Seorang gadis bernama santi anastasia yang berusia 24 tahun yang ditinggalkan oleh kekasihnya karna insiden kecelakaan yang terjadi dua tahun yang lalu tepat di hari ulanga tahunnya, yang membuatnya menutup diri dan memutuskan untuk pergi dari kota asalnya karna ingin melupakan kenangan bersama sang kekasih. dikota yang baru, santi menjalani kehidupanya dengan menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah yang terkenal di kota itu, hingga dia bertemu dengan seorang lelaki yang tak lain adalah pemilik sekolah tempat santi bekerja dan karna suatu kesalah pahaman membuat mereka terpaksa harus menikah.
Ruben Prasetya seorang pemuda yang berusia 29 tahun, dia seorang pengusaha yang terkaya dan tersohor dikotanya, namun sampai kini masih belum menikah akibat kegagalan percintaannya lima tahun yang lalu sehingga membuatnya menjadi pria yang kejam dan dingin bahkan tak akan segan menghancurkan orang yang telah menyinggungnya, hingga suatu saat terjadi sesuatu yang mengharuskan dia untuk menikahi gadis yang mengajar di sekolah miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon baene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Surat Dari Pengadilan
Hari hari berlalu hingga sudah satu minggu setelah kejadian saat Ruben melihat sang istri di restoran itu, yang artinya genap sudah tiga minggu Ruben tak pulang kembali Ke rumah yang ditempatinya bersama santi. Dan selama itu pula Santi selalu menunggu Ruben pulang.
Santi akan senantiasa memasak makan malam setiap petang dan selalu setia duduk diruang tengah menunggu sang suami, bahkan tak jarang Santi tertidur disofa ruang tamu sampai pagi dan melewatkan makan malamnya.
Selama itu pula bi Asih selalu memperhatikannya diam diam dan selalu berada didekat sang majikan untuk memantau kesehatan Santi, ia sangat iba melihat Santi yang nampak lebih kurus dari tiga minggu sebelumnya.
Seperti malam ini lagi lagi santi kembali menunggi di ruang tengah untuk menunggu sang suaminya, dan bi Asih yang melihat itu pun segera menegur dan menyuruh makan.
" Non, ini sudah jam delapan malam. Non makan dulu ya, nanti non sakit." ucap bi Asih prihatin.
" sebentar lagi bi." jawab Santi lirih.
" tapi non ini sudah malam." kata bi Asih lagi.
" aku tidak mau bi." tolak Santi keras kepala.
" lalu bagaimana non mau menunggu tuan kalau non kelaparan dan sakit,? apa non pikir tuan akan suka melihat nona yang lebih kurus dari sebelumnya,? dan aku juga pasti akan dimarahi oleh tuan. Apa non tega meluhat bibi yang sudah tua ini dimarahi.?" ucap bi Asih panjang lebar dan dengan wajah memelasnya.
Melihat wajah Bi Asih, santi yang tak tega pun akhirnya mengalah dan mengikuti kata bi asih untuk makan malam, dan setelah selesai makan Santi kemabali lagi duduk di tempat yang sama seperti sebelumnnya untuk menunggu sang suami.
Lama menunggu hingga larut malam santi yang tak sadarpun akhirnya tertidur di sofa, Bi Asih yang tak sengaja lewat melihat Santi yang tertidur.
" kasihan non santi, pasti dia kelelahan menunggu tuan." batin Bi Asih menatap iba pada Santi,
" non, non, bangun non ini sudah larut malam. Lebih baik non tidur dikamar saja." ucap bi Asih setelah sampai di dekat Santi.
" eughh,, jam berapa bi.?" tanya santi seyelah membuka matanya.
" jam setengah sebelas non. Non tidur dikamar saja ya." kata bi Asih lagi.
Santi melihat jam dinding rumahnya, benar saja waktu sudah larut malam, wajahnya kembali muram dan mata sudah mulai berkaca kaca, dan bibi yang melihat itu pun mengusap pelan bahu Santi yang sudah dianggal seperti anaknya sendiri.
" Sudah, non jangan sedih mungkin tuan memang banyak pekerjaan." ucap bi Asih lembut.
" iya bi, kalau begitu aku kekamar dulu." ucap santi berusaha untuk tersenyum pada bi asih. Tapi bi Asih tau kalah itu senyum paksaan dari Santi agar terlihat baik baik saja.
" iy non tidur dikamar saja."
Santi berlalu dari hadapan bi Asih menuju kamarnya, sampai di kamar ia jatuh bersimpuh di lantai, ia menagis lagi dan lagi.
" kenapa.? kenapa kamj tidak pulang mas,? hiks...Hiks. kamu dimana sebenarnya dan apa yang kamu lakukan.?" tanya santi di sela sela tangisnya yang pastinya hanya dia yang mendengar pertanyaan itu dan tak mungkin mendapatkan jawabannya..
Keesokan paginya santi masih berada dalam kamarnya, tepatnya masih diatas kasur miliknya. Jam sudah menunjukan pukul sembilan dan santi masih enggan untuk beranjak hingga suara ketukan membuat santi mau tak mau bangun dari tidurnnya.
ceklekk.
" ada apa bi.?" tanya Santi dengan wajah yang terlihat kusut dan mata sembab akibat semalaman menangis, Dan bi Asih yang melihat itu semakin tidak tega memberikan paket yang ia yakini itu akan membuat Santi semakin terluka.
" in,,ini non." jawab BI Asih pelan menyodorkan benda yang berada dalam amplop berwarna cokalt itu.
" apa ini bi.?" tanya santi mengambil benda itu.
" saya kurang tau non, tadi itu diantar sama pengantar paket kesini. Kalau begitu saya permisi dulu non." ucap bi Asih segera berlalu dari sana.
Santi masuk kedalam kamarnya, dan membolak balikan benda tersebut yang tak lain adalah sebuah surat, hingga matanya menangkap tulisan yang berada di pojok kiri atas.
Deg....
Jantung santi seakan berhenti berpacu saat membaca tulisan itu,
" Surat dari pengadilan." guman santi pelan. Dengan tangan gemetar ia membuka sampul surat itu. Santi berharap pikirannya salah tentang isi surat itu.
Tangis santi pecah seketika saat membaca isinya...
Bersambung.....
Jeng.. Jeng... Jeng....
sampai disini dulu readers setia,, besok di up lagi 😊😊