Gadis cantik bernama Kirei Fitriya Tsabita berprofesi sebagai jurnalis di sebuah media televisi swasta.
Cita-citanya lahir lewat tangan ayahnya yang juga seorang wartawan senior. Ayah baginya idola, cinta pertama dan kiblatnya. Hingga peristiwa yang menyebabkan ayahnya meninggal ia membulatkan tekad melanjutkan cita-citanya. Sebuah cita-cita sederhana berkat kekaguman seorang anak terhadap ayahnya.
Ternyata cita-cita sederhana itu membuatnya kalang kabut saat ia ditunjuk menjadi jurnalis lapangan divisi news program menggantikan rekannya yang resign. Meliput kejadian di luar dugaan program 'Telusur Peristiwa' dan harus menghadapi atasan yang ia juluki makhluk aneh dan sok menyebalkan.
Belum lagi harus berhubungan dengan Wadir Reskrimsus terkait beberapa kasus liputannya. Yang mana mengantarkannya pada 'pernikahan' yang tak disangka-sangka.
Apakah 'pernikahan' itu mampu menghadirkan cinta?
Setelah kenyataan di depan mata, orang-orang terkasihnya ternyata terkait dengan kejadian kematian ayahnya.
Follow ig : enel_choi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NL choi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Without The Girl
...33. Without The Girl...
Kirei
Tiba di Jakarta ia langsung menuju hotel di kawasan Pejaten yang telah direservasi sebelumnya oleh pihak kedutaan. Lokasi hotel juga tidak jauh dari Kedubes Kamboja.
Semua biaya pelatihan ICFJ full funded. Artinya seluruh biaya perjalanan, akomodasi dan program ditanggung sepenuhnya oleh Departemen Luar Negeri Kamboja.
Ia berkali-kali berucap syukur. Dari negara Indonesia hanya dua orang yang mewakili. Sementara peserta lainnya dari berbagai negara ASEAN dan Timur Leste.
“Sudah sampai, Mbak.” Ucap sopir taksi.
Ia menyerahkan uang lalu turun dari mobil. Kakinya melangkah masuk ke dalam lobi hotel seraya menggeret travel bag-nya.
Setelah menunjukkan kode boking hotel. Ia diantar oleh salah satu porter menuju kamarnya. Kamar 405.
Baru beranjak menuju kamar mandi, ponselnya berdering.
Mas Danang calling....
Ia tersenyum sebelum menggeser icon telepon berwarna hijau.
“Assalamualaikum,” sapanya.
“Waalaikumsalam ... udah sampai?”
“Barusan, Mas. Ini baru nyampe di hotel.”
“Kalo laper pesan ke restauran hotel saja. Tidak perlu keluar kamar,” pesan Danang.
“Iya, Mas. Aku mau bersih-bersih dulu. Tapi kayaknya aku mau langsung tidur aja deh. Ngantuk.”
“Don’t forget to eat.”
"Yaa ... Mas Danang juga."
“Oke. Good night! Sweet dreams.”
***
Bunda
Hati ibu mana yang tak curiga bila mana anaknya sedang tak baik-baik saja. Tapi semua terkesan ditutupi. Meski ia berusaha mengenyahkan segala prasangka buruk itu.
Di tambah lagi ketika ia melihat foto-foto keluarga kecilnya justru ditempel di dinding kamar tamu. Belum lagi saat ia hendak salat, tak sengaja mencari sajadah di lemari pakaian. Justru menemukan pakaian anaknya menumpuk di sana.
Ia mengernyit.
Apa pernikahan anaknya baik-baik saja?
Wanita itu Menghela napas perlahan.
“Semoga baik-baik saja,” doanya dalam gumaman.
Ia tersenyum lega saat melihat anak dan menantunya berpelukan ketika di bandara sebagai salam perpisahan. Mungkin, kah dugaannya salah?
“Bunda jadi ke Surabaya lusa?” tanya Ken saat mereka dalam perjalanan pulang ke Solo.
“Insya Allah ....”
“Sekalian mengurus akad jual beli rumah. Juga bertemu dengan mama dan papanya Danang,”
“Bunda yakin?”
“Doakan saja,” namun pikirannya menerawang beberapa tahun silam.
“Apa perlu Ken temani, Nda?”
Ia menoleh pada Ken yang sedang mengemudi.
“Gak usah. Lagian kamu kerja. Bunda masih bisa kok ngurus sendiri.”
**
-Jakarta-
Kirei
Setelah breakfast dan checkout hotel, ia menuju kantor kedutaan Kamboja. Waktu masih menunjukkan pukul 09.00 WIB saat ia tiba di lobi kantor kedubes.
“Kirei!” panggil seseorang padanya.
Sontak ia menoleh lalu mengerutkan dahi.
“Bang Laira?” ucapnya sambil menunjuk pada pria itu.
“Di sini juga?” sambungnya saat pria tadi
menghampirinya.
“Dari Indonesia kita berdua.”
“Total ada lima belas orang semuanya,” tukas Laira.
“Oya?!”
Ia memang tak tahu siapa teman dari Indonesia yang juga beruntung mendapat kesempatan emas ini.
“Kita lapor dulu ke staf kedutaan,” ajak Laira.
Ia hanya mengangguk lalu mengekori Laira.
Sesuai janji temu dengan salah satu staf kedutaan. Mereka diberikan surat rekomendasi khusus dari Duta Besar negara Kamboja. Diberikan akomodasi selama di sana dalam bentuk mata uang dollar AS. Sebab negara Kamboja masih memberlakukan dual-currency atau dwi mata uang. Yaitu dollar AS dan riel. Meski pun mata uang Kamboja riel adalah mata uang yang disahkan negara. Tapi, tetap saja setiap transaksi di negara tersebut lebih dominan menggunakan dollar AS. Terkecuali pada lapisan bawah dan masyarakat tradisional masih menggunakan uang riel.
Semua sudah lengkap dan siap. Mereka berpamitan pada staf kedutaan yang tadi menyambutnya. Kini keduanya menuju bandara internasional Soekarno-Hatta guna melanjutkan penerbangan ke negara yang terkenal dengan Angkor Wat, salah satu candi Buddha terbesar di dunia.
***
Danang
Baru satu hari gadis itu jauh darinya rasanya seperti ada yang hampa. Kosong. Sepi.
Apa lagi ini hari minggu. Justru bayangan gadis itu yang muncul. Saat HUT Bhayangkari. Saat mereka lari pagi di gor. Duduk di tribun sambil bercerita. Sarapan di pujasera. Lalu saat ia mengecup bibir gadis itu. Semua terasa berputar-putar.
Fixed. You’re the reason (kamu adalah alasannya).
Walau mereka saling mengirim kabar. Berbagi foto yang menjelaskan keadaan mereka. Bahkan video call. Tapi rasanya tetap ada yang berbeda.
Saat baru tiba di Phnom Penh. Gadis itu mengirim gambar sedang naik tuk tuk dari bandara internasional Phnom Penh menuju hotel.
“Ternyata tuk tuk itu gak jauh beda dengan bajaj.” Begitu komennya di bawah foto.
Atau saat tiba di hotel yang tak jauh dari sungai Mekong . Gadis itu mengirimi foto dirinya yang sedang berdiri di tepian sungai.
“Senja di Mekong river.”
Gadis itu selalu membuatnya hangat saat ia merasa kesepian.
Ponselnya kembali berbunyi saat ia baru saja meletakkannya di atas nakas.
Aksa : Mas, sorry ... Ratu maksa ketemuan lagi. Kalo gak, dia mau ke kantor Mas Danang.
Air mukanya mendadak berubah. Rahangnya mengetat.
Ia mengira hubungannya dengan wanita di masa lalunya telah berakhir. Namun nyatanya dia hadir kembali saat ia sudah melupakannya dan menemukan gadis kecilnya.
Ia menghembuskan napasnya perlahan.
Pertemuan pertama mereka beberapa waktu lalu saja di salah satu mall berbuntut panjang. Kirei terlihat cemburu dan menghindarinya saat secara tidak sengaja mereka bertemu.
Lantas apa ia juga akan mengiyakan untuk pertemuan keduanya? Meski gadis itu sedang tak ada di sampingnya.
Tapi Ratu adalah wanita dengan sejuta cara. Pertemuan pertama saja ia memaksa masuk kantornya. Beruntung Rendra sigap jika ia tidak mau menerima tamu wanita manapun selain istrinya. Terkecuali berhubungan dengan pekerjaan.
“Pak Danang gak ada di tempat, Bu. Silakan tinggalkan pesan.”
Hampir satu jam wanita itu menunggunya di kantor. Hingga akhirnya pada hari berikutnya Ratu datang kembali. Kala itu ia benar-benar tidak bisa mengelak lagi. Sebab kepergok saat apel pagi baru saja selesai.
Terpaksa mengiyakan pertemuan. Dengan cara mengajak Aksa. Demi menghindar dari hal-hal yang tak diduganya.
“Gila, yaa, Mas. Wanita kaya gitu bisa jadi mantanmu?” ucap Aksa beberapa saat setelah pertemuan pertama lewat telepon.
Aksa saja bergidik saat melihat tingkah dari wanita itu.
“Aku sudah cerai dengan suamiku,”ucap Ratu saat pertemuan pertama.
“Aku ke sini karena ada bisnis sekalian pengen ketemuan sama kamu. Kata temen kamu, sekarang kamu dinas di Semarang.”
Rasanya ia ingin sekarang juga memaki temannya yang mengumbar keberadaannya pada wanita itu.
Damned!
Wanita yang dulu pernah mengisi hatinya. Tapi ia juga tak tahu apakah dulu ia benar-benar mencintainya? Bukankah wanita itu yang lebih dulu meninggalkannya. Sebab memilih menikah dengan pengusaha batu bara. Yang lebih punya segalanya.
Ia sempat kecewa. Tapi dengan mudah juga ia lupa. Sepertinya wanita itu sudah banyak berubah. Dia adalah Ratu de Koto. Wanita yang pernah mengisi hatinya saat ia bertugas di daerah kecil pulau Sumatera.
Kini setelah statusnya menjadi janda wanita itu ingin kembali hadir di kehidupannya. Never ever. Ia tak pernah menyangka dan tak pernah mengharap kedatangannya lagi.
Pesan dari Aksa kembali masuk.
Aksa : Lebih baik ketemuan. Jelaskan sama dia kalo Mas Danang sudah menikah. Beres!
Memang pada pertemuan pertama dengan wanita itu ia belum banyak bicara. Wanita itu lebih banyak mendominasi percakapan. Sedang ia dan Aksa hanya menjadi pendengar.
Saat ia ingin menjelaskan statusnya kini yang sudah menikah. Ternyata Kirei dan temannya masuk ke restoran cepat saji di mana ia, Aksa dan Ratu sedang berada di sana.
Respons Kirei yang sepertinya tidak suka dan marah membuatnya kalang kabut seperti tertangkap basah. Ia bergegas meninggalkan Aksa dan Ratu saat itu juga. Demi Kirei.
Ia memijit pelipisnya.
Danang : Atur saja. Semoga ini pertemuan terakhir. Aku gak mau berurusan lagi dengannya.
Pesan itu ia kirim pada Aksa.
Dan malam ini mereka bertemu di sebuah kafe dengan bangunan lama bergaya arsitektur Belanda. Tepatnya di kota lama.
Ia datang bersama Aksa. Sementara wanita itu sudah menunggunya.
Sepanjang jalan Aksa menggerutu. Sebab Ratu selalu menghubunginya dan mengganggunya.
“Kenapa sih, nomor ponselku yang diberikan pada dia, Mas?” protes Aksa.
“Nomor Rendra, kek. Atau anggota Mas Danang yang lain, kan bisa.”
“Wanita gak tau malu!”
“Untung gak jadi kakak ipar. Hiii ... amit-amit deh!”
“Mana pekerjaanku terbengkalai gara-gara dia.”
Ia hanya tersenyum kecut menanggapi gerutuan adiknya itu.
Berhubung Rendra sedang pertandingan Kejurda FORKI di Jogja. Jadi terpaksa Aksa menggantikannya.
“Sorii terlambat.” Ucapnya pada wanita itu. Ia dan Aksa langsung menggeret kursi kosong di seberang Ratu. Duduk berbatas meja dengannya.
“Gak pa-pa. Baru lima belas menit,” balas Ratu.
“Kamu kayaknya gak bisa jauh ya, sama temen satu kamu ini?” tunjuk Ratu pada Aksa dengan dagunya. Tampaknya wanita itu tak nyaman Aksa berada di antara mereka.
Ia menoleh pada sang adik. Sementara Aksa mengedikkan bahunya. Ia memang mengenalkan Aksa sebagai temannya.
“Mau pesen apa?” tawar Ratu.
“Kopi aja.”
“Aku gak ada waktu banyak, by the way ada hal penting yang harus aku katakan sama kamu,” tukasnya.
“Aku juga mau bicara sesuatu sama kamu.” Sahut Ratu seraya menyeruput jus alpukat yang tinggal setengah itu.
“Kamu duluan, deh.” Sambar wanita itu.
Bersyukur ia diberi kesempatan untuk menjelaskan lebih dulu. Setidaknya tidak akan terpotong atau tertunda lagi.
“Aku sudah menikah.” Tandasnya tegas dan percaya diri.
Namun reaksi tak terkejut ditampakkan Ratu. “Lalu?” sambil mengedikan bahunya santai. Sepertinya informasi yang diberikannya tak berpengaruh sedikit pun.
“Aku harap ini pertemuan kita terakhir.”
Ratu tertawa sumbang, “Come on babe ... kita bisa berteman, kan?”
“Sorry, sepertinya tidak bisa. I’ve got a wife (aku punya istri). Aku tidak akan menyakitinya ....” Tandasnya lagi penuh penekanan.
“Ck, jangan munafik!” Wanita itu berdecak, “kamu lupa selama kita menjalin kasih. Kamu sangat—“
“Stop, Ra!” Hardiknya. Kali ini emosinya memuncak. Ia bahkan spontan berdiri.
“Ini pertemuan kita terakhir. No more!”
Ia dan Aksa lekas pergi meninggalkan kafe itu. Sementara wanita itu masih termangu di tempatnya. Dengan tangan mengepal kuat.
“Sepertinya wanita itu gak akan jera, Mas!” Salak Aksa sambil mengemudi.
Ia mendesahkan napasnya ke udara.
Wanita itu dulu baik dan perhatian padanya. Tapi ternyata harta membuatnya berubah. Dan kini setelah ia mendapatkan harta. Dia menggunakan segala cara untuk meraih apa yang diinginkannya. Gila. Bener-bener Gila!
-
-
Terima kasih yang sudah mampir, membaca dan memberi dukungan .... ya! 🙏