NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 — Lelaki Biasa di Balik Jabatan

Malam itu, gedung tinggi milik Daniel masih menyala di beberapa lantai. Lampu-lampu kota Jakarta berpendar seperti lautan bintang yang tak pernah benar-benar tidur. Di salah satu ruang kerjanya, Daniel duduk sendirian.

Jasnya tergantung rapi. Kemeja putihnya sudah diganti kaus gelap sederhana. Di meja, dua map terbuka: satu tentang ekspansi bisnis, satu lagi tentang Zahwa.

Ia tertawa kecil tanpa suara.

Sejak kapan satu nama bisa masuk ke ruang yang biasanya hanya diisi angka?

Ponselnya tergeletak. Tidak ada pesan baru dari Zahwa. Dan anehnya, ia tidak merasa ditinggalkan. Justru di situlah ujiannya.

Sebagai CEO, ia terbiasa mengejar, mengamankan, memiliki.

Sebagai lelaki, ia sedang belajar… menunggu.

---

Keesokan paginya, rapat direksi berlangsung panas. Proyek besar di Lampung menuntut kehadiran penuh. Investor menekan. Waktu sempit.

“Mas Daniel,” salah satu direksi berkata tegas, “kamu terlalu terlibat detail operasional. CEO harus berdiri lebih jauh.”

Daniel mengangguk. “Saya paham.”

“Tapi,” lanjutnya, “kamu juga mengambil keputusan personal yang berdampak struktural.”

Semua tahu yang dimaksud.

Daniel berdiri. Suaranya tenang, tapi mantap. “Saya tidak mencampur urusan pribadi dengan bisnis. Saya hanya memastikan perusahaan berjalan tanpa konflik.”

“Dan Zahwa?”

Daniel menatap satu per satu wajah di ruangan itu. “Zahwa adalah profesional. Jika suatu hari ia pergi, bisnis tetap jalan. Jika ia bertahan, itu karena kinerja.”

Sunyi.

Tak ada yang bisa menyangkal data.

---

Sore itu, Daniel menolak ajakan makan malam klien. Ia memilih berjalan kaki sebentar, menyusuri trotoar, tanpa pengawalan. Untuk sesaat, ia ingin menjadi siapa pun selain CEO.

Di kafe kecil, ia duduk di pojok. Kopi hitam tanpa gula. Seperti pikirannya.

Ia teringat Zahwa di dapur, senyumnya yang tidak pernah meminta. Tatapan yang tidak menuntut. Perempuan yang kuat tanpa perlu mengumumkannya.

“Kalau aku bukan CEO,” gumamnya, “apa dia akan tetap menghormatiku?”

Pertanyaan itu tidak mencari jawaban. Tapi kejujuran.

---

Di tempat lain, Zahwa menutup hari dengan laporan. Ia tahu Daniel sedang diuji. Ia merasakannya dari jarak yang tak terucap.

Ia tidak mengirim pesan.

Bukan karena tidak peduli.

Tapi karena ia tahu beberapa lelaki butuh sunyi untuk memahami dirinya sendiri.

Zahwa menatap cermin. Wajahnya tenang. Ia tidak lagi takut ditinggalkan. Tidak juga berharap dimiliki.

“Jika datang, datanglah dengan utuh,” bisiknya. “Jika pergi, biarlah Allah yang menggenggam.”

---

Malam kembali turun. Daniel pulang ke rumah yang luas tapi terasa kosong. Ibunya duduk di ruang tengah, membaca.

“Kamu capek,” kata sang ibu tanpa menoleh.

Daniel tersenyum tipis. “Kelihatan ya?”

“Kamu sedang jatuh cinta,” jawab ibunya pelan. “Dan kamu takut kehilangan kendali.”

Daniel duduk di sampingnya. “Aku takut menjadi tidak adil.”

“Adil itu bukan berarti menjauh,” ibunya menutup buku. “Kadang adil itu tahu kapan melangkah, kapan berhenti.”

Daniel terdiam.

“Kalau kamu hanya CEO,” lanjut sang ibu, “kamu akan sendirian di puncak. Tapi kalau kamu lelaki yang jujur, kamu akan tahu kapan harus turun satu langkah.”

Daniel menunduk. Dadanya sesak.

---

Di kantor, Arvino memperhatikan perubahan itu.

“Mas Daniel,” katanya suatu sore, “kamu bukan kehilangan fokus. Kamu sedang menemukan arah.”

Daniel tersenyum samar. “Arah yang membuatku takut.”

“Takut itu tanda kamu peduli.”

---

Malam itu, Daniel akhirnya membuka ponsel. Mengetik. Menghapus. Mengetik lagi.

Ia akhirnya mengirim satu pesan.

> Zahwa, aku sedang belajar menempatkan diriku. Kalau suatu hari aku terlihat menjauh, itu bukan karena ragu. Tapi karena aku ingin datang dengan cara yang benar.

Beberapa menit berlalu.

Balasan datang.

> Aku mengerti, Mas Daniel. Terima kasih sudah jujur. Aku di sini, menjalani jalanku.

Daniel memejamkan mata. Nafasnya lega.

Tidak ada janji.

Tidak ada tuntutan.

Hanya dua orang dewasa yang tahu:

jika takdir ingin menyatukan, ia akan datang tanpa perlu dikejar.

Dan malam itu, seorang CEO akhirnya mengerti,

menjadi lelaki biasa yang jatuh cinta,

ternyata lebih berat daripada memimpin ribuan orang.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!