Karya ini menceritakan tentang seorang karakter utama yang di reinkarnasi menjadi semut di dunia fantasy.
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HZ77, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali
“Oy, bangunlah…! Siapa yang menyuruhmu tidur, hah!?”
Suara bentakan itu menggema, tapi Ryzef hanya bisa menggerakkan kelopak matanya sedikit.
“…Maaf…” ucapnya lirih, seperti bisikan dari seseorang yang sudah setengah mati.
Sudah entah berapa lama ia merasakan rasa sakit yang sama, terus-menerus, berulang, dan tak pernah berhenti. Hingga akhirnya cahaya di matanya padam. Ia bukan lagi manusia, bukan pula semut—hanya... bangkai yang bisa bernapas.
Sejak menyentuh Demonic Core itu, 'window sistem'—yang dulu setia mengiringinya—menghilang. Tak ada satu pun perintah. Tak ada status. Tak ada suara pemandu yang biasanya cerewet.
Seolah-olah... sistem itu membiarkannya mati.
"Ukh—!"
Ryzef terkesiap saat rambutnya ditarik kasar. Kepalanya terangkat paksa, dan wajah Livia menyambut dengan tatapan tajam dan jijik.
“…Livia…”
Namanya keluar dari mulut Ryzef seperti gumaman putus asa.
Ia bahkan nyaris tak mengenali wanita itu. Livia telah berubah sepenuhnya—auranya, tubuhnya, bahkan matanya. Seperti makhluk lain yang menjelma dari bayangan penderitaan.
Tubuh Ryzef sendiri kini kurus kering. Tulangnya menonjol, kulitnya pucat.
Namun, Livia melepaskan cengkeramannya. Wajahnya berubah ragu.
“Melihatmu seperti ini… kasihan juga, ya,” gumamnya. “Tapi, ya sudahlah. Demonic Core itu sudah kembali padaku. Jadi… anggap saja ini hadiah kebaikan hatiku.”
Beberapa saat kemudian, Livia kembali membawa sesuatu—tumpukan jamur.
Jamur berwarna ungu gelap dengan bau menyengat menusuk hidung. Jelas bukan jamur biasa. Bukan makanan. Tapi bagi tubuh Ryzef yang kini terasa ‘abadi’, racun pun terasa seperti makanan hangat.
Ia melahap jamur itu dengan rakus… dan Livia malah menyuapinya satu per satu.
Saat lidah Ryzef menyentuh jamur itu, ada sensasi aneh—hangat, seperti duduk di hadapan api unggun.
“Bagaimana?” tanya Livia, tersenyum aneh. “Tidak buruk, kan?”
“Te… terima kasih…” ucapnya pelan.
Livia tiba-tiba salah tingkah. Pipi pucatnya memerah tipis, seperti gadis yang baru mendengar pengakuan cinta.
Ryzef sempat bingung—namun detik berikutnya tubuhnya menggeliat, dan mengecil…
Seketika, tubuh manusia itu berubah kembali menjadi semut.
Livia melongo.
“…Hah?”
Ia tidak mengira transformasi itu akan terjadi. Ia mengira Ryzef akan tetap jadi manusia. Tetap jadi bonekanya.
Namun sekarang…
Belenggu itu lepas.
Ryzef—kini dalam wujud semut—langsung merangkak menjauh, melewati kerikil dan bayangan, mencoba kabur dari penglihatan Livia.
“RYZEF!!”
Tangan Livia menyapu tanah, membalik bebatuan dan debu, mencari satu ekor semut kecil.
“KELUAR KAU!!”
Ia mulai panik. Napasnya berat. Matanya menyapu ke segala arah.
Lalu ia berhenti berpikir.
Dengan brutal, ia mulai menginjak-injak lantai gua, menghantam tanah seakan menginjak serangga imajiner.
Duk! Duk! Duk!
Setiap hentakan disertai umpatan.
“Aku akan menginjakmu sampai hancur!!”
Dengan napas terengah, tubuh mungil Ryzef menyelinap di antara celah-celah batu yang tak bisa dijangkau jari-jari Livia. Tiap hentakan tanah membuat tubuh kecilnya terpental sedikit, namun ia terus merayap maju—luka-luka dari siksaan belum sepenuhnya pulih, bahkan dalam wujud semut.
Suara langkah Livia seperti guntur dari neraka.
"Aku tahu kau belum jauh… Ryzef~" serunya dengan nada manis yang justru membuat bulu kuduk meremang. "Kalau kau keluar sekarang… aku mungkin akan membiarkanmu hidup dengan... dua kaki, haha."
Ryzef tak menjawab. Tak bisa. Ia hanya berharap napasnya tak terdengar, walau mustahil bagi semut untuk mendesah.
Dalam kegelapan di antara dua bebatuan, tubuhnya mulai menggigil. Bukan karena dingin, tapi karena… putus asa. Tak ada sistem. Tak ada pemandu. Tak ada senjata. Tak ada harapan.
[Sistem mengalami gangguan…] [Menyesuaikan ulang fragmen jiwa…]
Seketika, sebuah cahaya lembut menyala di dalam pikirannya. Seperti kunang-kunang kecil yang menyibak kabut. Perlahan… suara yang sangat dirindukannya terdengar, meski masih samar.
[...zef… Ryzef…]
Matanya—atau lebih tepat, antenanya—bergetar. Suara itu… suara ‘dia’.
[Jangan… mati… terlalu cepat, dasar idiot.]
"'Pemandu'…" gumamnya lirih, walau tak ada mulut yang bisa bergerak.
[Proses sinkronisasi jiwa 68%…]
[Kekuatan lama ditemukan… mengaktifkan kembali sistem dasar.]
[Window sistem aktif.]
Tiba-tiba tubuh kecil Ryzef memancarkan cahaya ungu redup. Bekas luka-lukanya menutup. Matanya menyala… dan untuk pertama kalinya, ia merasa bisa melawan.
...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...