Bagaimana jadinya saat tiba - tiba ibumu menanyakan saat ini berapa umurmu dan menawari hadiah ulang tahunmu yang ke 21 dengan hadiah jodoh?.
"Nis, Nisa sekarang umurmu berapa?." Tanya Dewi tiba-tiba saat masuk kamar putrinya. Nisa yang ditanya sang ibu pun langsung menjawab tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun karena memang sang ibu terkadang sangat random. " Dua puluh tahun sebelas bulan ".
" Berarti sudah boleh menikah, hadiah ulang tahunnya jodoh mau? "Jawab sang ibu yang membuat Nisa kaget dan langsung tertawa.
Nisa yang sudah hafal betul tentang kerandoman ibunya pun berniat meladeni pembicaraan ini yang dia kira adalah candaan seperti yang sudah sudah.
" Boleh... Asal syarat dan ketentuan berlaku, yang pertama seiman, yang kedu-".Belum selesai Nisa bicara dia mendengar ibunya sudah tertawa lepas yang membuat Nisa juga ikut tertawa dan langsung pergi dari kamar putrinya.
Tanpa Nisa ketahui bahwa yang ia anggap candaan itu adalah sesuatu yang serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PERMATABERLIAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34.
"Ami sedang apa kamu disini?"
Mendengar seruan yang sangat mereka tahu siapa orangnya membuat Ami dan Yuda mau tidak mau membalikkan badan mereka untuk melihat asal suara itu karena mereka berdua sudah tertangkap basah.
"Kamu lagi ngapain di rumah sakit? kamu sakit?" tanya orang itu lagi karena tidak mendapat jawab dari Ami.
"Oh itu aku cuma ikut Pak Yuda aja." jawab Ami yang memilih untuk menumbalkan Yuda, karena andai dirinya bilang jika ia sakit pasti hal itu akan mengundang pertanyaan lain dibenak Nisa kenapa ia bisa bersama Yuda di rumah sakit itu sebab yang diketahui oleh Nisa hubungan mereka hanyalah sebatas atasan dan bawahan.
Ya orang yang berseru memanggil Ami itu adalah Nisa, sahabat sekaligus merangkap menjadi adik iparnya sekarang.
"Tidak apa-apakan ya menumbalkan Pak Yuda, kan dia pasti punya alasan yang pas untuk adik iparnya ini." batin Ami yang sekilas melirik orang disebelahnya yang sepertinya tidak akan mengira bahwa ia akan ditumbalkan untuk mencari alasan.
"Kak Yuda sakit?" tanya Nisa yang kini beralih menatap kakak iparnya itu.
"Ehem." dehem Yuda sebelum menjawab pertanyaan dari istri adiknya itu.
"Tidak, kakak tidak sakit."
"Lalu ada urusan apa di rumah sakit Kak?"
"Oh itu tadi Kakak ada urusan dengan seseorang." jawab Yuda jujur walaupun tidak berterus terang karena ia memang ada urusan tadi dengan seseorang dimana orang itu tidak lain adalah Ami.
Belum sempat bertanya lebih lanjut lagi tiba-tiba saja Nisa mendengar namanya dipanggil oleh seorang suster yang membuatnya mau tidak mau harus mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi dan meninggalkan Ami dan Yuda disana.
"Aku dipanggil Kak, kalo gitu Nisa pergi dulu." pamit Nisa sebelum pergi kepada dua orang yang tidak sengaja ia temui itu.
Melihat kepergian Nisa akhirnya Ami dan Yuda dapat bernafas dengan lega dan segera menebus resep obatnya untuk dapat dengan segera meniggalkan rumah sakit itu untuk menghindari bertemu dengan Nisa lagi.
"Kemana kita bos? " tanya Dio yang hari ini beralih profesi menjadi sopir, sesaat setelah Ami dan Yuda telah masuk ke dalam mobil.
Tak segera menjawab pertanyaan Dio, kini Yuda malah beralih menatap Ami dan bertanya kepadanya.
"Mau mampir kesuatu tempat?"
"Tidak Pak." jawab Ami cepat sambil menggelengkan kepalanya sebab mana mungkin ia pergi dengan Yuda sedangkan baru saja rahasia mereka hampir diketahui oleh Nisa.
"Pulang ke apartemen." seru Yuda memberi perintah kepada Dio.
Sesampainya mobil yang Ami tumpangi bersama Yuda berhenti di basemen apartemen, Ami langsung turun dan berjalan menuju unitnya karena mengira bahwa Yuda akan langsung pulang ke rumahnya.
"Kamu pulanglah Dio." ucap Yuda menyuruh asistennya untuk pulang.
"Bos sendiri tidak pulang?" tanya Dio yang sepertinya sengaja mencari gara-gara dengan atasannya itu.
"Sudah bosan kamu kerja dengan saya?" tanya Yuda yang lebih kepada ancaman bagi Dio.
"Gitu saja masak marah si bos."
"Pulang sana." usir Yuda yang mulai kesal dengan kehadiran Dio.
"Siap laksanakan." ucap Dio dengan senang hati karena selagi ada kesempatan emas bukankah harus dimanfaatkan pikirnya.
*
*
Sampai di lantai tujuan dimana tempat unit apartemennya berada, Ami berjalan melewati lorong apartemen yang mana terdapat beberapa pintu untuk sampai di unitnya yang berada paling ujung.
Terbiasa tinggal dilingkungan yang saling peduli nyatanya membuat Ami kurang betah tinggal di apartemen, karena selain ia tidak punya teman disini ia juga tidak pernah berinteraksi dengan tetangga apartemennya karena orang-orang disini yang sangat tertutup, bahkan Ami sendiri tidak tahu nama pemilik unit apartemen disebelahnya.
Awalnya semua berjalan seperti biasa bagi Ami, tetapi saat ia hampir sampai di unitnya ia merasa seperti sedang diikuti oleh seseorang.
Yakin jika di ikuti orang, Ami mempercepat langkahnya saat hampir sampai unitnya. Dalam hati Ami terus berdoa semoga tidak terjadi hal buruk kepadanya.
Tetapi mungkin karena terlalu panik atau apa, Ami jadi kesusahan untuk membuka pintu apartemennya dan apa yang ditakutkan oleh Ami nyatanya terjadi. Ia yakin jika orang yang mengikutinya itu semakin dekat dengannya dan hal itu sukses membuat tangannya langsung terasa dingin.
Ami menggenggam erat tali tas yang tersampir di pundaknya tanpa berani menatap kebelakang dan kembali mencoba untuk membuka pintu itu hingga ia mendengar seruan yang bertanya kepadanya.
"Butuh bantuan?"
Familiar dengan pemilik suara itu, Ami tanpa pikir panjang memutar tubuhnya untuk memastikan jika ia tidak salah mengira dan sesuai dugaan Ami mendapati Yuda disana.
"Bapak tidak pulang?"
Mendengar pertanyaan dari Ami, Yuda mengerutkan dahinya. Ia mengira bahwa Ami tidak suka akan kehadirannya disana.
"Kamu tidak suka saya disini?" tanya balik Yuda sambil membuka pintu apartemen itu karena tadi Ami seperti kesusahan membukanya.
Seakan tahu jika Yuda salah paham akan pertanyaannya Ami segera berusaha untuk meluruskan nya.
"Bukan begitu, saya kira tadi Bapak akan langsung pulang dan tidak akan mampir."
Yuda tersenyum simpul mendengar penjelasan Ami tanpa Ami ketahui dan merasa lega saat tahu jika ia hanya salah menduga jika keberadaannya disana tidak diinginkan?.
"Bapak mau minum apa?" tanya Ami saat telah masuk kedalam apartemen yang kali ini tidak lupa menawari Yuda minum.
"Teh manis sepertinya enak." jawab Yuda yang kali ini tidak segan mengatakan maunya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Ami kembali lagi keruang tamu dengan membawa dua cangkir teh manis untuk dirinya dan Yuda lengkap dengan cemilan pendampingnya.
Untuk beberapa saat keduanya menikmati secangkir teh dalam kesunyian dan larut dalam pikirannya masing-masing.
"Bapak sudah berbicara kepada istri Bapak tentang saya?" tanya Ami yang memecah kesunyian yang tercipta karena sebenarnya ia penasaran tentang hal ini dan baru ada kesempatan untuk bertanya.
"Saya belum sempat berbicara dengannya. " jawab Yuda jujur.
"Beri saya waktu, biarkan semuanya seperti ini dulu." sambungnya lagi.
Mendengar hal tersebut Ami hanya diam dan mengeratkan genggamannya pada cangkir teh yang berada di pangkuannya dengan kepala yang terus tertunduk menatap sisa teh yang terdapat di dalam cangkirnya.
Dalam diam Ami terus memikirkan tentang apa yang akan terjadi nantinya jika sampai istri Yuda tahu jika kini ada dirinya diantara pernikahan mereka.
Ami juga tidak dapat memaksa Yuda untuk segera melegalkan pernikahan mereka sebab istri pertama Yuda saja belum mengetahui tentang dirinya apalagi sampai mendapatkan persetujuannya sebagai syarat di pengadilan agama pikir Ami.
Cukup kecewa dengan jawaban Yuda dan merasa jika tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Ami pamit untuk beristirahat di kamarnya.
Saat Ami melewati Yuda begitu saja, tanpa Ami ketahui Yuda terus memperhatikan punggungnya hingga benar-benar hilang dibalik pintu kamar. Sedangkan di dalam kamar Ami menatap langit-langit kamarnya dan terus memikirkan bagaimana nasibnya beserta anak yang dikandungnya kedepannya.
"Ami..." panggil Yuda sambil mengetuk pintu tak lama setelah Ami masuk kedalam kamarnya dan tidak mendapatkan sahutan dari dalam.
"Saya cuma mau mengingatkan jangan lupa diminum obat dan vitaminnya karena saya setelah ini harus pergi."
Lagi, tidak ada sahutan dari Ami yang membuat Yuda berpikir mungkin ia tertidur karena kelelahan padahal yang terjadi adalah Ami yang sengaja tidak menjawabnya.
Niat hati ingin menghabiskan waktu dengan Ami supaya semakin mengenal satu sama lain nyatanya harus Yuda urungkan sebab ia mendapat laporan dadakan dari Dio jika ada masalah dengan perusahaan cabang yang baru saja dibangunnya.
"Kalau begitu saya pergi dulu." Yuda tetap pamit kepada Ami sebelum benar-benar pergi walaupun Yuda sendiri tidak yakin Ami dapat mendengarnya.