Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kanebo kering
Selama dalam perjalanan, tidak ada obrolan di antara mereka. Abang fokus menyetir. Sedangkan Shasa dan Tania hanya bisa saling lirik saja. Abang Shasa memang lebih posesif dibanding orang tuanya. Itu karena ia tidak ingin adiknya salah pergaulan. Karena zaman sekarang memang harus lebih berhati-hati terhadap lingkungan sekitar. Bahkan orang terdekat pun bisa menjadi bumerang.
Akhirnya mereka sampai di rumah. Abang memarkirkan mobilnya. Tania dan Shasa turun dan masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Abang.
"Assalamu'alaikum." Ucap Shasa dengan lesu.
"Wa'alaikum salam. Lho kok sudah pulang?" Bunda heran.
Belum juga Shasa menjawab, abang sudah muncul dari belakang.
"Lho, bang. Tumben pulang nggak bilang-bilang?"
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Abang mencium punggung tangan bunda. Bunda melihat ada yang tidak beres pada putranya. Bunda sekarang tahu jika Shasa pasti ketemu sama abangnya di jalan. Makanya ia pulang cepat.
Shasa dan Tania pun pamit masuk ke dalam kamar. Mereka akan makan batagor di kamar.
"Sha, abang mu kaku banget ya?"
"Hu'um kayak kanebo kering, haha... "
"Kok abangmu pulang sendirian, Sha?"
"Hem... aku belum cerita sama kamu ya?"
"Cerita apa? "
"Abang dan istrinya sudah pisah lima bulan yang lalu."
"Apa? Yang benar kamu, Sha? Kenapa?"
Shasa menghela nafas panjang.
" Maaf bukan maksudku ingin mencampuri urusan orang lain. Tidak perlu kamu ceritakan, Sha."
Shasa pun urung menceritakan masalah pribadi abangnya kepada Tania. Meski Tania adalah sahabatnya, tidak semua privacy keluarganya harus diceritakan.
"Terima kasih atas pengertiannya ya, Sha. Do'a kan saja yang terbaik untuk abang. Sebenarnya abang itu meskipun pendiam tapi dia itu perhatian dan penyabar. Cuma ya menang gitu modelnya, hehe... "
'Iya, Sha. Apa pun masalahnya, semoga abang mendapatkan ganti yang lebih baik."
"Aamiin... "
Setelah menghabiskan batagornya, Shasa dan Tania pun bergantian mandi. Setelah itu, Shasa mengajak Tania untuk sarapan bersama keluarganya. Sebenarnya Tania agak sungkan, karena ada abangnya Shasa. Namun Shasa meyakinkannya.
Tania dan Shasa membantu bibi mengeluarkan makanan dari dapur. Mereka makan lesehan seperti biasa.
"Sha, panggil abangmu!"
"Di mana, bun?"
"Di kamarnya."
"Iya, bun."
Shasa beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar abang.
tok tok tok
Tidak lama kemudian, pintu terbuka.
"Ada apa, dek?"
"Sarapan dulu kata bunda."
"Hem, iya."
"Ya sudah."
Shasa kembali ke ruang tengah. Disusul kemudian abang.
Abang agak terkejut saat ada orang lain yang ikut makan bersama.
"Temannya Shasa tadi. Ikut sarapan juga. Apa anak ini nginep di sini?" Batinnya.
Abang memang sangat posesif kepada adiknya. Terlebih kepada Shasa yang selisih usianya delapan tahun dengannya.
"Ayo bang, duduk." Ajak Ayah.
"Iya yah."
Akhirnya mereka sarapan.
"Ayo Tania, jangan malu-malu tambah lauknya." Ujar Bunda.
"Eh iya, makasih bun."
Abang melirik Tania. Ia agak penasaran karena tidak biasanya teman Shasa seakrab itu dengan keluarganya. Tidak sengaja saat itu Tania melihat ke arah abang. Pandangan mereka bertemu sejenak. Tania pun langsung membuang muka. Begitu pun abang.
"Ya Allah, bisa-bisanya aku ngeliatin abang kanebo." Batin Tania.
Setelah selesai sarapan. Tania membantu Shasa membereskan perabotan ke dapur.
"Tumben bunda bolehi teman Shasa nginep." Ujar abang saat Shasa dan Tania tidak ada.
"Dia itu Tania, sahabat baiknya Shasa. Dia sering kok main ke sini. Cuma baru kali ini nginep, bang. Tania yatim piatu dan hidup sendirian. Anaknya baik kok. Pintar juga. Adikmu sering dibantunya kalau ada tugas kuliah."
"Oh... abang ke kamar dulu, bun, yah."
Abang beranjak dari duduknya dan kembali ke kamarnya.
"Sudah bunda duga pasti jawabannya begitu, padahal bunda sudah cerita panjang lebar." Lirih bunda.
"Ya memang modelnya begitu, bunda." Sahut ayah.
"Anakmu itu, yah."
"Anak kita toh, bun. Haha...bunda, suka lupa kalau udah melahirkan dia."
"Apa mungkin sikapnya yang begitu sehingga membuat mantan istrinya tidak tahan ya? Kalau masalah keturunan, bunda yakin abang tidak masalah."
"Kalau memang iya, tidak mungkin mereka bertahan sampai tujuh tahun, bun."
"Anak itu tidak mau jujur tentang masalahnya, tiba-tiba pisah. Kalau abi tahu tentang ini, pasti abi langsung cari penyebabnya."
"Jadi bunda mau bilang kalau ayah ndak becus cari masalahnya abang, gitu toh?"
"Ndak juga. Toh, semua sudah berakhir. Mungkin jodohnya hanya sebentar. Semoga abang menemukan jodohnya kembali di waktu yang tepat."
"Aamiin... "
Agak siangan Tania pamit kepada Shasa untuk pulang. Namun, Shasa masih melarangnya.
"Sha, aku belum cuci baju. Cucian ku numpuk di rumah."
"Ck, nggak asik."
"Aku janji deh, kapan-kapan bakal nginep lagi."
"Beneran ya?"
"Iya."
"Terus kamu pulang dari sini naik apa? Aku pesenin gojek ya."
"Eh nggak usah, aku bisa nai lyn kok. Tinggal jalan bentar dari sini."
"Maaf ya, aku nggak bisa nganterin. Ada, abangku. Males aku nanti diinterogasi."
"Iya nggak apa-apa."
"Ayo aku antar sampai depan."
Mereka keluar dari kamar. Shasa dan Erina mencari keberadaan bunda dan ayah. Ternyata, mereka berada di taman belakang.
Shasa pamit pulang kepada mereka. Ia juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kasih atas kebaikan mereka.
"Jangan bosen main ke sini ya."
"Saya justru senang bunda. Maaf sudah merepotkan."
"Tentu saja tidak."
Bersamaan dengan itu, abang datang.
"Bunda, Ayah, abang mau ke rumah Opa."
"Ah kebetulan, ini Tania mau pulang. Kamu antar sekalian ya, bang."
"Tidak perlu, bunda. Saya bisa naik angkot."
"Iya bun, Tania udah biasa kok." Sahut Shasa yang ingin berusaha menyelamatkan sahabatnya dari abangnya yang seperti kulkas empat pintu. Ia tidak ingin Tania mati kutu saat duduk di mobil abangnya.
"Ndak apa-apa, ya kan bang?"
"Iya."
Shasa dan Tania saling lirik.
"Duh alamat jadi patung ini." Batin Tania.
Shasa ikut mengantar Tania sampai depan. Tania bingung mau duduk di mana. Saat ia membuka pintu belakang, abang angkat suara.
"Saya bukan sopir."
Tania menelan salivanya sendiri. Ia langsung menutup kembali pintunya, lalu membuka pintu depan dan duduk di samping kemudi.
"Dah... Tania." Shasa melambaikan tangannya. Tania membalasnya.
Di dalam mobil, Tania hanya bisa memainkan jari tangannya sendiri.
"Di mana rumahmu?"
"Jalan Tunjungan."
Tidak ada obrolan lagi. Atmosfer di dalam mobil itu terasa pengap. Padahal AC sudah menyala dengan volume tinggi.
Ketika hampir sampai, Abang kembali angkat suara.
"Sudah berapa lama berteman dengan Shasa?"
"Lima, lima tahun."
"Apa selama ini dia punya pacar?"
"Ti-tidak, mana mungkin dia pacaran. Shasa selalu ingat pesan Ayahnya."
"Baguslah."
"Ya Allah, kayak lagi sidang skripsi." Batin Tania.
Bersambung
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf kak upnya pelan karena othor beberapa hari ini kurang Vit. Terima kasih selalu mendukung karya othor. 🙏
lanjut kak othor 💪💪💪💪
Kasihan Tania jika berjuang sendirian di tengah keterpurukannya