WANITA SIMPANAN SUAMIKU

"Ini mbak, silahkan." ucap salah seorang pramuniaga menyodorkan sebuah paperbag warna coklat muda sembari tersenyum.

"Oh, iya mbak. Terima kasih." ucap ku meraih paperbag itu dengan tangan kanan ku.

"Sama sama mbak."

Selesai!

Tak terasa hampir dua jam sudah aku berputar putar di dalam gedung besar yang terdapat beberapa lantai ini, aku memang sangat suka jalan jalan di mall meskipun tidak minat membeli sesuatu tapi setidaknya aku bisa mencuci mata dengan melihat benda benda lucu dan cantik cantik yang tersusun rapi. Dan sepertinya bukan hanya aku saja yang betah jika berada di dalam ruangan ber ac ini, tapi hampir semua wanita akan betah berlama lama di sini jika melihat berbagai macam barang cantik.

Setelah semua keperluan yang ku butuhkan sudah selesai ku beli, akhirnya aku menutuskan untuk turun menuju lantai satu untuk kembali ke mobil ku karena tadi aku memarkirkannya di jalan depan mall.

"Ini pak." ucap ku pada salah satu petugas parkir yang memakai baju seragam berwarna biru laut sembari menyodorkan uang berwarna hijau pecahan dua puluh ribuan.

"Iya mbak, sebentar saya ambilkan kembalian." ucap bapak bapak parkir yang ku perkirakan usianya unda undi dengan usia ayah mertua ku.

"Oh, enggak usah pak. Buat ngopi aja." balas ku tersenyum sembari membuka pintu mobil.

"Oh, baik mbak baik. Terima kasih banyak ya mbak." ucap bapak itu lagi.

"Iya pak, sama sama." ucap ku.

Aku segera meninggalkan keramaian jalanan mall yang sedikit macet ini, lalu mengarahkan mobil ku untuk pulang ke rumah ku sendiri.

Sebenarnya aku ingat perintah mas Ridwan yang menyuruh ku untuk segera pulang ke rumah, tapi akan ku biarkan saja. Aku tau jika seorang istri harus patuh pada suaminya, dulu aku juga seperti itu bahkan sangat patuh sampai aku rela melepaskan pekerjaan mapan ku hanya karena ingin menjadi istri yang patuh pada perintah suami. Mungkin bukan hanya aku saja istri yang rela meninggalkan karir yang sedang naik naiknya untuk mengabdi pada suami, hanya saja mungkin nasib badan ku yang tak mujur karena mendapat suami dan sahabat yang sudah ku anggap sebagai keluarga sendiri justru sekongkol bermain api di belakang ku.

Dreeeett... Dreeeeett... Dreeeett... Dreeeett...

Suara ponsel yang ku letakan di dasbor bergetar menandakan adanya panggilan masuk, ku raih benda pipih berbentuk persegi panjang itu lalu membaca nama kontak yang ada di layar.

'Perusak Jiwa'

Segera ku geser layar ke kanan, lalu ku tekan gambar speaker di layar bagian pojok kiri bawah untuk mengeraskan suara penelpon yang ada di seberang sana.

"Kamu di mana sekarang? Apa kamu itu udah tuli? Aku udah bilang ke kamu kan Sar, kalo aku nyuruh kamu buat segera pulang ke rumah. Kamu jangan keluyuran terus dong Sar! Mau jadi istri macam apa kamu kalo kerjaan kamu setiap hari ngebantah perintah suami terus?" suara keras seorang laki laki di seberang sana mencecar ku.

Aku hanya diam sembari masih fokus menatap ke arah jalan.

"Sar! Hallo! Sar... Sari! Sar, Sari." ucap mas Ridwan lagi saat tidak terdengar sepatah katapun yang keluar dari mulut ku.

"Sar, kamu bisa denger suara emas ngomong kan?"

"Hemm.." hanya kata itu yang keluar dari mulut ku.

"Bagus deh kalo gitu, kamu cepetan pulang! ada hal penting yang ingin mas bicarain sama kamu." ucap mas Ridwan.

Tut!

Aku segera menekan tombol bawah bergambar telepon warna merah untuk memutuskan sambungan telepon.

Hemm... dia bilang penting?

Apa dia kira aku ini wanita bodoh yang bisa ia manfaatkan begitu saja?

Aku tau dia menyuruh ku pulang untuk membicarakan perihal uang, karena tadi saat aku baru sampai di lantai tempat mas Ridwan dan wanita simpanannya itu berdiri aku sempat mendengar wanita jal*ng itu merengek meminta perhiasan pada laki laki idamannya itu. Hanya saja laki laki idamannya itu sekarang sudah kere tak sekaya dulu yang bisa menghambur hamburkan uang untuknya di belakang istri sahnya.

"Sinta Sinta.." guman ku sembari menggeleng gelengkan kepala.