Aku Punya Papa

Malam hari dikediaman Farhan semakin ramai dikunjungi oleh para tamu undangan, yang kebanyakan dihadiri oleh kolega bisnis Farhan.

Semua tamu telah memenuhi area kolam renang yang akan menjadi tempat dansa, tinggal menunggu kedua mempelai datang maka acaranya pun akan dimulai.

Sedang yang ditunggu masih sibuk berbenah penampilan didalam kamar pengantin.

Para tim MUA dengan lihainya merias sepasang suami-istri itu.

Selang satu jam kemudian. Zana pun telah selesai dirias, begitupula dengan Farhan. Keduanya terlihat sangat serasi dengan pakaian pengantin berwarna senada. Farhan merasa sangat puas dengan hasil kreasi para tim MUA yang direkomendasikan oleh Aruna.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, tim MUA pun keluar dari kamar pengantin itu.

"Kenapa terus menatapku seperti itu?" Tanya Zana yang melihat Farhan yang berdiri dibelakangnya terus menatapnya dari pantulan cermin.

"Memangnya aku tidak boleh menatap istriku sendiri?" Farhan balik bertanya seraya merapatkan tubuhnya dengan Zana.

Sedekat itu dengan Farhan, membuat jantung Zana berdegup kencang. Terlebih dikamar itu hanya ada mereka berdua. Bulu kuduknya seketika meremang, kala kedua tangan kekar Farhan melingkar indah di pinggangnya. Ditambah lagi, dagu lelakinya itu bertengger di pundaknya yang terekspos jelas karena gaun pengantin yang dikenakannya hanya menutupi sebatas dadanya saja.

"Tuhan, aku mohon tolong jangan bangunkan aku dari mimpi indah ini. Sepanjang hidupku, aku tidak bermimpi seindah ini, dan baru kali ini aku merasa sebahagia saat ini." Gumam Farhan sambil memejamkan matanya. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum. Ia benar-benar tidak menyangka akan sampai pada tahap ini.

Mendengar gumaman suaminya itu yang begitu jelas terdengar di telinganya membuat Zana ikut tersenyum, iapun merasa ini semua seperti mimpi.

Pintu kamar yang tiba-tiba terbuka, memaksa Farhan membuka matanya. Iapun dengan cepat menjauhkan tubuhnya dari Zana. Rasanya seperti bangun dari mimpi buruk dan terjatuh dari atas tempat tidur.

Ia ingin memaki orang yang membuka kamarnya tanpa permisi, namun melihat sosok yang berdiri di ambang pintu wajah kesalnya seketika mengembangkan senyum. Rupanya Farzan yang datang. Putranya itu terlihat sangat tampan dengan mengenakan jas yang berwarna sama dengan jas yang dipakainya.

"Wah, Putra Papa sangat tampan sekali." Farhan merentangkan kedua tangannya. Farzan pun segera berhambur kedalam pelukannya papanya itu.

"Papa juga sangat tampan." Ujar Farzan setelah melepas pelukannya. Kemudian berpindah memeluk mamanya.

"Mama sangat cantik seperti bidadari."

Zana tersenyum, ia mengecup seluruh bagian wajah putranya itu yang membuat Farzan terkekeh geli.

Sedang Farhan yang melihat momen itu nampak meneguk salivanya, ia juga jadi menginginkan seperti Farzan. Dikecup seluruh bagian wajahnya oleh Zana. Seringai tipis pun tersungging di bibirnya, lihat saja setelah acara selesai, ia juga akan meminta bagiannya.

"Ma, ada yang ingin aku bicarakan pada Mama." Ujar Farzan setelah sang mama puas menciumi seluruh wajahnya. Bocah berusia enam tahun itu nampak serius menatap mamanya.

"Hem, apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Zana sambil mencolek hidung putranya itu dengan gemas.

"Tentang Kakek Wiliam," ujar Farzan yang membuat Zana langsung memalingkan wajahnya. Raut wajahnya seketika berubah mendengar nama orang yang hampir mencelakai putranya.

"Ma, aku sudah memaafkan Kakek jadi aku harap Mama juga memaafkannya. Kakek tidak sepenuhnya bersalah, Ma. Kakek melakukan itu karena sangat menyayangi Tante Keyla yang dianggap sebagai pengganti Putrinya yang hilang." Ujar Farzan seraya menangkup wajah mamanya agar kembali menatapnya.

"Tidak ada orangtua yang tega mencelakai darah dagingnya sendiri. Kakek tidak tahu kita ini siapa, sekarang kakek sangat menyesali perbuatannya. Aku mohon Ma, maafkan Kakek!" Mohon Farzan, ia menatap lekat tepat pada kedua netra mamanya.

Beberapa kali Zana menghela nafasnya dengan panjang, yang dikatakan Farzan memang benar. Wiliam tidak sepenuhnya bersalah, tapi entah kenapa tetap saja ia tidak bisa menerima perbuatan lelaki yang merupakan ayah kandungnya itu. Ia tidak bisa membayangkan jika waktu itu Farzan benar-benar celaka ditangan kakeknya sendiri.

"Baiklah Farzan, demi kamu Mama akan mencoba memaafkannya." Ujar Zana kemudian.

Farzan tersenyum senang mendengarnya, kemudian menoleh menatap papanya yang sedari tadi diam. "Bagaimana dengan Papa?" Tanyanya.

"Papa juga sebenarnya marah dengan apa yang dilakukan Kakekmu itu, tapi karena kalian berdua sudah memaafkannya maka Papa pun juga akan memaafkannya. Papa tidak mau di cap sebagai menantu durhaka." Ujar Farhan dengan sedikit berbisik diakhir kalimatnya.

Farzan tertawa pelan mendengar ucapan papanya itu.

"Terimakasih karena Papa dan Mama sudah mewujudkan keinginanku sejak dulu. Sekarang aku bisa menunjukkan pada semua orang kalau Aku Punya Papa." Ujar Farzan, kemudian meraih tangan mama dan papanya.

"Jika dulu aku terlahir karena sebuah kesalahan, tapi malam ini aku kembali terlahir atas cinta orangtuaku. Aku hidup untuk kalian, maka kalian juga harus memberi hidup kalian untukku dengan berjanji akan terus bersama selamanya dan tidak akan terpisahkan lagi."

Farzan dan Zana seketika berkaca-kaca mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Farzan memang selalu bersikap dewasa setiap kali berucap, tapi apa yang dikatakan putranya kali sungguh tidak bisa membuat mereka berkata-kata. Bagaimana bisa anak sekecil Farzan bisa mengatakan hal seperti itu.

Farhan tak dapat lagi membendung perasaannya, seiring setetes cairan bening yang menggenang disudut matanya ia langsung menarik tubuh mungil putranya itu dan menenggelamkan kedalam pelukannya. Namun, sepatah katapun tak mampu ia ucapkan, ia hanya dapat berjanji pada dirinya sendiri akan memberikan seluruh cinta dan kasih sayangnya kepada putranya itu.

Sedang Zana hanya dapat mematung ditempatnya, kedua matanya tak berkedip menatap dua lelaki berbeda generasi itu berpelukan sangat erat. Ia juga tak dapat mengatakan apapun, tapi ia berjanji akan memenuhi apapun keinginan putranya itu.