TRANSMIGRASI MENJADI ANTAGONIS PALSU

Pesta dansa masih berjalan dengan acara utama yang dibuka. Beberapa orang yang mulai kelelahan pasca berdansa memutuskan untuk berkumpul di aula yang kini disediakan makanan dan minuman.

Sementara Sharon menepi di pojokan meminum wine sendirian. Beberapa waktu yang lalu Leon dan Althea berada di sisinya, tapi karena ada hal yang perlu mereka lakukan jadi mereka pergi entah kemana.

Pipinya kini memerah karena terlalu banyak minum. “gik …’ suaranya tersedak. Cepat-cepat menutup mulutnya dengan punggung tangan.

Gilbert yang sedari tadi diam saja mengerutkan kening, melihat jumlah cangkir yang Sharon habiskan. Alisnya terangkat melihat empat cangkir kosong di samping Sharon.

“Nona anda terlalu banyak minum,” ucapnya kesal. 

Sharon tidak terlalu memperdulikan perkataan Gilbert, ia hanya meneguk wine lagi dan menghembuskan napas panjang.

Hingga suara tepukan tangan terdengar.

Tap-Tap-Tap.

Seluruh ruangan langsung sunyi. Tatapan mereka menuju panggung termasuk Sharon.

Di panggung, Duke Lux berdiri tegak, auranya mendominasi seluruh aula. Wajahnya begitu serius.

“Para tamu undangan,” suaranya menggema dengan wibawa. “Terima kasih telah hadir dalam pesta ini.”

Sharon meletakan gelasnya, menoleh penasaran.

Duke mengangkat tangan. Memberi isyarat pada seseorang. Dari sisi ruangan, Althea dan Leon berjalan perlahan ke tengah sembari bergandengan tangan. Mereka tampak bersinar di bawah cahaya lampu.

Sharon terkejut. “Eh … mereka berdua …?”

Gilbert bergumam pelan dari samping. “Fokuslah mendengarkan.”

Duke lu tersenyum untuk pertama kalinya di malam pesta itu. “sebenarnya acara ini bukan sekedar pesta dansa. Hari ini, saya ingin mengumumkan sebuah kabar penting bagi keluarga Lux.”

Sharon menahan napas.

Para tamu mulai berbisik, atmosfer menjadi tegang.

“Dengan ini, secara resmi saya mengumumkan …” Duke Lux menatap Althea dan Leon penuh aka kebanggan.

“Pernikahan Althea Lux dan Leon Ardiant sudah diresmikan dan akan diadakan tiga bulan dari sekarang!”

Aula pecah oleh tepuk tangan meriah. 

Sharon terpaku. Matanya membesar. Lalu perlahan bergumam, “oh … jadi karena aku berhasil membuat kak Althea tidak mati, sekarang plot mengarah ke pernikahan mereka.”

Jantungnya terasa begitu hangat untuk pertama kali di dunia novel ini ia merasa sangat bahagia.

“Syukurlah kak Althea. Selamat ya kalian.”

Gilbert menatap wajah Sharon beberapa detik, memperhatikan ekspresi tulus dan bahagia yang jarang dilihat.

“Nona tampak sangat senang,” komentar Gilbert. 

“Tentu saja.” Sharon menganggukan kepala, mata dia berbinar. “Ini pertama kalinya aku melihat kak Althea tersenyum sebahagia ini. Sudah kuduga mereka cocok.”

“Apa anda yakin dengan ini?”

“Eh? Apanya?” Tanya Sharon bingung.

“Bukankah saat awal nona mendengar kabar pertunangan mereka nona sudah marah besar? sagat menolak hal tersebut, mengatakan bahwa ‘aku lebih cocok bersama leon’ dan berbuat onar, terkadang menakali nona Althea … anda menyukai tuan leon bukan?”

Ah. Sharon hampir melupakan hal tersebut.

“Tidak apa-apa! Asal kak Althea bahagia. Aku juga ikut bahagia!” ucap sharon tersenyum lebar. 

“Lagipula Gil  sekarang kan a—.” Sharon mendadak terdiam, pipinya memerah. Mungkin karena efek mabuk ia hampir mengatakan sesuatu yang memalukan.

“Saya kenapa?”

Sharon menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa. Lupakan!”

Gilbert memicingkan mata, seperti ingin mengatakan sesuatu—tapi akhirnya memilih diam.

Di tengah keramaian yang riuh, sharon menatap dengan kelembutan, tangan menggenggam gelas kosong, sementara matanya memandang kedua orang yang kini akan menjadi pasangan resmi.

Untuk pertama kalinya sejak ia transmigrasi…

Ia merasa benar-benar menjadi bagian dari dunia ini.

Namun Sharon belum menyadari bahaya yang kembali mengintai.

Siluet seseorang berdiri di sana.

Seseorang dengan tatapan tajam pada dirinya.

Ia menggenggam sesuatu.

Pisau kecil. Sangat mirip dengan pisau bertanda Baskary itu.

Siluet itu berbisik, nyaris tak terdengar:

“Jadi… pernikahan akan dimulai 3 bulan dari sekarang.” Ia tersenyum. Arthur jelas punya rencana yang buruk. “Tidak rugi aku ikut pesta ini, aku mendapatkan informasi yang menarik.”

Sharon tiba-tiba merasakan perasaan tak enak, ia menoleh ke belakang dan mendapati Arthur telah berjalan pergi, tangan memegang pisau seperti tempo hari.