Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
"Mas" Safa mencoba membangunkan Lingga yang masih terlelap dengan Kendra yang ada di dadanya.
"Bangun Mas. Tidurkan Kendra di ranjang. Kamu makan dulu!"
Mata Lingga mulai terbuka. Tangannya mulai menepuk-nepuk punggung Kendra dengan pelan. Bayi itu masih tampak nyaman tidur di pelukan Papanya.
Safa sedikit menjauh dari Lingga untuk memberikan ruang baginya menidurkan Kendra.
"Jam berapa ini?" Tanya Lingga yang menurutnya sudah cukup lama tertidur.
"Sudah hampir maghrib"
Benar saja, Lingga tertidur satu jam lebih di kamar Safa.
"Biar suster yang jaga Kendra, ayo makan dulu Mas!" Ajak Safa.
"Hmm" Lingga mengangguk kemudian keluar dari kamar Safa lebih dulu kemudian diikuti dengan Safa.
Tapi Lingga sempat masuk ke dalam kamar untuk mengambil bajunya, kemudian menyusul Safa yang sudah lebih dulu tiba di meja makan.
Pria dingin tak tersentuh itu duduk di kursinya, tak mengeluarkan sepatah kata pun seperti biasanya.
"Mau pakai lauk apa Mas?"
Safa sudah mengisi piring Lingga denga nasi yang tak terlalu banyak. Lingga memang hanya sedikit saja mengkonsumsi nasi.
"Biar aku sendiri saja!" Tolak Lingga pada Safa yang ingin mengambilkannya makanan.
"Biar aku saja. Meski aku bukan istri yang kamu inginkan, tapi aku tetap istrimu. Sudah kewajiban ku untuk melayanimu dengan baik!" Balas Safa dengan tenang.
Lingga mendongak menatap Safa yang berdiri di sampingnya. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu.
"Mau yang mana?" Tanya Safa lagi karena Lingga hanya diam menatapnya.
"Apa saja" Lingga menjawabnya dengan singkat.
Safa lantas tersenyum kecil kemudian mulai mengambil lauk untuk Lingga.
Setelah itu mereka benar-benar makan dalam keadaan diam. Layaknya dua orang yang berbagi meja di rumah makan sederhana. Mereka hanya berbagi meja tanpa saling mengenal sehingga tak saling bicara.
Beberapa kali, Safa mencuri padang ke arah suaminya. Safa merasa ada yang berbeda dengan wajah Lingga. Bibirnya terlihat pucat dan beberapa kali memijat keningnya.
"Kamu kenapa Mas?"
Lingga hanya menggeleng, kemudian meneguk air putih miliknya hingga tandas.
"Aku sudah selesai" Lingga beranjak meninggalkan makanan yang hanya berkurang separuhnya saja.
"Mas Lingga kenapa? Apa dia sakit?" Gumam Safa menatap punggung Lingga yang sudah menjauh.
Tentu saja ada rasa khawatir di dalam hari Safa. Namun dia tidak berani bertanya lebih jauh, bahkan untuk memastikannya saja Safa tak berani.
Setelah makan, Safa akhirnya naik ke kamarnya. Dia tidak menemukan Lingga di sana, hanya ada Kendra dan susternya saja.
"Biar Kendra sama saya, Suster turun aja nggak papa"
"Baik Nyonya" Suster Lini pun meninggalkan Kamar Safa sambil membawa botol milik Kendra yang sudah kosong.
Safa tersenyum menatap putranya yang kembali tertidur dengan lelap. Karena tak ada lagi yang Safa lakukan, dia memilih untuk memeriksa pekerjaannya.
Meski Safa belum berpengalaman tentang meluncurkan produk tapi Safa sedikit banyak Safa tau kalau membuat produk baru pasti akan begitu susah masuk ke pasaran, apalagi sejenis skin care yang pastinya harus melalui begitu banyak pengujian serta harus mendapatkan ijin layak edar atau tidak, dan Safa tau prosesnya itu akan memakan waktu yang begitu lama.
Tapi Safa heran, produknya bisa dengan mudah mendapatkan ijin peredaran. Meski skin care yang ia buat memang ia racik dengan bahan yang tidak berbahaya dan pastinya tidak membahayakan, tapi tetap saja prosesnya tidak akan semudah itu.
Jadi sekarang, hanya beberapa bulan saja, produk milik Safa sudah berdarah luas dipasaran. Entah itu memang rejekinya atau apa, tapi Safa seperti mendapat kemudahan dalam setiap prosesnya.
Safa melihat jam di ponselnya, sudah jam sembilan malam tapi Lingga tak datang lagi ke kamarnya. Padahal biasanya selepas isya, Lingga akan melihat putranya dan menamainya sebentar sebelum tidur.
"Apa Mas Lingga sudah tidur?"
Safa keluar dari kamarnya menuju ke ruang kerja Lingga. Mungkin saja pria itu ada di sana. Namun nihil, Safa tak menemukan Lingga di ruang kerjanya sama sekali.
Akhirnya Safa kembali menuju kamarnya, tapi langkah Safa justru berhenti di depan kamar Lingga. Rasanya ingin mengetuk pintu itu untuk memastikan Lingga baik-baik saja atau tidak di dalam sana.
Tapi Safa takut, dia ingat kalau Lingga sudah memperingatkan kepadanya dengan sangat keras kalau Safa tak boleh masuk ke dalam sana.
"Huhhh" Safa membuang nafas kasarnya, lalu beranjak dari sana.
Safa mencoba mengusir pikirannya tetang Lingga, mungkin saja Lingga benar-benar lelah hari ini dan langsung tidur. Selama pernikahan mereka, Safa juga belum pernah melihat Kendra sakit, jadi mungkin sekarang juga baik-baik saja.
Pagi harinya...
Sudah jam delapan pagi namun Lingga belum juga datang ke kamar Safa. Padahal biasanya Lingga akan memandikan Kendra tepat jam tujuh pagi. Hal itu tentu saja membuat Safa merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Bi, apa Mas Lingga udah turun?" Safa menghampiri Bi Sri yang ada di dapur.
"Belum Non, Bibi belum lihat Den Lingga dari tadi malam. Memangnya kenapa Non?"
"Tadi malam setelah makan malam Mas Lingga juga nggak lihat Kendra lagi Bi. Makan malamnya juga nggak habis, wajahnya pucat, apa jangan-jangan sakit ya Bi?"
"Kalau gitu coba pastikan aja Non, kasihan kalau Den Lingga benar-benar sakit" Bi Sri melihat gurat kekhawatiran di wajah Safa.
"Tapi saya takut Mas Lingga marah Bi" Safa meremas tangannya sendiri. Dia merasa takut, dan juga khawatir saat ini.
"Biar Bibi temani, ayo Non!"
"Iya Bi"
Akhirnya Safa dan Bi Sri menuju ke kamar Lingga. Setidaknya ada Bi Sri yang akan masuk ke dalam kamar Lingga nantinya.
"Den Lingga!" Bi Sri mengetuk dan memanggil Lingga dari luar kamar.
"Den!" Panggil Bi Sri lagi namun tak ada jawaban.
"Gimana Bi, kalau Mas Lingga kenapa-napa gimana?" Safa terlihat semakin panik.
Cklek...
Bi Sri langsung membuka pintu kamar Lingga, dan untung saja pintu kamarnya tidak dikunci. Yang pertama masuk adalah Bi Sri, semetara Safa masih berada di depan kamar Lingga. Dia ragu dan juga takut untuk melangkah masuk ke dalam sana.
"Den Lingga?" Bi Sri mendekati Lingga yang masih berbaring di atas ranjang dan memejamkan mata.
"Den?" Bi Sri menyentuh kening Lingga.
"Non, Den Lingga demam!"
"Demam?" Safa tak peduli lagi jika nanti Lingga akan memarahinya. Dia langsung melangkah masuk ke dalam kamar Lingga.
sekarang lingga yg akan berjuang untuk mengejar cinta dari safa lagi
nyesekkkk akuuuu