Senja Kumala, anak kecil malang yang lahir dari seorang wanita yang tak menginginkannya. Ia lahir karena hasil pemerkosaan.
Ibunya sangat benci dirinya, ia kerap mendapatkan siksa lahir batin. Bahkan hingga ia dewasa dan menikah, penderitaan Senja belum berakhir.
Wanita malang itu hanya dijadikan istri kedua dan mesin pembuat anak untuk sang suami. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan sosok pria yang masuk ke dalam lembah hitam. Sosok pria yang tidak percaya dengan adanya cinta dan kasih sayang.
Pria itu adalah Karang, anak yang memiliki masa lalu tak mengenakkan dan hampir merusak masa depannya. Dan masa lalu itu ternyata ada kaitannya dengan Senja dan ibunya.
Ada hubungan apakah mereka? Dan mampukah Karang menata kembali masa depannya dengan benar?
Dan siapa cinta sejati di masa depan Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Niat Senja
Aldi baru membuka media sosialnya, bagitu terkejut melihat berita yang sedang viral. Bukan, bukan kasus kekerasan rumah tangga yang saat ini juga sedang viral. Berita yang dilihat Aldi jauh lebih penting dari itu.
Pria itu tak mau buang waktu, ia segera menghubungi Akmal untuk memastikan berita ini tak mempengaruhi apapun.
"Ah, kenapa susah sekali di hubungi dia. Aku tanya sekretarisnya aja kalau gitu."
Aldi kembali menempelkan ponselnya di telinga. Begitu lama terdengar nada sambungan dan akhirnya terangkat juga.
"Selamat pagi, Pak Aldi. Turut berdukacita atas kepergian Ibu Anda. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Iya terima kasih sebelumnya atas bela sungkawa nya. Saya mau tanya, Pak Akmal ada di kantor? Saya baru saja melihat berita di sosial media. Kenapa banyak berita Pak Akmal bertebaran?"
"Untuk itu saya sendiri tidak tahu asal muasal berita itu diberitakan di media apapun. Yang saya tahu postingan itu berasal dari Tuan Leo. Pak Akmal juga sempat tertembak oleh anak buak Tuan Leo. Entah apa masalahnya, saya sendiri kurang paham, Pak."
"Apa? Terus bagaimana keadannya?" Aldi tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya.
"Beliau sudah pulang ke rumah, Pak. Tapi belum masuk kantor hingga saat ini. Mungkin masih perlu pemulihan, belum lagi berita yang beredar mungkin saja membuat Pak Akmal kepikiran."
"Begitu, ya. Ya udah makasih, ya."
Aldi terduduk memijit pelipisnya, kepalanya teras pening saat ini. Sang adik yang sedang tak sehat, Senja masih berada dalam kungkungan Leo dan sekarang tabir kehidupan Akmal di masa lalu dibongkar oleh Leo.
"Leo berbahaya sekali, aku harus apa? Lebih baik aku ke rumah Akmal saja, dia pasti sempat ketemu sama Senja. Setidaknya aku bisa tahu bagaimana keadan Senja."
Aldi menyambar kunci mobil yang berada di laci. Berteriak meminta izin istrinya untuk keluar sebentar lalu menginjak gas dengan cepat.
***
Senja memutuskan untuk keluar kamar di saat hari masih pagi. Matanya begitu membelalak saat melihat deretan para pekerja Leo yang berbaris di bawah tangga. Apalagi saat mereka semua sedikit membungkukkan badan saat Leo melintas.
"Astaga, dia benar-benar gila hormat," cibir Senja lirih.
Mereka semua berhamburan saat Leo duduk di meja makan. Senja masih terpaku di tengah pintu kamarnya. Melihat Rida dengan cekatan melayani suaminya dengan benar. Seakan mereka terlihat sangat harmonis dan baik. Padahal yang terjadi sebaliknya.
'Kehadiranku harus membawa perubahan di antara mereka. Akan aku buat mereka menyesal dengan membawa aku ke dalam rumah tangganya.' Senja bertekad dalam hati.
Senja dengan tenang berjalan ke arah dapur, ia ingin menemui Bi Jum sekaligus makan bersama dengannya. Sejak semalam ia merasa lapar karena kembali di siksa oleh Leo.
Ya, semalam Senja berusaha untuk kabur. Entah yang keberapa kali ia mencoba kabur dan selalu berakhir sama, tak pernah bisa keluar lebih jauh selain pagar rumah besar Leo.
"Senja, mau ke mana? Makan! Kau harus sehat demi anakku."
"Anakmu belum ada dalam tubuhku. Kau tidak ada hak untuk mengaturku!"
"Baiklah, kalau sudah ada anakku itu artinya aku ada hak untuk ngatur kau, ya."
Senja tak menggubris, ia pergi melanjutkan langkahnya menuju dapur.
"Bi Jum," teriak Senja dengan nada seperti anak-anak.
Teriakan Senja masih terdengar di telinga Leo. Ia menghentikan kegiatan mengunyah makanannya karena panggilan Senja yang begitu manja dan ceria.
'Astaga, Leo sadar! Dia hanya kamu sewa untuk melahirkan anak. Jangan begini!' Leo berusaha menampik perasaan yang aneh.
Di dapur.
"Ada apa kamu panggil, Bibi?"
"Aku mau makan, aku lapar. Aku nggak mau makan satu meja sama mereka. Aku sama Bibi aja," rengek Senja. "Sama sekalian aku boleh pinjam hape? Aku mau hubungi keluargaku. Aku harus beritahu mereka kalau aku baik-baik saja."
"Nggak ada niatan kabur lagi kamu?" tanya Bi Jum mengejek.
"Nggak bisa. Udah beberapa kali gagal. Kayaknya memang aku harus menghadapi ini, Bi." Senja mengerucutkan bibirnya.
"Bibi tahu ini pasti berat. Nggak akan mudah untuk kamu, apa secepat itu kamu menyerah?"
"Leo semalam ngancam aku, katanya kalau aku ada macam-macam bakal nyakitin Ayah dan Ibu. Ancaman Leo nggak main-main. Sesaat setelah aku gagal kabur, dia kasih tunjuk aku kalau anak buahnya ada di sekitaran rumah Ibu dan Ayah."
"Kamu rela mengorbankan masa depanmu?"
"Untuk orang tuaku, Bi. Lagipula apa yang bisa aku lakukan? Ibu juga sudah menerima uang dari Leo, dia akan laporkan Ibu ke polisi dengan tuduhan penipuan jika aku berani berulah lagi. Mungkin memang garisnya sudah seperti ini. Mana hape Bibi? Aku mau telepon Pakde." Senja menengadahkan tangan.
"Boleh aku bawa ke kamar? Aku lupa nggak bawa catatan nomernya."
"Bawa aja. Nanti makanan Bibi antar ke sana, ya."
Senja melewati meja makan begitu saja. Ia belajar sikap angkuh ini dari Leo. Tak apalah jika ia mengaplikasikan ini pada orang-orang tertentu seperti manusia itu, begitu pikir Senja.
"Aku benar-benar nggak suka sama dia, Mas. Dia terlalu berani sama kita," sungut Rida kesal.
"Biarkan saja, itu bentuk dari protesnya dia. Nggak apa-apa. Usianya saja masih dua puluh tahun, masih labil banget, kan? Udah lanjut makannya, jangan pikirkan yang nggak-nggak." Leo mengelus pelan punggung wanitanya itu.
Sedikit lama Senja mendengarkan nada panggilan dari ponsel Pakdenya. Ia menunggu dengan gusar dan mondar-mandir di dekat jendela.
"Halo, Pakde ini aku Senja."
Terdengar bunyi pijakan rem yang sedang diinjak dengan kuat.
"Senja, kamu di mana? Kasih tahu Pakde, biar Pakde jemput. Kamu udah ketemu sama Ayah?"
"Aku di rumah Leo yang lain, aku nggak tahu ini daerah mana. Aku hanya keluar rumah satu kali dan aku nggak mengenali ini daerah mana, Pakde. Aku udah ketemu sama Ayah. Dia bagaimana kabarnya? Dia di tembak sama anak buah Leo. Setelah itu dia nggak pernah lagi datang ke sini. Ibu sama Nenek gimana kabarnya? Mereka baik-baik saja, kan?"
"Iya. Mereka baik. Ini Pakde mau ke rumah Ayah kamu. Video yang Leo unggah viral di media mana pun. Pakde takut kalau dia drop. Kita, kan harus cari kamu. Yang tahu rumahnya cuman dia."
Ceklek.
Suara pintu terbuka membuat Senja refleks mematikan sambungan telepon dan menyembunyikan ponsel tersebut ke punggungnya.
next up