"Ambil saja suamiku, tapi bukan salahku merebut suamimu!"
Adara yang mengetahui pengkhianatan Galang—suaminya dan Sheila—sahabatnya, memilih diam, membiarkan keduanya seolah-olah aman dalam pengkhianatan itu.
Tapi, Adara bukan diam karena tak mampu. Namun, dia sudah merencanakan balas dendam yang melibatkan, Darren—suami Sheila, saat keduanya bekerjasama untuk membalas pengkhianatan diantara mereka, Darren mulai jatuh dalam pesona Adara, tapi Darren menyadari bahwa Adara tidak datang untuk bermain-main.
"Apa yang bisa aku berikan untuk membantumu?" —Darren
"Berikan saja tubuhmu itu, kepadaku!" —Adara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Dua
Seorang wanita dengan tubuh yang masih ramping walau perutnya sudah agak membesar karena hamil dan rambut panjang tergerai masuk ke lokasi syuting film terbaru, di sebuah studio besar yang terletak di pinggiran kota. Sheila mendekati gerbang, napasnya sedikit memburu karena rasa gugup yang melanda. Ia menggenggam tas besar berisi berbagai makanan favorit Darren, mantan suaminya. Di balik senyumnya yang manis, ada tujuan mendalam—ingin mengambil hati Darren kembali.
“Permisi, mau ke mana?” tanya salah seorang kru, menahan langkah Sheila. Dia memang kru baru dan mungkin jarang melihat televisi sehingga tak mengenal wanita itu.
“Aku Sheila, istrinya Darren. Apa kamu tak mengenalku? Aku bawa makanan untuk Darren,” jawabnya dengan suara lembut namun tegas.
Kru itu mengangguk, meski wajahnya menunjukkan tanda kurang percaya. Sheila memperhatikan sekelilingnya dengan cermat, para aktor dan aktris sibuk bersiap untuk pengambilan gambar. Dia bisa melihat Darren di tengah keramaian, sedang berdiskusi dengan sutradara.
Sejenak, sosok Darren mengalihkan perhatian. Pria berperawakan tinggi, dengan mata tajam yang seringkali disebutnya “matanya bisa membaca pikiran orang,” kini berdiri di hadapannya, tampak lebih maskulin dengan perlengkapan syuting yang melekat. Rasanya, sekalipun waktu berlalu, hati Sheila masih terikat pada Darren.
“Sheila ...?” Darren menoleh, bingung melihat mantannya tiba-tiba muncul di lokasi. “Ada perlu apa kamu ke sini?”
“Ya, aku bawa makanan. Pasti kamu lapar kan?” tutur Sheila sembari menggenggam erat tasnya, berusaha terlihat anggun.
Darren mengerutkan alisnya, terkejut dengan kehadirannya. “Kenapa kamu muncul mendadak begini? Kita kan sudah sepakat untuk tidak saling mengganggu,” ujarnya, nada suaranya menunjukkan ketidaknyamanan.
Sheila tersenyum, berusaha mengabaikan nada tajam tersebut. “Aku hanya ingin kau tahu, aku masih peduli. Ini hanya sedikit makanan, untuk mengingat masa-masa saat kita bersama,” jawab Sheila dengan tanpa rasa malu.
“Jangan terlalu banyak berharap, Sheila. Ini bukan cara yang tepat untuk kembali, bahkan untuk menunjukkan perhatian,” Darren menatapnya serius.
Rekan-rekan kru di sekeliling mereka berhenti sejenak, memperhatikan hubungan antara mantan suami istri yang kontras. Sheila merasa seluruh ruangan bergetar saat matanya bertemu Darren. Makanan yang dibawanya mungkin sama sekali tidak sebanding dengan semua kenangan yang mengikat mereka dalam masa yang penuh emosi.
Heidi, seorang aktris muda yang berperan sebagai pasangan Darren di film, melihat ke arah mereka. “Oh, jadi ini mantan istri Darren? Cantik juga!” katanya. Sheila yang mendapat pujian cukup terkejut dan terdengar bersemangat.
Darren berusaha menjaga jarak dari pandangan sejawatnya. “Sheila, ini bukan saat dan tempat yang tepat. Aku sedang bekerja dan .…” Dia terhenti sejenak, mencari kata yang lebih lembut untuk menangkis kehadiran Sheila.
“Aku mengerti, tapi ini hanya untuk sekali saja. Untuk kita, untuk kenangan kita,” Sheila memohon, berharap bisa menembus dinding yang dibangun Darren. Dia harus bisa membuat Darren simpatik dengannya.
Namun, Darren menarik napas dalam-dalam. “Sheila, sebaiknya kamu pergi. Aku sangat sibuk,” katanya dengan tegas, berharap nada suara yang cukup keras tidak mengundang perhatian kru lainnya.
Sheila merasakan sedikit kesel yang menyelubungi hatinya. Dia tak mau di buat malu. Dia berusaha mengeluarkan air mata agar Darren terenyuh. Air mata mulai menggenang di matanya. “Darren, tolong. Aku tahu kalau aku banyak salah, tetapi aku ingin memperbaiki semuanya.”
Darren berbalik, mengingatkan Sheila bahwa orientasi mereka saat ini benar-benar berbeda. “Kamu harus pergi. Ini bukan tempat untuk mengungkapkan semua itu. Aku tahu kamu punya niat baik, tapi aku sedang dalam proses—”
“Proses apa?” tanya Sheila, suaranya sedikit lebih tinggi, menandakan keraguan yang mengganggu pikirannya. “Proses untuk melupakan kita? Proses untuk mengubur semua memori indah yang pernah ada?”
Darren, bagai terjaga dari lamunan, menjawab, “Kamu tau kalau saat ini aku sedang dekat dengan Adara. Aku tak mau membuat dia jadi cemburu jika mengetahui kamu ada di sini."
Darren terpaksa mengatakan kebohongan itu agar Sheila percaya jika dirinya dan Adara memang memiliki hubungan.
Semua orang di sekitarnya mulai merasakan ketegangan. Sheila merasa terjebak antara dua dunia; satu dunia di mana dia percaya kalau Darren masih mencintainya dan bisa memperbaiki segalanya, dan satu lagi di mana Darren bertahan pada pendiriannya.
“Aku hanya … aku hanya berharap kamu bisa memberi satu kesempatan lagi,” Sheila terisak, sesekali menatap rendah ke tanah. “Satu kesempatan untuk kita bisa baikan lagi.”
Darren menggelengkan kepala pelan. “Keberhasilan film ini adalah fokusku sekarang. Lagi pula aku tak pernah suka memberikan orang kesempatan kedua jika kesempatan pertama telah dia sia-siakan. Sekali lagi aku katakan, jika aku saat ini sedang menjalin hubungan dengan Adara!" ucap Darren dengan suara tegas.
Kru film yang tadinya bersimpati kini menyaksikan drama yang tak terduga dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Darren bisa merasakan tatapan mereka. Irawan, produser film, mendekat. “Darren, apakah kita sudah siap untuk pengambilan gambar?”
“Tunggu sebentar lagi,” jawab Darren cepat, matanya berlalu kembali ke Sheila.
“Apakah kamu benar-benar telah melupakan cintamu padaku? Kenapa secepat ini kau bisa melupakan semuanya." Sheila meratapi, suara teredam oleh keramaian.
“Karena kita sudah membicarakan semuanya, Sheila!” Darren menekankan kata-katanya, terpaksa menjelaskan dengan nada frustrasi. “Jangan merasa seperti korban, padahal kau adalah pelaku utama perceraian kita."
“Maafkan aku,” Sheila berkata pelan, seolah baru saja menyadari kesakitan yang dia sebabkan. “Aku tidak pernah bermaksud …." Sheila cepat-cepat menyeka air matanya, berusaha tetap tegar. “Aku hanya ingin menunjukkan perhatianku padamu. Tetapi sepertinya tidak ada artinya lagi bagimu.”
Darren menghela napas berat, matanya tidak bisa terlepas dari Sheila. Dalam hatinya berkata, jika istrinya ini memiliki bakat akting.
"Sekali lagi aku ingatkan, jika aku dan kamu sudah tak memiliki hubungan apa pun. Jangan pernah datang lagi!"
“Jadi, inikah yang kau inginkan?” Sheila mengangkat tangan sebatas dada, “Aku pergi, jika kau memang merasa terganggu."
Darren mengangguk pelan, melihat ke sekeliling seolah ingin segera menutup pembicaraan. “Ya, aku rasa ... ini sebaiknya kau memang harus pergi!"
Sheila merasa sedikit malu. Dia melihat ke sekeliling. Kru dan pemain film sedikit mencuri pandang ke arah merek. Dia tak boleh terlibat. “Baik, aku akan pergi.Tetapi ingatlah, ada cinta di antara kita yang takkan pernah mati.”
“Mungkin bagimu, tapi bagiku semua telah berakhir. Pergilah, aku tak mau melakukan hal yang akan membuatmu malu," ucap Darren dengan suara pelan.
"Bagaimana dengan makanan ini?"
"Kau bawa pulang saja. Aku sudah makan," jawab Darren tegas.
"Baiklah ...," jawab Sheila singkat.
Di tengah-tengah keramaian, dengan seribu perasaan berbeda menghimpit, Sheila membalikkan badan dan meninggalkan lokasi tersebut. Dalam hatinya ada penyesalan karena telah mengkhianati mantan suaminya itu.
Ketegangan di udara meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Dapatkah cinta yang hilang kembali lagi? Sheila bertanya dalam hatinya.
Di luar lokasi syuting, Sheila terhenti sejenak. Dia mengeluarkan makanan yang tumpah dari tas, belum tersentuh. Semuanya nampak seperti simbol penyesalan, yang tepat terburai dari harapannya. “Aku tak akan menyerah untuk membuat Darren kembali mencintaiku. Dia yang dulu sangat mencintaiku, tak mungkin bisa secepat ini melupakan aku," ucap Sheila dengan percaya diri yang tinggi.
Good Andara jangan mau di injak 2 sama nenek gombel Sheila
kl mau pngsan,slakan aja....drpd mkin malu....😝😝😝