri kandungnya. Lantas kenapa sekarang menjadi sok perduli?
Rendra sedikit terguncang mendengarnya, entah kenapa dirinya merasa rindu pada panggilan 'Ayah' dari putrinya itu.
"Renata, tidak baik berbicara seperti itu pada Ayahmu," ujar Santy.
"Ayahku? Apa benar seperti itu?" Renata menatap Rendra dengan tersenyum kecut.
Rendra bungkam, tidak bisa menjawab perkataan Renata. Seketika terlintas bagaimana perlakuannya selama ini.
"Boleh Angel memeluk Ayah?"
"Menyingkir! Aku tidak sudi dipeluk anak pembawa sial sepertimu!"
"Lutut Angel terluka, mau kah Ayah menggendongku?"
"Mau kamu mati pun aku tidak perduli! Jangan manja, berjalanlah sendiri!"
"Angel membuatkan Ayah kopi."
Prang
"Ayah, Angel mendapatkan nilai sempurna. Angel menginginkan Ayah memelukku sebagai hadiah."
"Mau sampai kapanpun aku tidak akan memelukmu."
"Kenapa Ayah lebih menyayangi Sanaya? Padahal akulah putri kandungmu."
"Kamu itu bukan putriku!"
"Ayah..."
"Berisik!"
"Ayah."
Rendra tersadar karena panggilan Sanaya.
"Kenapa Ayah melamun?" tanya Sanaya.
"Ah, tidak," jawab Rendra sembari mengelus kepala Sanaya. Dia memang sudah menganggap Sanaya sebagai anak kandungnya sendiri.
"Apa kamu kurang sehat, Suamiku?" tanya Santy dengan raut wajah khawatir.
"Aku tidak apa-apa," jawab Rendra tersenyum.
Renata menatap datar interaksi ketiga orang itu. Selama ini Rendra tidak pernah mengelus kepala Angel seperti yang dilakukannya pada Sanaya, bahkan memberikan senyuman pun tidak. Dari kecil Angel hanya mendapat cacian dan tatapan kebencian dari Rendra.
"Sudah, ya. Aku tidak mau jika hari liburku dihabiskan untuk melihat keharmonisan keluarga kalian. Aku pergi dulu," pungkas Renata. Kemudian melanjutkan langkahnya lagi, tidak acuh dengan teriakan Rendra yang memanggil namanya.
"Renata!"
Rendra mengelus dadanya yang tiba-tiba sakit.
"Biarkan saja Renata pergi. Jangan membebani pikiranmu dengan sikap Renata yang berubah membangkang. Itu akan berakibat buruk terhadap kesehatanmu, Suamiku," ujar Santy sembari memberikan usapan lembut pada pundak Rendra.
"Benar kata Ibu. Aku juga tidak mau kalau Ayah sakit hanya karena Kak Renata," timpal Sanaya, "Kak Renata memang sudah benar-benar berubah. Bahkan sekarang dia mencoba menggoda Kakak laki-laki Alvaro."
"Menggoda Jefra Tjong?" Rendra memastikan.
"Ya, Ayah. Padahal Jefra Tjong sudah memiliki calon istri," jawab Sanaya.
Shanty berekspresi terkejut, menutup mulut dengan tangan, "Benar-benar keterlaluan."
"Anak itu..." Rendra mengeraskan wajah, terlihat marah mendengarnya.
Kemudian Sanaya dan Santy saling menatap satu sama lain, ada sebuah kilat kemenangan di mata keduanya. Mereka memang selalu menghitamkan Renata dengan cara yang begitu halus di hadapan Rendra.
**
Beberapa saat kemudian.
"Apa yang tadi kamu katakan benar, Sanaya?"
Terlihat Santy dan Sanaya sedang berjemur di kursi santai sebelah kolam renang di dalam kediaman keluarga Tan. Begitulah kegiatan mereka, menikmati hidup dengan begitu nyaman.
"Entahlah, aku hanya mendengar gosip," jawab Sanaya sembari mengambil gelas yang berisikan jus jeruk yang berada di meja.
"Itu tidak bisa dibiarkan."
"Maksud Ibu?"
"Bagaimana jika Renata berhasil menggoda putra pertama keluarga Tjong? Bukankah kamu yang seharusnya menikah dengan pria itu?" Santy menunjukan raut wajah tidak terima.
"Tapi aku sudah menikah dengan Alvaro," kilah Sanaya setelah menyeruput jus jeruk miliknya.
"Ini salah kamu yang tidur dengan Alvaro saat itu, bisa-bisanya kamu salah sasaran, padahal ibu menyuruhmu untuk menjebak Jefra Tjong!" omel Santy.
"Saat itu aku tidak tahu. Aku kira Alvaro adalah putra pertama keluarga Tjong. Lagi pula aku tidak menyesal menikah dengan Alvaro, karena aku mencintainya."
"Kamu tidak akan bisa hidup enak dengan hanya mengandalkan cinta!"
"Itulah mengapa Ibu meninggalkan Ayah, bukan?"
Santy bungkam seketika.
"Sudahlah, Ibu. Jangan membahas hal yang tidak perlu. Apalagi Jefra Tjong akan segera menikah dengan orang lain, Renata tidak mungkin mendapatkannya, begitu pula dengan aku yang sudah menikah dengan Alvaro."
_To Be Continued_