Zona Khusus Dewasa
Adriel (28), sosok CEO yang dikenal dingin dan kejam. Dia tidak bisa melupakan mendiang istrinya bernama Drasha yang meninggal 10 tahun silam.
Ruby Rose (25), seorang wanita cantik yang bekerja sebagai jurnalis di media swasta ternama untuk menutupi identitas aslinya sebagai assassin.
Keduanya tidak sengaja bertemu saat Adriel ingin merayakan ulang tahun Drasha di sebuah sky lounge hotel.
Adriel terkejut melihat sosok Ruby Rose sangat mirip dengan Drasha. Wajah, aura bahkan iris honey amber khas mendiang istrinya ada pada wanita itu.
Ruby Rose tak kalah terkejut karena dia pertama kali merasakan debaran asing di dadanya saat berada di dekat Adriel.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 ACICD - Pengantin Baru
"Adriel!"
"Stop!"
Warna madu menerpa sepasang pengantin baru yang sedang asyik bermain basket di atas dek superyatch pribadi bernama IMPERIUM SHARIEL.
Mereka adalah Adriel dan Drasha. Sejak tadi keduanya bergantian membawa bola dan melemparkannya ke dalam ring yang berdiri kokoh di ujung helipad.
"Adriel, kamu kan jago main basket kamu nggak perlu curang kayak gini, hmmmm…" protes Drasha karena pinggangnya digelitik sang suami. Dia memeluk bola basket erat-erat, tidak membiarkan suaminya merebut benda bulat tersebut.
Sementara itu, Adriel membenamkan wajahnya di leher Drasha dari belakang. Dia merapatkan tubuh pada isrinya, lalu menghirup aroma alami Drasha yang bercampur parfum spesial pemberiannya sebelum mereka berlayar dua hari yang lalu untuk menikmati honeymoon.
"Mhmm… aku bakalan ngelakuin apapun untuk win, sayang, dengan cara curang sekalipun karena hadiahnya … kamu." Dia mendaratkan kecupan lembut di leher istrinya.
"Adriel…" Drasha menarik napas ringan sambil memejamkan mata, tapi detik berikutnya dia berbalik dan menjinjitkan sepatu putihnya untuk meraih bibir Adriel.
Cup.
Dia mengecup suaminya dan spontan Adriel terpaku beberapa detik. Di kesempatan itu Drasha lari mendrible bola basket. Rok mini dress putihnya berkibar mengikuti gerakan Drasha. Rambut hitam panjangnya ikut menari karena terpaan angin laut. Tawanya membuat Adriel tidak mengalihkan pandangan.
Iris hitam Adriel mengikuti setiap gerak istrinya yang memantulkan bola di atas helipad. Suara langkah dan pantulan bola menyantu dengan deru ombak. Saling menyahut dengan debaran jantungnya.
Adriel menggigit bibir dalamnya tipis dengan tatapan dalam yang tertuju pada Drasha. Kilau indah senja bahkan tak bisa mengalihkannya.
Dan –
Drang!
Bola yang dilempar Drasha gagal masuk ring.
Tak… Tak… Tak…
Gadis itu mengerucutkan bibir menatap bola yang memantul liar sampai berhenti ke tepi jaring pembatas.
Adriel menghampirinya dan menarik pinggang Drasha, lalu membungkuk, mendekatkan wajah. "I won…" kata Adriel dengan suara deep yang selalu berhasil menggetarkan hati Drasha.
Lanjut, pasangan berusia 18 tahun itu bermain petak umpet di lounge. Masing-masing bergantian memakai penutup mata untuk mencari satu sama lain.
"Adriel…" Drasha meraba wajah suaminya dengan jemarinya yang lentik.
"Hm, you found me, Drasha," sahut Adriel, menyentuh tangan istrinya yang lembut.
Begitu langit sudah berselimut hitam, keduanya makan malam romantis bersama. Setelah itu, Drasha dan Adriel sama-sama memainkan alat musik kesukaan mereka, mengalunkan lagu merdu yang beradu dengan suara ombak di luar sana.
Jemari Adriel dengan lihai menekan tuts grand piano di sisi ruangan, mengiringi permainan biola Drasha.
Di sela nada yang memenuhi ruangan, tatapan keduanya bertemu dan terpaku, seolah membentuk benang tak kasat mata. Menyalurkan cinta yang bahkan tidak bisa dinilai dengan kedalaman samudra yang dilewati superyatch mereka.
Tak lama kemudian, mereka bermain dart dengan canda tawa yang memenuhi lounge tersebut. Para kru yang berbaris rapi tak jauh dari sana, ikut gemas merasakan kebahagiaan pengantin baru itu.
"I want you…" mata lelaki itu dipenuhi kabut nafsu.
"Not here… Adriel… kamu bisa lihat kan ada banyak orang di sini."
"Aku bisa nyuruh mereka pergi sekarang juga," bisik Adriel.
"No, sayang… later…"
Selanjutnya, Adriel dan Drasha berdansa di kamar utama mereka, mengikuti nada yang bersumber dari piringan hitam. Jendela balkon sengaja dibuka, sehingga angin malam masuk mengiringi langkah pasangan itu.
Di penghujung malam, kamar mereka dipenuhi suara kecapan dan napas berat karena penyatuan keduanya. Keinginan Adriel sejak tadi terpenuhi.
"Adriel…"
"Ahh…"
"Mmhm… Drasha…"
Keduanya tenggelam dalam gelombang nafsu yang tiada henti. Pagutan bibir mereka tidak lepas.
Adriel memompa tubuhnya dengan teratur, sementara Drasha melingkarkan lengannya di back Adriel yang lebar, tak lupa jemarinya meraba pelan setiap lekuk otot yang terbentuk tegas di sana.
Sentuhan dan desahan Drasha membuat Adriel semakin semangat menyalurkan segala yang ada di inti tubuhnya. Drasha dengan senang hati menerima.
"Ah…"
"Sayaang…"
"Empph… Adriel…"
Setelah aktivitas suami istri itu selesai, mereka terlelap di kasur. Tetapi, Drasha tiba-tiba terbangun dan mendapatkan sebuah pesan misterius dari nomor tak dikenal.
Unknown Number:
We need to talk Mr. D
Drasha mengernyit heran. Dia sudah lama meninggalkan identitasnya itu. Sudah lebih satu tahun.
Siapa yang menghubunginya?
Drasha pelan-pelan turun dari kasur supaya tidak membangunkan Adriel. Dia meraih kimono satin untuk membungkus tubuh polosnya.
Kemudian Drasha melangkah keluar ke balkon sambil menggenggam hapenya. Angin dan suara ombak menyambut Drasha.
Sebuah telepon langsung masuk dari hapenya.
Drasha menatapnya lama sebelum mengusap ikon hijau di layar dan membawa benda pipih itu ke telinganya.
"Hello, my red macaron," sapa seorang wanita di seberang sana.
Drasha mengerutkan kening. Dia tahu pemilik suara itu. "M-miss Arnetta?"
"Owhhhh… benar, Drasha."
"Kenapa Anda menghubungi saya dengan nomor tak dikenal?"
"Tidak penting, Drasha. Saya tahu kamu sekarang berdiri di tepi pagar kaca balkon kamar kamu… di IMPERIUM SHARIEL."
DEG.
Jantung Drasha berdetak tak karuan dan sorot matanya spontan beredar ke sekeliling, mencari di mana posisi Miss Arnetta itu. Tetapi yang ditemukan hanya hamparan laut gelap.
"Siapa Anda sebenarnya?"
"Very good question, Drasha. Tapi, saya tidak akan menjawab pertanyaan itu sampai kamu bergabung."
"Bergabung?"
"Ya. Sekarang waktunya kamu membayar utang, Drasha."
"Saya tidak pernah merasa berutang dengan Anda… oh, apa maksud Anda saya berutang macaron merah yang pernah Anda berikan? Kalau memang itu, saya akan menghadiahkan hal yang sama."
"Ouhhh, Drasha… darling… tentu saja bukan itu."
"Lalu apa?" desis Drasha.
"Kamu harusnya sudah mati malam itu… di area industri terbengkalai pinggiran kota, di malam kamu menyelesaikan misi balas dendam kamu."
Drasha ingat. Dia lalu menggigit bibir bawahnya. Jadi orang yang menembak waktu itu adalah Miss Arnetta.
"Tinggalkan semua kehidupan kamu yang sekarang, Drasha dan bergabung bersama kami, itu cara melunasi utang kamu."
"Saya tidak pernah minta diselamatkan oleh Anda!" ujar Drasha dengan nada tinggi yang ditahan.
"Saya juga tidak akan pernah meninggalkan suami dan keluarga saya!"
"Ouhh! Such a waste of talent. Kamu pasti sadar kalau kamu memiliki bakat yang jarang dimiliki perempuan lain di dunia ini, Drasha. Sangat disayangkan kalau bakat kamu dibiarkan begitu saja. Saya sudah memberi waktu sekitar satu tahun untuk kamu menikmati kehidupan yang sekarang. Bagus saya tidak membawa kamu saat mengunjungi makam ibu kamu di malam yang sama saya menyelamatkan kamu."
"Jadi… bagaimana, Drasha?"
"Jawabannya… TIDAK!"
"Anda cari orang lain saja!"
"Fine, my red macaron..."
Telepon itu berakhir sepihak dan Drasha berusaha menata napas di tengah hempasan angin laut yang menusuk kulitnya.
Begitu menutup pintu kaca balkon, Drasha membawa langkahnya pelan, tatapannya tidak lepas dari Adriel yang tertidur pulas di kasur mereka. Dia berhenti di sisi ranjang, terus memandangi sang suami.
"Aku pernah ninggalin kamu karena aku yang denial sama perasaan aku, tapi sekarang… aku nggak akan pernah ninggalin kamu lagi, Adriel… nggak akan."