Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.
Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.
Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Sea bangun dengan perasaan yang tidak menentu. Malam tadi, percakapannya dengan Aldo masih terus terulang di kepalanya. Ia merasa semakin tenggelam dalam perasaan yang tidak seharusnya ada.
Setelah mandi dan berpakaian, Sea turun ke ruang makan. Ia terkejut saat melihat Aldo sudah duduk di meja makan, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku. Pagi ini, pria itu tampak lebih segar dari biasanya, tetapi tatapannya tetap dingin dan sulit ditebak.
"Makanlah," kata Aldo singkat, menunjuk ke sarapan yang telah disiapkan.
Sea duduk tanpa berkata apa-apa. Suasana canggung menyelimuti mereka, seolah ada dinding tak kasatmata yang semakin tebal di antara mereka.
Aldo mengaduk kopinya perlahan sebelum akhirnya membuka suara. "Hari ini aku akan sibuk di kantor."
Sea mengangguk pelan. "Baik."
"Jika kau ingin pergi keluar, pastikan untuk memberi tahu sopirku."
Sea menatap Aldo. "Apa itu perintah?"
Aldo meletakkan cangkirnya dan menatapnya tajam. "Itu permintaan."
Sea tersenyum miring. "Baiklah."
Aldo kembali terdiam. Ia tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya menghela napas sebelum berdiri. "Aku pergi."
Sea menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu. Setelah Aldo pergi, ia merasa lega sekaligus kosong.
"Aku harus melakukan sesuatu," pikirnya. Ia tidak bisa terus berada dalam situasi seperti ini.
***
Sea memutuskan untuk pergi ke kafe tempat ia dulu sering menghabiskan waktu sebelum semua ini terjadi.
Saat sedang menikmati tehnya, seseorang tiba-tiba duduk di hadapannya.
"Sea?"
Sea mendongak dan terkejut melihat Riko.
"Kamu sendirian?" tanya Riko dengan senyum hangat.
Sea mengangguk. "Iya. Kamu juga?"
"Aku baru selesai rapat di dekat sini," jawab Riko. "Boleh aku menemanimu?"
Sea tersenyum kecil. "Tentu."
Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Riko masih sama seperti dulu—hangat, perhatian, dan penuh humor. Bersamanya, Sea bisa merasa sedikit lebih ringan.
Namun, kebersamaan mereka terputus ketika suara ponsel Sea berbunyi.
Sebuah pesan masuk.
Aldo: Di mana kamu?
Sea menggigit bibirnya. Ia mengetik balasan.
Sea: Di luar. Aku akan segera pulang.
Tidak ada balasan setelah itu.
Sea menatap ponselnya dengan perasaan tidak nyaman. Ia tahu bahwa Aldo tidak akan senang jika ia bertemu dengan Riko.
"Ada apa?" tanya Riko, menyadari perubahan ekspresi Sea.
Sea menggeleng. "Aku harus pergi."
Riko tampak kecewa, tetapi ia tidak menahan Sea. "Baiklah. Tapi, jika kamu butuh sesuatu, hubungi aku."
Sea hanya tersenyum sebelum beranjak pergi.
***
Saat Sea tiba di apartemen, Aldo sudah menunggunya di ruang tamu.
"Kamu bertemu dengan pria itu lagi?" tanyanya tanpa basa-basi.
Sea menghela napas. "Riko hanya teman lama, Aldo."
Aldo berdiri dan mendekatinya, sorot matanya penuh ketegangan. "Aku tidak suka kamu bertemu dengannya."
Sea menatapnya tajam. "Kenapa? Apa bedanya dengan kamu yang masih berhubungan dengan Clara?"
Aldo terdiam.
"Ini tidak adil, Aldo," lanjut Sea. "Kita menikah tanpa perasaan, tapi kamu ingin mengontrol hidupku seolah-olah aku benar-benar istrimu."
Aldo mengepalkan tangannya. "Karena aku tidak bisa mengendalikan perasaanku padamu, Sea."
Kata-kata itu membuat jantung Sea berdegup lebih cepat.
Mereka saling menatap, emosi bercampur aduk.
Sea tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Jika ia membiarkan dirinya larut dalam perasaan ini, ia mungkin akan terluka lebih dalam.
Namun, jika ia terus menjaga jarak, hatinya mungkin akan semakin kosong.
"Aku butuh waktu, Aldo," bisiknya pelan.
Aldo menatapnya lama sebelum akhirnya mengangguk. "Baik."
Sea tahu ini belum selesai. Perasaan di antara mereka terlalu rumit untuk diabaikan begitu saja.
Dan ia tidak yakin apakah ia siap menghadapi semuanya.
Sea berdiri di balkon apartemen, menatap lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di bawah sana. Angin malam menerpa wajahnya, membawa serta kebingungan yang semakin menghimpit hatinya.
Percakapan dengan Aldo tadi masih berputar di pikirannya.
"Karena aku tidak bisa mengendalikan perasaanku padamu, Sea."
Kata-kata itu membuat dunianya berhenti sesaat. Apa yang Aldo maksud? Apakah pria itu benar-benar mulai memiliki perasaan padanya? Ataukah itu hanya ego seorang pria yang tidak ingin kehilangan kendali atas sesuatu yang ia anggap miliknya?
Sea menggigit bibirnya. Ini berbahaya. Ia tahu dirinya tidak boleh berharap lebih. Pernikahan ini tidak didasarkan pada cinta. Jika ia membiarkan dirinya jatuh lebih dalam, hanya kekecewaan yang akan menunggunya di ujung jalan.
Namun, semakin ia mencoba menyangkal, semakin hatinya berontak.
***
Keesokan paginya, Sea turun ke ruang makan dengan harapan tidak bertemu Aldo. Namun, harapannya pupus ketika ia melihat pria itu sudah duduk di meja makan, menyeruput kopi sambil membaca berita di tablet.
Aldo menoleh saat menyadari kehadirannya. “Pagi.”
Sea ragu sejenak sebelum membalas, “Pagi.”
Aldo mengamati Sea beberapa detik sebelum akhirnya berkata, “Hari ini, ikut denganku.”
Sea terkejut. “Kemana?”
Aldo menyesap kopinya lagi. “Ada acara perusahaan. Aku ingin kamu hadir sebagai istriku.”
Sea terdiam. Ia tidak menyangka Aldo akan mulai membawanya ke dalam kehidupan sosialnya.
“Kenapa?” tanyanya akhirnya.
Aldo mengangkat alis. “Kenapa apa?”
“Kenapa aku harus ikut?”
Aldo meletakkan tablet di meja, lalu menatap Sea dengan tajam. “Karena aku ingin dunia tahu bahwa kamu adalah istriku.”
Jawaban itu membuat dada Sea berdebar.
“Tapi… ini pernikahan kontrak,” bisiknya pelan.
Aldo mencondongkan tubuhnya sedikit. “Dan?”
Sea kehilangan kata-kata.
***
Malam itu, Sea mengenakan gaun malam berwarna navy yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya digelung sederhana, memperlihatkan leher jenjangnya. Ia melihat pantulan dirinya di cermin dan hampir tidak mengenali gadis yang berdiri di sana.
“Siap?”
Suara Aldo membuatnya berbalik.
Sea terdiam sejenak.
Aldo mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin berkarisma. Tatapannya gelap, misterius, dan memancarkan aura yang membuat siapa pun gentar.
“Sea?” Aldo memiringkan kepala, menyadari keheningan Sea.
Sea menggeleng cepat. “Ya, aku siap.”
Aldo mengulurkan tangannya. “Ayo.”
Sea ragu sejenak sebelum akhirnya menerima tangan itu.
Dan ketika jari-jari mereka saling bersentuhan, ada sesuatu di dalam hatinya yang bergemuruh. Sesuatu yang selama ini ia coba hindari.
Malam ini, ia tahu—ia sedang berada dalam bahaya.
Bahaya jatuh cinta pada pria yang tidak seharusnya ia cintai.