Menikahi Majikan Ibu
“Aku akan menikahi salah satu dari putri Ibu,” ucap Bara kepada pembantunya. Bara baru saja kembali dari kantor, masih mengenakan setelan jasnya.
Selama seminggu ini Bara berpikir keras, sampai akhirnya ia memutuskan akan menjadikan pembantu yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri selama delapan tahun tinggal di Surabaya sebagai ibu mertuanya. Ia tidak punya jalan lain. Bisa saja ia tetap membiayai kebutuhan Ibu Rosma dan putri-putrinya, tetapi suatu saat hubungan itu akan terputus. Selain itu, ia khawatir Bu Rosma akan menolak bantuannya.
Akan tetapi dengan menikahi salah satu putri Bu Rosma, dengan sendirinya ia menjadi anak menantu. Selamanya, ia bisa menjaga Ibu Rosma.
Bu Rosma terkejut, tidak bisa berkata apa-apa mendengar kata-kata majikannya. Baru saja Bara mengabarinya akan segera kembali ke Jakarta. Rasa sedih itu belum hilang sepenuhnya, tetapi ia sudah dikejutkan lagi dengan berita kedua.
“Tuan ... tidak perlu seperti ini,” tolak Bu Rosma. Ia tidak bisa menerima permintaan sang majikan yang terlalu berlebihan. Apalagi pernikahan itu bukan main-main, menyangkut masalah hati dan ikatan seumur hidup. Selain itu, Bu Rosma juga tidak tahu bagaimana tanggapan putri-putrinya.
“Bu, aku akan menjaga Ibu dan putri-putrimu,” ucap Bara meyakinkan.
“Selama delapan tahun ini, Ibu sudah banyak membantuku. Aku tidak tahu kalau tidak ada Ibu, bagaimana hidupku saat ini,” lanjut Bara lagi.
“Selama ini, saya ikhlas bekerja dengan Tuan. Lagipula, Tuan sudah banyak membantu saya dan kedua putri saya,” ucap Bu Rosma pelan dengan wajah menunduk.
Selama bekerja dengan Bara, majikannya itu sudah berbuat banyak pada Bu Rosma. Selain putrinya diizinkan tinggal di kediaman Bara. Pendidikannya pun dibiayai langsung oleh Bara termasuk uang saku dan keperluan lainnya.
Di tengah perbincangan antara Bara dan Bu Rosma, Bella putri bungsu Bu Rosma masuk. Gadis itu baru saja pulang dari sekolah, masih mengenakan seragam putih abu-abunya lengkap dengan tas ransel di punggungnya. Peluh masih membasahi punggung seragam putihnya. Belum lagi aroma debu dan jalanan yang masih menempel di tubuhnya. Ia harus berlari mengejar bus sekaligus berdesak-desak dengan penumpang di dalamnya.
“Tuan,” sapa Bella menunduk saat sudah berhadapan dengan majikan ibunya. Merapikan rambutnya yang dikepang dua. Ia tidak mendengar pembicaraan ibunya dengan sang majikan.
“Aku akan menikahinya dalam minggu ini. Setelahnya ... aku harus kembali ke Jakarta.” Bara mengatakan langsung di depan ibu dan anak itu dengan tegas dan yakin. Tangannya mengarah kepada Bella.
Sontak Bella langsung mengangkat kepalanya terkejut. Menatap sekilas ke arah majikan ibunya itu, kemudian menundukkan kepalanya lagi.
“Apa aku tidak salah dengar? Menikah dengan Tuan Bara,” ucapnya dalam hati.
Tangan Bella meremas ujung seragam sekolahnya. Berharap ia salah dengar atau Bara salah bicara, tetapi tidak, kembali Bara menegaskan.
“Aku akan menikahi Bella, Bu,” ucap Bara sekali lagi, diperjelas dengan nama calon perempuan yang akan dinikahinya.
Ini bukan pertanyaan, lebih ke pernyataan. Tidak ada kesempatan untuk setuju ataupun menolak. Bara sudah menyatakan pendapatnya. Ia hanya sedang menunggu kata setuju saja dari mulut Bu Rosma atau cukup persetujuan dari Bella.
Bella melirik ke ibunya yang saat ini sama terkejut dengan dirinya.
“Tuan," panggil Bu Rosma.
“Kita bicarakan lagi nanti!” potong Bara. Ia segera melepaskan jasnya, menyerahkan pada Bella yang berdiri kaku.
Terlihat Bella buru-buru menerima jas yang disodorkan padanya. Ia masih bingung dan bertanya-tanya. Apa maksud dari semua pernyataan majikan ibunya itu. Ia bahkan belum menamatkan bangku SMA-nya, masih banyak cita-cita dan impian yang dirangkai di otaknya, tetapi kata-kata majikannya, menghancurkan semua mimpi-mimpinya.
“Ini serius? Ini nyata?” tanya Bella dalam hati.
“Bell, tolong siapkan air mandiku!” pintanya pada Bella yang masih saja berdiri mematung.
“Ya, Tuan,” sahut Bella. Melepas tas ranselnya, kemudian menyerahkannya pada sang Ibu. Berlari mengekor Bara yang masuk ke dalam kamar.
Bella sudah terbiasa masuk ke dalam kamar megah milik Bara itu, tetapi entah kenapa hari ini langkahnya terasa berat setelah mendengar pernyataan sang majikan. Ada rasa waswas dan khawatir.
Bella langsung menuju kamar mandi, menyiapkan air mandi sang majikan. Setelahnya melangkah menuju walk in closet, meraih pakaian kotor Bara yang baru dilepaskannya. Teronggok di lantai berlapis karpet bulu tebal.
Baru saja ia akan melangkah keluar dari kamar, suara berat majikan ibunya itu menghentikannya.
“Bell, bisa kita bicara?” tanya Bara.
“Ya, Tuan,” sahut Bella mengangguk. Berjalan menghampiri Bara kemudian menunduk.
Terlihat Bara menghela napasnya, sebelum membuka suara lagi.
“Aku harus segera kembali ke Jakarta, tetapi aku tidak bisa meninggalkan kalian begitu saja. Kalian sudah seperti keluarga untukku.” Bara menghentikan kata-katanya, memperhatikan gadis cantik dengan dandanan sederhana itu dengan saksama.
“Aku akan menikahimu. Aku harap kamu menyetujuinya. Aku ingin kita benar-benar menjadi keluarga,” jelas Bara.
Bella diam dan menunduk. Tidak berani mengangkat kepalanya sama sekali. Dari delapan tahun yang lalu, saat ia masuk dan tinggal di rumah mewah ini, ia memang sudah ditakdirkan untuk menunduk setiap berhadapan dengan majikan ibunya ini. Bella hanya anak seorang pembantu di sini. Kalaupun ia bebas keluar masuk kamar Bara, itu karena membantu ibunya mengurus segala keperluan majikannya.
Namun, tiba-tiba sang majikan memintanya menikah. Tidak ada cinta, tidak ada sayang, hanya ada sebuah alasan. Untuk mengikat hubungan dengan keluarga mereka yang miskin, yang statusnya hanya seorang pembantu di kediaman mewah Barata.
“Aku bisa saja memilih Rissa ... kakakmu, tetapi ... kata hati memintaku untuk memilihmu.” Bara berkata lagi.
“Mungkin aku tidak begitu mengenal Rissa, dia tidak lama tinggal di sini. Hanya beberapa bulan ... dia sudah melanjutkan kuliahnya ke Jakarta,” jelas Bara.
Bella tetap diam. Tidak bisa menjawab apa pun.
“Coba bicarakan dengan Ibu, aku menunggu kabar baik darimu. Nanti kita bicarakan lagi. Aku harus mandi sekarang,” ucap Bara, melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Bella yang masih saja berdiri mematung.
***
Pengenalan Tokoh :
Barata Wirayudha atau dipanggil Bara, duda cerai tanpa anak berumur 35 tahun. Pemilik BW Group, salah satu perusahaan property ternama di Jakarta. Perceraiannya 8 tahun yang lalu dengan seorang dokter kecantikan, begitu mengguncang hidupnya. Dia memilih pergi meninggalkan Jakarta, meninggalkan semua luka akibat perceraiannya.
Surabaya kota yang dipilih untuk melarikan diri dari masa lalunya sekaligus merintis kantor cabang BW Group di sana. Selama 8 tahun ini, dia sama sekali tidak mau menginjakan kakinya ke kota metropolitan itu. Sampai sang asisten Kevin, mengabarkan padanya kalau perusahaan mengalami masalah dan memintanya kembali.
Bara, tampan dan mapan. Blasteran dari Ibu London, Bapak Jawa. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
***
Terima kasih. Mohon dukungannya like dan komen ya. Love you all
Kalau berkenan, bisa mampir di judulku yang lain.
“Istri Kecil Sang Presdir”
Bisa juga follow ig untuk tahu karya-karya ku yang lain. casanova_wetyhartanto
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Wani Ihwani
mampir lagi aku tor dah ke 3 x aku baca
2024-11-22
0
Lovely Yona
fotonya g sesuai ekspektasi tpi gpp lnjut bca
2024-10-27
0
Elly Herliana
ga bosen" bacanya/Smile/
2024-09-15
0