Catherine dulunya adalah murid kutu buku yang polos dan kerjaannya hanya belajar di perpustakaan. Namun suatu hari, dia terlibat taruhan dengan Bastian. Mereka mereka memulai sebuah taruhan gila dan semenjak itu hidup Catherine benar-benar berubah drastis. Bastian mengajarinya hal-hal aneh dan liar yang tidak pernah Catherine ketahui ataupun coba sebelumnya.
Intinya, Bastian dan Catherine adalah teman di atas ranjang.
Hubungan mereka hanya sebatas sebagai teman yang saling memanfaatkan untuk memuaskan nafsu.
Tidak kurang, tidak lebih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Pekerjaan di Kelab Malam
“Kau bisa memanggilku madam Grinn,” ujar wanita itu ketika suara high heels nya mengetuk lantai dengan cukup keras, mengantarkan Catherine ke sebuah ruangan.
“Baik madam Grinn,” balas Catherine dengan nada sopannya sembari masuk ke dalam sebuah ruangan yang mirip seperti ruangan untuk para karyawan sebab disana terdapat banyak rak loker-loker.
Madam Grinn kemudian membalikkan tubuhnya seketika membuat Catherine ikut menghentikan langkahnya yang sedari tadi mengekori wanita itu dari belakang.
“Aku lihat kau masih muda dan cantik, bahkan sepertinya kau bukan tipe wanita yang nakal. Kenapa kau mau bekerja disini?” tanya madam Grinn kepada Catherine sembari terus memperhatikan Catherine dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Bahkan rasanya tangan madam Grinn gatal ingin melepas kacamata itu karena sangat tidak sesuai dengan penampilan wanita itu. Ia akui Catherine adalah tipe wanita yang sangat cantik, kulitnya juga sangat bersih, hanya saja tertutupi oleh pakaian panjang, terlebih jaket kuning yang ia pakai itu sangat ketinggalan jaman kemudian kacamata yang sama sekali tidak cocok dengan wajahnya dan rambutnya yang seakan sengaja digerai bebas untuk menutupi wajahnya itu.
“Aku adalah keponakan dari tante Viola,” ujar Catherine.
Madam Grinn langsung menampilkan raut tak sukanya setelah mendengar nama itu keluar dari mulut Catherine, “Oh jalan itu?”
“Jalang?” tanya Catherine tidak mengerti, tampaknya madam Grinn dan tante Viola pernah terlibat masalah sebelumnya.
“Iya, dia pernah hutang dengan kelab malam ini dan dia kabur entah kemana karena tidak bsia membayarnya,” jelas madam Grinn membuat Catherine semakin dilanda kebingungan. Entah kenapa perasaannya mendadak tidak enak.
Madam Grinn kemudian tiba-tiba menampilkan senyum penuh artinya, “Jadi dia menyuruhmu ke sini untuk menyuruhku mempekerjakanmu agar bisa membayar hutangnya ya?”
Tubuh Catherine mematung seketika, apa maksudnya ini? Tante Viola menjebaknya?
Catherine kemudian segera mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya kemudian menekan nomor tante Viola untuk meneleponnya tetapi nomor wanita itu sudah tidak aktif. Catherine mencengkram ponselnya dengan kuat, menyalurkan rasa amarahnya. Sedangkan madam Grinn yang melihat kejadian itu hanya bisa menggeleng pelan, memang Viola itu perlu diberi predikat sebagai wanita ular yang licik.
“Sepertinya ada kesalahan disini, aku permisi,” ujar Catherine dan ketika hendak berbalik untuk pergi dari sana, madam Grinn langsung mencegat tangannya untuk menghentikan aksi kaburnya itu.
“Setelah menyerahkan diri secara sukarela seperti ini, kau tidak boleh kabur dari sini kan adikku yang manis?” tanya madam Grinn sembari mencolek hidung Catherine sekali kemudian tersenyum kecil.
“Kau harus membayar hutang tantemu itu dan jangan coba kabur dari sini ya manis, jika kau berani melakukannya maka semua orang di kampus akan tahu tentang kunjunganmu ini,” ujar madam Grinn diikuti nada penuh peringatannya di akhir sembari menunjuk ke arah cctv yang menggantung di sudut ruangan.
Sekarang Catherine akhirnya tahu cara kerja dunia luar yang ekstrim ini, bahkan jika dia tidak berhati-hati maka ia bisa saja dijebak seperti ini.
Catherine hanya bsia terdiam smebari mengepalkan tangannya kuat-kuat.
“Ambil ini dan pakailah saat bekerja nanti,” ujar madam Grinn kemudian melemparkan sebuah pakaian ke arah Catherine yang langsung ditangkap wanita itu dengan sigap.
“Good luck untuk pekerjaanmu. Jika para tamu itu bandel, hukum saja mereka. Pastinya hukum dengan cara yang lembut ya agar mereka ketagihan untuk mengunjungi tempat ini lagi,” ujar madam Grinn sembari tersenyum lebar ke arah Catherine.
“Selamat bersenang-senang,” teriaknya sekali lagi sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.
--
Catherine menatap penampilan dirinya dalam pantulan kaca didepannya itu. Sebuah kemeja putih dipadukan dengan semacam rompi di depannya dilengkapi dengan rok hitam yang ketat dengan panjang diatas lutus yang bahkan bagi Catherine itu adalah rok yang sangat pendek dan jangan lupakan sepasang hak tinggi yang diberikan khusus oleh madam Grinn mengingat Catherine datang dengan memakai sepatu ketsnya itu.
Catherine terus menarik rok itu ke bawah, berharap rok itu dapat sedikit lebih panjang lagi, namun tampaknya rok itu memang sengaja di desain dengan model seperti itu.
Catherine menyalakan kran air dengan gerakan aksarnya sebelum menangkupkan kedua telapak tangannya guna menampung air yang mengalir deras dari kran itu kemudian turut membasahi wajahnya.
Catherine menumpuhkan kedua tangannya pada sisi wastafel dengan wajahnya yang masih basah karena air itu, membiarkan air itu menetes ke bawah membasahi kemeja putihnya itu.
“Tenangkan dirimu Catherine, kau bisa melewatinya,” ujar Catherine memberi semangat kepada dirinya sendiri.
Catherine kemudian menarik beberapa lembar tissue dengan kasarnya sebelum mengeringkan wajahnya yang basah dan mengambil kacamatanya untuk memakainya kembali. Walaupun rambut Catherine dituntut untuk diikat satu ke atas agar bisa seragam dengan para pekerja yang lain, jadinya kacamata dan masker yang Catherine pakai adalah hal terakhir yang bisa ia gunakan sebagai pertahanan dirinya.
Selangkah keluar dari toilet, hak tinggi Catherine mengetuk pelan di sepanjang lorong. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba ad seorang pria yang mabuk, jalannya sempoyongan dan hampir menabrak tubuh Catherine sebelum wanita itu dengan lihai memutar tubuhnya, membuat pria yang sudah mabuk keras itu berakhri terjatuh ke atas lantai.
Sudah hal yang biasa bagi seseorang mabuk di temapt yang seperti itu, jadi Catherine hanya berjalan meninggalkannya saja dan bergerak menuju meja bar, tempat para barista membuat minuman mereka untuk para tamu.
Seorang pria dengan rambut keriwil sibuk mencampurkan beberapa cairan berwarna-warna, memasukkan es balok ke dalamnya kemudian mengocoknya dengan begitu ahli sebelum akhirnya menuangkannya ke dalam beberapa gelas dengan mudah.
“Antarkan ini ke ruangan 101,” ujar barista itu kepada Catherine.
Catherine menangguk sekali, meraih nampan dan meletakkan dua gelas minuman itu diatasnya sebelum menghentikan pergerakannya. Catherine baru pertama kali disana, jadi dia masih belum tahu secara jelas letak setiap ruangan disana.
“Boleh aku tanya dimana ruangan 101?” tanya Catherine kepada barista itu.
“Kau pekerja baru?” tanyanya dan Catherine menangguk.
“Di ujung belokan sana, nanti setiap pintu ada terdapat angka-angkanya,” terang barista itu.
“Terima kasih,” Catherine berujar kemudian membawa nampan itu pergi dari sana.
“Kau kerja dengan memakai masker?” pertanyaan barista itu berkumandang lagi sembari menatap aneh ke arah penampilan Catherine itu.
“Aku sedang flu,” Catherine hanya membalas singkat dan segera pergi meninggalkan meja bar itu untuk mengantarkan minuman itu kepada tamu.
Sejatinya itu hanyalah alasan yang Catherine buat-buat. Catherine memakai masker karena ia malas berinteraksi dengan para tamu disana yang pastinya, untuk bertatapan mata saja Catherine merasa jijik, apalagi membiarkan wajahnya terekspos dengan bebas seperti itu.
Setidaknya Catherine harus belajar dari pengalaman sebelumnya. Tempat ini dipenuhi dengan jebakan dan tipu muslihat, salah berbut saja wajah Catherine bisa direkam dan dijadikan buronan oleh mereka.