Safeea dan ibunya sudah lama hidup di desa. Setelah kematian ibunya, Safeea terpaksa merantau ke kota demi mencari kehidupan yang layak dan bekerja sebagai pelayan di hotel berbintang lima.
Ketika Safeea tengah menjalani pekerjaannya, ia dibawa masuk ke dalam kamar oleh William yang mabuk setelah diberi obat perangsang oleh rekan rekannya.
Karena malam itu, Safeea harus menanggung akibatnya ketika ia mengetahui dirinya hamil anak laki laki itu.
Dan ketika William mengetahui kebenaran itu, tanpa ragu ia menyatakan akan bertanggung jawab atas kehamilan Safeea.
Namun benarkah semua bisa diperbaiki hanya dengan "bertanggung jawab"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Di sisi lain, William yang barusaja memarkirkan mobilnya, akhirnya melangkah masuk ke dalam hotel dengan aura tegas yang membuat semua staf menunduk untuk memberi salam. Langkah kakinya langsung membawa William menuju ke ruangannya yang berada di lantai atas. Namun, begitu ia membuka pintu, alangkah terkejutnya William saat mendapati Sherlyn tengah duduk di kursi tambahan yang kini berada tepat di sisi meja kerjanya. Senyum penuh kemenangan terukir di bibir wanita itu saat melihat kehadirannya.
"Selamat datang mas Will" sapa Sherlyn pada William.
“Sherlyn? Apa yang kau lakukan di ruanganku?” tanya William yang suaranya meninggi dan jelas menunjukkan ketidaksukaan terhadap kehadiran Sherlyn di ruangannya.
Sherlyn kemudian berdiri dan melangkah perlahan mendekati William dengan tatapan penuh arti.
“Aku di sini karena aku akan bekerja bersamamu, William. Mulai sekarang, tempat ini akan menjadi ruanganku juga.” jawab Sherlyn dengan nada manja bercampur percaya diri.
Wajah William semakin mengeras, sorot matanya terlihat dingin saat menelanjangi maksud tersembunyi di balik ucapan Sherlyn.
“Jangan bercanda, Sherlyn. Siapa yang memberimu izin untuk duduk di sini? Segera keluar dari ruanganku sebelum aku benar-benar memanggil keamanan untuk menyeret mu keluar dari sini.” usir William secara terang terangan.
Namun Sherlyn tidak bergeming, ia justru semakin mendekat hingga jarak diantara mereka hanya tinggal beberapa langkah. Senyumnya tak pernah luntur.
“Aku tidak bercanda, William. Kau memang belum tahu, tapi ini kenyataannya. Aku akan berada di sisimu mulai sekarang.”
William mengepalkan kedua tangan, kesabarannya hampir habis karena Sherlyn tidak juga keluar dari ruangannya.
“AKU BILANG KELUAR!” bentak William dengan keras sembari menyeret Sherlyn keluar dari ruangannya.
"Aw sakit William, lepasin gue." rintih Sherlyn yang berusaha berontak dari usiran William.
Sherlyn yang tak ingin dipermalukan begitu saja langsung meraih ponselnya. Dengan cepat, ia menekan nomor seseorang yang sangat ia percaya bisa membalikkan keadaan.
"Halo om Wira, ini Sherlyn. Bisakah om menjelaskan langsung kepada William? Dia tidak percaya kalau Sherlyn memang akan bekerja dengannya di sini.” ucap Sherlyn dengan lantang dan sengaja agar William bisa mendengar jelas setiap perkataannya.
Nama itu membuat rahang William menegang. Ia menatap Sherlyn dengan sorot mata penuh tanda tanya bercampur amarah.
“Papa?” gumam William pelan, yang nadanya sarat dengan keterkejutan dan kemarahan yang ditahan.
“Sherlyn, jangan cemas. Berikan ponselmu pada William. Om ingin bicara langsung dengannya.” suara Pak Prawira terdengar dalam dan berwibawa.
Sherlyn tersenyum tipis, lalu tanpa banyak bicara, menyodorkan ponsel itu ke arah William.
“Ini, ayahmu ingin bicara.” kata Sherlyn seolah-olah yakin bahwa sebentar lagi posisinya akan semakin kuat.
William menatap ponsel itu dengan sorot mata penuh amarah, namun akhirnya ia meraihnya juga.
“Papa?” ucap William singkat.
“Apa yang dikatakan Sherlyn padamu itu memang benar, William. Papa lah yang sudah memasukkan Sherlyn ke hotel. Mulai hari ini dia akan bekerja bersamamu, di ruang kerjamu.” tegas Pak Prawira dari panggilan teleponnya.
William mengepalkan tangan kirinya begitu kuat, suara napasnya terdengar memburu.
“Kenapa? kenapa papa mengambil keputusan sepenting ini tanpa sepengetahuan William? Ini hotelku, ruanganku, dan perusahaan ku papa! Aku tidak pernah meminta asisten, apalagi Sherlyn!” seru William dengan lantang
“Papa tidak peduli kau setuju atau tidak. Sherlyn akan tetap di sana. Dan jangan pernah sekalipun kau mencoba untuk mengusirnya dari hotel.” jawab Pak Prawira dengan nada keras, perintahnya jelas tak terbantahkan.
....udah pasti kamu bakal hidup sangat berkecukupan.